Sunday, March 05, 2006

Garo Garova

Minggu sore 5 Maret 2006 jam 17:25. Selagi minum teh panas sehabis makan dengan gule ayam yang dihidangkan oleh Ayu, tampak Garo melintas pintu RM Sunda menuju wartel.
Aku lantas saja memanggilnya dan Garo pun masuk sambil tertawa dengan muka berseri.
"Aduh maaf lho Beh. Hari Minggu itu aku sudah bersiap mau kemari tapi terhalang lagi ada temanku. Bahkan Fiona juga mengajakku buat makan di RM Sunda, asal ditraktir. Aku cuma tertawa aja."
Hemm hemmh hemmhhh, omongannya kok gak sesuai dengan bunyi sms nya waktu aku minta dia ajak jeng Fiona. "Makannya bsk tp gmna ngajak fiona (fie)?". Tulisnya di sms.
"Tapi kayaknya kalo ada babeh disini, jadi penghalang bagi Fiona." Tawanya lagi.
"Duduk dong Garo."
"Aku gak bisa lama nih. Aku udah mesen bakso buat makan bersama Rini."
Jawabnya sambil melirik ke jendela kaca penghubung yang tembus pandang.
Oh itu rupanya yang namanya Rini. Sekilas wajah dengan bentuk hidungnya yang nyaris seperti Yetti temanku semasa di Hotel Kemang 1974 dulu yang berasal dari Singaparna Tasikmalaya.
"Makanya beh, klo nanti kita ketemu dimana aja selagi aku bersama Fiona, kita buat seolah kita gak kenal ya. Nanti Fiona jadi curiga disangkanya aku yang macam macam." Tawanya.
"Bilang aja kamu sering nelepon ke wartel. Makanya jadi kenal sama aku."
"Iya juga sih. Fiona pernah nanya mbak klo ke wartel suka ketemu bapak itu nggak? Aku tanya bapak siapa. Dia jawab pak Eman. Malahan katanya ingin berobat juga setelah aku bilang babeh pintar ngobatin." Heeemmmmhn si garo mah kelakuannya kok gak berubah deh. Kudu waspada aja.
"Terus maksud kamu mau ceritera perihal Jeng Fiona seperti kata sms itu, apa?"
"Bukan, Fiona kan bapaknya sudah meninggal........." Tapi kupotong saja.
"Iya kamu pernah ceritera klo jeng Fiona itu anak Lurah yang meninggal sepuluh tahun yang lalu (1995). Ibunya mewarisi ilmu membatik, makanya sekarang menjadi pengusaha batik."
"Eh iya beh. Jane kan mau pulang ke Inggris bulan April ini. Baiknya kita ngasih apa nih buat kenang2an. Aku kira dia lebih suka batik, lengkap sejak dari taplak meja, seperai sampai ke napkins untuk meja makan. Klo kata babeh apa nih, aku minta sarannya."
"Beliin aja kotak ukir dari Kendari atau Jepara buat nyimpan uang atau barang berharga."
"Wah mana dia mau beh. Jane itu sukanya batik. Gak mahal kok beh klo kita belinya sekarang."
"Batik satu set itu harganya bisa jutaan lho." Jawabku yang membuat matanya tampak berbinar.
"Nggak lah. Kita beli yang murah murah aja..."
"Maksud kamu jeng Fiona suka minta ditraktir nonton itu gimana?"
"Iya tuh, Fiona itu hobbi banget ditraktir nonton. Tapi kita juga nontonnya di Jakarta Theater kok yang karcisnya 25ribu. Aku tertawa aja. Maklum kata Fiona dianya mengalami kesulitan keuangan. Di Pekalongan Fiona mencicil rumah BTN satu setengah juta sebulan yang klo dia pulang nginapnya di rumahnya itu. Makanya dia pusing ngatur keuangannya setiap bulan"
"Bukannya di Pekalongan ada rumah ibunya?"
"Ada sih tapi kan dianya kepingin punya rumah sendiri."
Hemmh pemikiran diajeng ini sungguh bagus. Dengan begitu jerih payahnya selama merantau tak sia2 yang bisa diwujudkannya dalam bentuk rumah tinggal. Syukur lagi klo bisa buat usaha mandiri.
"Punya makanan nggak beh. Tadi waktu aku sama Rini kemari Fiona lagi di kamar mandi. Padahal tadinya Fiona yang ngajak makan di RM Sunda lho." Katanya sambil tertawa.
Huh Garovaaaaa, Garo. Aku yakin kualitas diajeng Fiona tidak seperti itu.
"Babeh rela nggak nyiapin makanan buat aku bawa pulang biar bisa dimakan Fiona?"
"Maaf Garo. Klo jeng Fiona ingin makan silahkan datang aja kemari. Toh aku sudah undang buat mencicipi masakan kami." Klo buat Fiona, cincin kawin bertatah berlian pun aku rela banget.
"Kapan tuh beh. Siang apa malam?"
"Malam Minggu lalu sekira jam delapanan."
"Makanya babehnya jangan dulu negor2 dia. Nanti dianya semakin benci sama babeh." Kekehnya.
"Aku sudah terlalu lama kangen sama senyumannya. Kapan lagi, makanya begitu aku punya peluang buat menyapanya aku langsung lakukan. Kebetulan Fiona tampak sendirian."
Huh kamu gak tahu aja Garo, buat Fiona jangankan aku cuma dicemberutin bahkan diomelinpun aku rela. Asal sikap mendiamkan akunya segera berakhir dengan khusnul khatimah, lalu menjadi teman baik untuk saling isi mengisi dengan jalinan untaian kehidupan yang manis dan harum.
"Ya udah dulu Garo. Kamu kan udah pesan bakso. Dimakan aja dulu nanti keburu dingin."
Garo lalu beranjak menuju ke warung bakso.

"Itu yi yang namanya Garo."
"Saya tahu, kan tempohari pernah diperkenalkan dari jendela nako di ruang belakang."
"Oh iya yah." Tawaku memuji daya ingatnya.
"Asal hati2 ajah kak. Kayaknya justru dia yang ingin beroleh perhatian kakak."
"Iya yi akang faham maksudnya. Justru akang kawatir sikapnya malahan bakal semakin menjauhkan upaya pendekatan akang dari Fiona. Sambil Garo berusaha untuk memanfaatkan akang."
Aku lalu mempersiapkan uang sepuluhribu untuk Garo membeli soto dengan nasi entah bakso yang di KK31, yang Fiona suka juga membelinya dengan dibungkus. Akunya kok menjadi risih sendiri. Tapi klo memang siajeng berhal demikian, sesungguhnya aku punya cara yang Insyallah jauh lebih baik.
"Ada titipan buat Fiona beh?" Tanya Garo menjelang pulang ke kosan. Diiringi satu gadis cilik sekira 4 tahunan. Gadis cilik anaknya bu Ani ini sering ikut minta diajak pesiar,
"Jangan Garo. Nanti aku pikirkan lagi cara yang jauh lebih simpatik bagi jeng Fiona."
Subhanallah. Masak sih selagi aku banyak makanan, masak juga diajengku tengah kekurangan makan??
Seperti saat diajeng pulang menjelang badai itu, klo ternyata lapar mau beli makanan dimana?

Sementara kami mentraktir 13 orang pengamen dangdut keliling yang kedinginan dan kelaparan.
Padahal itulah shadaqoh yang Insyallah afdhal. Memberi makan bagi yang butuh makan. Hatiku sungguh menangis pilu. Subhanallah, sejahterakanlah kehidupan diajeng Fiona yang kusayang.
Padahal penampilan keseharian diajeng Fiona jauh dari kesan yang digambarkan seperti begitu.
Makanya sering timbul pertanyaan klo mengingat segala ceritera Garo perihal jeng Fiona.
Semasa Desember 2005, Garo ini paling bokis ngajak belanja makanan kering seperti Beng-beng atau cookies atau Nescafe Mix ke Toserba, katanya ilmu pikat Lampung klo cinta sama seseorang belilah hatinya dengan makanan yang masuk ke perutnya. Asal rela meskipun dia tak tahu siapa yang membeli kannya. Klo aku sekedar mengantarkannya agar dianya tidak curiga. Namun ketika kebutuhan "Fiona" meningkat kepada uang buat bayar kost, klo memang cinta Fiona buktikan dengan cincin berlian yang diukurkan aja di jari Garo. Fiona juga lagi butuh pinjaman Laptop Toshiba. Belikan aja beh murah ini cuma 27juta. Titipkan sama aku, nanti aku seolah olah meminjamkannya. Garovaaaa, Garo. Apa dia pikir klo lelaki tuwa lagi jatuh hati terpesona itu lantas menjadi dungu kayak anak kerbau yang haus kepingin netek ya? Lantas nurut aja dituntun buat dibawa ke penjagalan buat digorok.

No comments: