Wednesday, October 15, 2008

Yuni

Yuni



Sebetulnya 3 bulan yang lalu aku seringkali duduk di anjungan rohto, disaat gadis tinggi semampai berkulit kuning kemerahan itu melenggang pulang ke Menaragading. Aku juga suka wrajin aja menyapanya, karerna wajah yang friedly dan akrab itu meski kikuk tampak selalu tersungging senyuman manis di wajahnya.
"Selamat sore. baru pulang..." Sapaku disekira jam 15.45 an.
Sigadis itu kadang menjawab verbal tapi lebih banyak dengan senyuman diam.

Dianya pernah juga datang ke wartel buat menelepon, sayangnya wartel lagi rusak. Dan hanya sekali itu aku melihatnya datang ke wartel, klo ke warnet seingatku malahan gak pernah. Seterlah itu ;lama sekali aku gak mpernah melihatnya lagi.

Ndilalah, malam ini dia datang ke warnet bersama teman2nya. Ketika dianya baru duduk di pc #5, aku langsung menyapanya, "kemana aja udah lama gak kelihatan?" Hehe sigadis tampak heran. Tapi segera kusambar aja, "baru pulang mudik ya?"
"Nggak kok pak. saya mudiknya waktu puasa."
"jadi lebaran sudah disini lagi?"
Iya pak." Tawanya dengan roman yang mulai cerah.

Tak lama dara itu mendatangi meja kasier. lalu mengacungkan lengannya yang sempat kuperhatikan langsing cantik, dengan kulit beningnya. Jemari dan telapak tangannya tampak sehat dan halus hangat.
"Pak saya mengucapkan selamat lebaran. Mohoin maaf kalau saya banyak kesalahan kepada bapak."
"Lho kesalahan apa? kamu gak punya sa;lah apa2 kok."
"Bukan pak  kan saya sering liwat didepan bapak disaat bapak tengah duduk disana." Tunjuknya keraha anjungan rohto.
"Wah nggak ah. Tapi terimakasih, bapak terima salammu dengan hangat ya." Senyumku seraya menatapi wajah dan lehernya yang tampak mungil. "Tapi maaf, klo melihat bentuk lehermu kamu agaknya terkena gangguan maag ya."
"Wah rupanya bapak bisa meraba hati orang ya. Tapi saya gak menderita gangguan maag kok pak. Kecuali klo lagi puasa, saya menelan promag buat berjaga jkaga aja."
"Bapak biasa menerima curhat apa aja kok. Lalu memberikan perawatan dengan metoda akkupressur." Lalu kumemintanya buat memperlihatkan telapak tangannya. Kugenggam sesaat lalu kutatapi. "Nggak ah kamu gak ada gangguan alergi, tapi bapak yakin kamu memang ada gangguan maag. Umumnya karena telat makan dan gangguan pikiran."
Duh tatapan gadis Cilacap 20 tahun itu tampak mengheraniku.
"Duh kamu juga kekurangan haemoglobin. Makanya kamu sering kedinginan." Seruku seraya meneliti mahkota kuku jemari tangannya.
"Iya pak, klo ;lagi sakit saya suka menggigil." tatapnya.

"

Gak terbayangkan betapa cantik langsatnya dara itu.




Seminggu yang lalu dara berkaus coklat susu dengan panties bermudian kotak ini masuk lalu duduk di pc#5.  Ketika meliwatiku rasanya aku kenal dengan sosok, raut dan senyuman manisnya. Kemudian dianya duduk sambil bersila diatas kursi roda berjok merah. Buih, berkali kutatapi sosok eloknya seraya akunya rajin aja mengelusi putih tungkainya yang elok. Hari dah malam sekira jam 22, mataku dah berat kepingin segera merebahkan diri. lalu operasionil kuserahkan kepada Adel.

Dua hari kemudian sekira jam 22.02 dianya datang lagi bersama teman wanita dan teman co yang bergaya gay. Dianya duduk di pc #5, teman co di pc #4 sedang teman wanitanya di pc #15. Gileh, kulit langsat berjins hitam itu seronok betul di blus hijau metaliknya. Ketika duduk itu belahan dadanya tampak rendah, sehingga keelokan tepi dadanya tersembul mengkesiapkan. Selesai buka email, teman cowoknya mendekati konter kasier. Lalu diambilnya gitar akustik yang tersedia dan dipentilinya senarnya dengan irama yang eman halus.
"Boleh saya pake gitarnya ya oom." Tawanya menatapiku.
"Hehe, silahkan aja memang sengaja disediakan buat dipetik kok." Tawaku renyah.
Tak lama sicantik juga selesai dengan  pc lalu duduk menjajarinya dikursi tunggu. Si cowok segera bangun dengan  rupa jengah, dan sidara dengan agak manyun lalu duduk mencangkung sambil lengan langsat cantiknya memeluk dan mementili gitar tanpa nada.

Ditengadahkannya kepala dan tatap mata kami bentrok ketika dia mengangkat wajahnya kearahku yang sambil berdiri menatapinya.
"Kenapa pak?" tanyanya sambil senyum yang memperlihatkan bundar lingkar bibir yang ranum.
"Weh ternyata neng juga suka main gitar ya. Sayang hatinya lagi jalan kemanaaaa gituh."
"Wah bapak bisa aja. Nggak kemana mana kok pak."
Tak lama temannya selesai, lalu teman co mebayar sejumlah 18.300 buat mereka bertiga. Diluar yang co ke selatan, sedang sidara dan temannya kearah Utara. Ketika ku jejaki ternyata keduanya masuk ke Menaragading.

Semalam yang cowok datang lagi berharudum sweater dengan tutup kepala yang dipakai. Huh, apa gak matak gerah tuh, klo bukannya sekedar mode aja mah? Tak lama sidara elok itu datang menyusul seraya melontarkan senyum manis dan sedikit kerling kepadaku. Sidara lalu menjajari si cowok samnbil tangan kirinya merangkul pundak sicowok. Aku yang duduk menatapi tungklainya yang kembali berbalut panties bermuda cokleat susu itu, tak puas2 memandangi bulatan dengkul dan betisnya. Pandanganku juga luruh sampai ke jemari kakinya. Udahan 10 jemari tangannya yang mulus dan lentik itu teramat menggugah selera.

Tapi sesaat sidara mengintip wajahku seraya tersenyum manis diraut wajahnya yang bergaris kearaban itu. Orang Sunda umumnya bilang Kauman.. Wah aku poatang nih. Weh agaknya sidara memang sadar betul klo aku sering menatapi sosoknya yang indah itu. Aku sudah siapkanm kamera buat memintanya untuk diambil pics nya.

Monday, October 06, 2008

Intan



Selagi abah merenungi reaksi posting pamitan di Goodreads yang sempat menbuat mataku basah. Disekira jam 2045 masuk satu  sosok gadis langsing kuning cantik temannya Ade. Intan.
"Halo beh." Tawanya seraya menyalamiku. "Maaf lahir bathin ya beh."
"Selamat hari raya Lebaran ya Intan. Maafin babeh lho suka rajin godain Intan." Senyumku.
Wajah yang manis itu tampak lesu, saat menaruh satu box kardus kecil di konter kasier.
"Intan baru pulang kerja atau pulang mudik nih?"
"Iya beh baru pulang nih. Mana dah 2 hari gak tidur."
"Dari Yogya?"
"Iya beh. Ini ada sedikit oleh2 buat babeh." Tawanya.
"Hehe makasih ya Intan. Ini tentu  bakpia patuk ya." Senengnya aku merasai lagi bakpia, setelah di tahun 2002 dibawain keluarga Retno Haniani dan di 2007 lalu dibawain oleh neng Wiena yang baru pulang melaksanakan tugas profiling kantor ke Jogya.
"Iya beh. Bakpia patok."
"Kok patok sih? Patuk. Kan produksi rumahan warga di jalan Patuk."
"Patok beh." Tawanya. Dah dulu ya beh. Intan nguantuk banget nih." Resahnya.
"E-eh klo mau langsung tidur, Intan kesini dulu." Godaku.
"Apaan sih beh?" Tengoknya. Dan aku langsung menunjuk ke tengah pipi kiri yang jambrosan.
"Wah sibabeh mah." Tawanya sembari merengut dan langsung balik ke Menaragading.

Okta



Duh hampir aja lupa, klo beberapa waktu yang lalu di malam Ramadhan 1429H ini. Sekira jam 20.15 selagi duduk2 dianjungan rohto bersama Evan, melintas satu sosok ayu yang sempat ditanyakan Evan, "Babeh kenal gak cewek yang mau liwat itu?" Buat menengok ke belakang tentunya abah risih buat jaga etika dan tatakrama. "Yang mana Van?" Tanyaku. "Itu yang lagi jalan dibelakang babeh." Makanya kutunggu aja toh bakalan liwat ini.

Gak lama, satu sapaan halus datang dari arah belakang menuju ke Menaragading.
"Selamat malam bapak..." Hehe dari gaya jalan dan swaranya tentu nduk Okta.
"Selamat malam nduk Okta. Baru pulang?" Jawabku dengan sapaan standar Raisone.
"Iya bapaaak. Gimana khabar bapak, baik?"
"Alhamdulillah sehat. Nduk sendiri gimana?"
"Alhamdulillah. Saya juga sehat bapak." Tawanya dengan cantiknya.
Iya dari sosoknya yang jangkung kayak model itu, keayuannya menunjukkan kesehatannya. Blouse kaus yang pinky, jeans yang biru mahal dan sendal kenip bertali putih yang membalut kakinya yang indah. Dan tentu saja rambut hitam gompyoknya yang dibiarkan tergerai dibahunya yang punya leher jenjang itu.
"Duh bapak ingat aja masih punya utang janji buat makan malam bersama nduk Okta."
"Iya bapak, tapi kan kita masih banyak waktu." Tawanya mengelak.
Duh kayak apa cantiknya geligi itu dikala mengunyah makanan atau disaat mereguk minuman.
"Mari bapak. Saya pulang dulu."
"Oh mari nduk. Monggo selamat beristirahat ya."
"Iya bapak, terimakasih." Senyumnya seraya melenggang indah meneruskan jalannya.

"Kok babeh bisa kenal dia. Gimana caranya beh?" Bisik Evan seraya mereguki gaya jalan macan lapar itu sampai menghilang dibalik pintu masuk Menaragading.
"Yah Evan. Babeh kan pengusaha warnet wartel." Tawaku, meski gak sembari tepuk dada juga.
"Dah lama kenalnya beh?" Menung Evan dengan masyuknya.
"Lama juga, malahan babeh lagi punya janji buat makan malam bersamanya lho."
"Waaaaahhhh, ajak2 dong beh. Klo sama dia mah Evan juga mau tuh. Tau gak beh, asal dia liwat selalu menjadi obyek tatap kagum kami bertiga, Evan Ade Fatrah. Pokoknya asal dia liwat, sepenting apapun obrolan kami bertiga, kami tentu terdiam. Sambil ngebayangin apa yang ada di pikiran cewek yang bermuka dingin itu. Sungguh baru sekali ini Evan melihat tertawanya."
"Husss kamu mah. Inginnya sih dia jatah babeh. Umurnya 27, sedangkan kalian belum 23. Gak nempil dong. Jangan lupa lho, babeh sayang dia." Godaku.
"Lho kok babeh sih?" Plongonya entah apa yang dia bayangin saat itu.
"Dia gadis yatim sejak umur 2 taun Van. Babeh kagum sama ibunya yang gak nikah lagi. Tadinya dia kerja sebagai liaison-officer satu hotel negara di Jogya. Sekarang dia kerja di hotel swasta di kawasan Kuningan. Makanya klo pulang malam2 begini. Dah cape, en tentu klo boleh babeh bisa merawatnya dengan sebaik2nya tuh. Perlu nohapenya gak Van?" Godaku sambil meninggalkannya karena ada pelanggan yang mau membayar. Hehe, bandot muda yang lagi nunggu saat2 wisuda S-1 Fikom itu jatuh tercenung dalam diam.