Wednesday, March 15, 2006

She looks like vanilla ice-cream with butter-scotch sauce on top.


Menurut wasiat alm ayahku Rais Willadirana yang wafat di 1984, hidup dalam bermasyarakat Kebon Kacang harus penuh toleransi seperti yang dilakukannya di semasa hidupnya. Pedoman moral itu kuagem dengan tulus. Misalnya aku gak menabuh LG untuk mengiringi langkah yang mau berangkat ngantor, karena dari bangunan rumah Nani tetanggaku paling lama di KK40/1 yang rumahnya bersebelahan dengan Omi KK 31/37. Terdengar tengah menabuh radio yang memperdengarkan lagu2 Dewa. Klo ingat betapa "dendam" nya hati sama Omi yang semasa aku kecil dulu suka ngatain, "pala gede." itu. Akibatnya selagi hujan lebat pernah gentengnya kutimpuki dengan batu2 koral sebesar kepalan tangan. Tentunya dong air hujan tercurah membasahi tempat tidur bapaknya Omi. Omi juga waktu 1956 itu masih kecil. Penyanyi alam bertubuh langsing berkulit hitam manis berambut panjang berkepang dua itu, dengan suaranya yang melengking hobbi banget menyanyikan lagu2 melayu yang kini jadi dangdut itu. Kini di 2006 setelah sama2 ompong, Omi suka terkekeh-kekeh kalau aku menggodainya saat melintasi warung nasi uduknya, "Omiiiii, pala gede mao numpang lewaaaatttt." Gituh.
Tapi di Oktober 2005 Omi sempat menangis minta2 maaf karena dulu suka menggodaku, "pala gede."
Tentunya kami saling bersalaman untuk saling memaafkan, setelah gantian aku juga mengaku kalau penyebab genteng bocornya dulu itu akibat dari ketrampilan ulah lenganku.
"Oh jadi eluuuhhh. Man?!" Pandang matanya dengan terpana gak percaya. Hehehe.

Makanya saat diajeng melintas di jam 08:18 dengan langkah2 lembut bersandal hitam tebal yang agak tertutup oleh ujung celana panjang putih navy-look yang busana atasannya tak tampak karena tertutup dengan blazer coklat. (Baru kemarin malam aku ingin ke Poncol buat nyari jas velvet atau cashmere coklat untuk bepergian malam. E-eh malahan sudah kedahuluan oleh siajeng yang tampilannya semakin anggun.) Seperti biasa tas kelek hitam kesayangannya itu dijinjingnya di tangan kirinya. Wajahnya biasa saja meski garis lehernya tampak rada tegang, entah kalau menahan diri untuk tidak menoleh kearah aku duduk dekat nako. Klo saja diajeng mengenakan penutup kepala merah atau hijau, maka tampilannya akan seperti a scoup of vanilla ice-cream with butter-scotch sauce and a red/green cherry on top. Masak sih dengan olive hitam yang asin?

Tumben tuh aku nyarap nasi dengan soto Bandung sisa dagangan RM Khas Parahyangan kemarin. Biasanya juga cuma mie ayam Jaguar. Bisa jadi diajeng, dari jendela kaca 50 cm sebelah kiri jendela nako, sudah melihat tongkronganku mengenakan Mau-mau yakni sport-hemp hijau bermotif bunga putih daun kuning dengan perahu layar, yang terbawa langsung dari kepulauan Hawai-i pada tahun 2000.
Mana semalam aku mimpi melihat diajeng tengah menunggu di bus-shelter depan Hotel Nikko. Aku juga hadir disana sambil mengagumi tampilannya dari jarak sekira 10 meteran. Diajeng mengenakan selop kulit putih dan kulit kakinya tampak putih kuning seperti sutera. Ketika bus datang diajeng lalu naik, aku juga mengikutinya. Suasananya seperti malam temaram dan didalam bus tampak gelap. Sampai gak bisa dipastikan diajeng duduknya disebelah mana. Ketika aku terbangun, jam di ruang pengamatan menunjukkan angka 02:00. Subhanallah, biasanya makna mimpi disaat begitu adalah simbolis urusan kehidupan menyangkut urusan beragamaku dan akhirat. Semoga bermakna dan berakibat baik bagi kehidupan beragama kami, diajeng Fiona, hidupku, keluargaku. Amiiien Yaa Rabb.

No comments: