Wednesday, December 20, 2006

'Hard-disk error'


jam 21.55, selagi duduk2 ngadem di beton rohto dari kejauhan tampak sesosok langsung berbusana atasan pink tua dan bawahannya pantalon gelap. Kuduga Tanti yang baru pulang kerja. Dah kusiapkan pertanyaan untuk sekedar menggodai dan menanyakan khabarnya.
"Baru pulang Tanti. Mana pc nya kapan bisa dijemput?"
Gadis Kebumen yang jangkung 167 dan langsing 47 yang punya senyumannya mirip Dian Sastro itu, kemarin dulu disaat pulang malam bilang klo dia butuh teknisi komputer. Karena pc nya setiap di Start pada layar monitor selalu muncul pesan 'Hard-disk error'. Wandi siap jemput dan Ade juga siap periksa dan ambil tindakan lanjutan. Agar Tanti bisa make buat kerjakan PR nya.
Namun tatkala sosok itu semakin mendekati posisi dudukku, tampak disebelah kirinya ada juga sosok yang dari gemulai langkahnya, dialah Fiona. Sambil jalan mereka tampak sambil bercakap2. Aku yang biasanya menghindari pertemuan, sekali ini enggan bangun buat kembali menatapi pesonanya yang gak pernah bisa terlupakan dengan jalan apapun juga. Fiona memang karismatik kok. Rambutnya yang mulai tampak sebahu diikat dibatas kepalanya. 2 bilah rambut kening tampak berjuntai dengan manis kesisi sisi kepala mungilnya. Dikenakannya kemeja hitam yang bagus jatuhnya ke pantalon beige yang pas ke tungkainya dan memperlihatkan bentuk paha yang bulat kekar tanda femina ini masih rajin senam. Tangannya kirinya menjinjing tas belanja yang kayaknya dari Sogo.
Selintas melintasi posisi dudukku, gak tahan aja buat menahan diri buat gak meliriki sosoknya meski dengan ekor mata kiri juga. Namun tatkala melihat gerak jemari kakinya menari dijendela selopnya terpaksa deh kupalingkan kepala kekiri. Senang dong melihatnya menapaki jalanan dengan tenang dan anggun. Gak kayak klo lagi 'hard-disk error' sorot matanya suka tampak beringas bikin hatiku menjadi sedih dan menyayangkannya. Klo kata orang Pekalongan mah, "Eman eman." Gituh.

Monday, December 11, 2006

Trauma juga sih, takut wajah endah jadi berbadai.


Jam 17.30 selagi duduk dibeton sambil merokok dan menunggu posting blogger terkirim. Ke arah Menaragading tampak satu sosok indah langsing berjalan dengan tenang kearah aku duduk. Kiranya jeng Fiona yang melangkah dengan tenang dan wajah menunduk. Busananya blus gandola pastel dipadu dengan gaun hitam berkibaran, Kuning putih kakinya bertumpu pada sepasang selop hitam yang elok. Namun karena ingat dengan pengalaman seram memandang penampakan sorot mata robotik. Maka aku gak berani lagi memandangi pesona wajah itu. Takut aja mana sayang banget klo penampakan seperti itu berulang lagi. Makanya aku kabur aja kedalam warnet. Menatapi gemulainya dari balik kaca warnet, nyesel juga sih benakku. Meski aku mungkin berkesempatan menyapanya lagi. Entah juga ada perubahan sikap yang bakal melahirkan seulas senyum teramat manisnya setelah berbincang dengan Etty. Mana tahu bukan? Tapi mana tahu juga dengan sikapnya yang bisa saja malahan seketika menjadi beringas. Waaahhh dah.

Menaragading. dari Nike sampai Etty.


"Wahai Hyang Jagad Dewa Nata (begitulah kira2 doa lutung kasarung), hamba punya tiga bebajikan hari ini, Klo kuceriterakan semoga akan menjadikan aku manusia kembali ya Mbaaaah." Kayak Sihono.
Hehehe dah gila kalih aku. Tapi iya kok rasanya ada kisikan didalam hati agar aku menceriterakan nya saja. Manatahu ada manfaatnya buat satu bikang mempesona di leuweung Menaragading.

Satu.
Pagi Shubuh tadi aku kirim sms ucapan selamat ulang tahun buat neng Nike. Jawabannya bukan sms tapi disore hari aku melihat senyuman sungguh manis terkembang dari balik kaca turun sendiri dari frame jendela Katana. Sambil berujar, "Makasih. makasih." saat kuungkapkan ucapan selamat kepadanya. Mana temannya (pacarnya?) bilang ginih, "Selamat malam pak. Makasih." Ujarnya sembari manggut2 dibalik roda kemudi. Lalu roda Katana kembali bergelindingan kearah Menaragading.

Dua.
Tadi sore dari dalam ruang warnet aku melihat satu sosok khas melintas dibonceng motor. Rasanya sih dia. Hebat banget daya magis dan magnetnya, sampai tanpa sadar kakiku melangkah melalui pintu kaca lalu ke lobang pintu gerbang. Iyalah biar lebar rumah gak sampai 5 meter itu asal make pager besi tentunya dah boleh dong klo jalan masuknya kusebut gerbang. Habis mau siapa lagi coba yang akan mengapresiasi lubang jalan masuk karena pintu besinya yang selebar 2x 60 senti itu dah pada dicopot lalu disimpan (sementara) dibalik kamar mandi dengan wc duduk bernuansa biru itu. Iya sih memang dia Fiona digonceng sama Yana yang baru nyupir motor bebek Yamaha merah darah. Dari sejarak sampai gerbang utama Menaragading, Fiona tampak bening segar kayak yang baru mandi sore. Busana nya berwarna biru denim beraksen gelap kelabu tampaknya sederhana banget namanya juga lagi dirumah. Tapi penampakannya dengan rambut diikat itu aksennya Pekalongan malahan semakin mancur. Dengan shabar motor yang tadinya kukira ojek itu ditungguinya sambil memegang handel gerbang yang telah dibuka lalu menatapi motor yang masuk ke halaman penjemuran Menaragading.

Tiga.
tadi sekira jam 22 setelah warnet tutup, aku dan Wandi ngawangkong sambil duduk berhadapan di bangku beton depan pager melinger kayak ular hitam gepeng. Tadi temannya Maman datang kemari mau ngetik, Tapi dianya bingung tak terbiasa ngetik. lalu pencet hape lalu bicara sama Lina dengan menggunakan Loud Spk. "Jadi Wandi ikut nguping semua pembicaraan Etty dengan Lina. Cuma gak tahu Lina yang mana?" Aku mendengarkannya dengan saksama. Iya klo dengar Menaragading disebut aku lantas aja mendengarkan dan memperhatikan dengan se saksama2 nya.
Lalu Etty yang kukenal waktu Ayi Maman mengoperasikan Rumah Makan Sunda Parahyangan itu sedari awal Maret sampai akhir Juni 2006 lantas saja bicara dikuping Wandi.
"Lin gue mau ngetik nih tapi nggakl bisa. Panggilin Fiona dong buat nemenin."
"Emangnya elu dimana?"
"Di warnet sebelah."
"Kan diatas ada laptop?"
"Nggak ah gua pengen ngadem disini. Makanya panggilin dong Fiona biar dia bantu ngetikin."
"Iya deh ntar gue bilangin."
"Iya gue tunggu nih jangan lama2 ya."

"Tapi karena siajeng Fiona lama gak datang2, akhirnya Etty pulang dan tidak kembali."
Kata Wandi menutup kisahnya sambil berdiri buat ngandangin Thunder125. Kurang ajar banget motor Suzuki ini. Dianya aja barunya cuma 12 juta Rupiah. Masa kandangnya yang harga sekennya aja 400 jutaan. Iya sih aku juga kenal Etty tapi sebatas wawuh munding aja. Klo jumpa saat melintasi warnet dan kebetulan akun lagi ada didepan, kami saling angguk sambil saling mengucapkan "Selamat pagi/siang/sore/malam." Silahkan pilih sendiri multiple-choise ini sesuaikan dengan saatnya.
Tapi sampai saat ini kami gak pernah sampai ngobrol. Meskipun aku jadi kepingiiiiiiin banget. Setelah disuatu Minggu sore Etty melintas bertiga bersama jeng Fiona mau membeli makanan.

Gak tahu juga deh, klo sekarang Etty jadi tahu klo aku pernah bikin dosa yang tak termaafkan Fiona. Buktinya sejak 15 Okt 2005 dianya entah marah entah benci entah jijik kepada gigiku. Padahal akunya dah berkali mencoba menyapanya klo perlu mempet dia saat lagi beli soto daging dulu. Buatku asal dia kasih senyum langsung aja, maka segala masalah dengannya akan beres. Aku juga pernah kirim pesan indirek melalui teman kos selantainya, "Klo Fiona mau akan aku ciumi kakinya asal dianya mau menjelaskan apa masalah diantara kita dan apa salahku" Namun Dhani segera saja memitesku, "Jangan lah pakcik sampai menciumi kaki mbak Fiona segala kalo hanya buat memperbaiki hubungan dan keadaan. Pakcik ini sosok yang kuhormati ilmunya lho." Tegasnya kereng. Iya sih. Meski bisa juga klo jeng Fiona memandangku cuma sebangsa lutung kasarung doang.

Tuesday, December 05, 2006

Via, Astri, Yuli.





Ada aja harapan akan garapan baru.
Sekali ini dari para jeng putri Purwakarta.
Apalagi klo bukan konsultasi masalah gangguan emosi.
Kebetulan gejala ini terjadi dikelas sosial manapun.
Padahal gak salah dari segi profesi dan kesejahteraan.
Makanya jaga dan rawat sehat bersih lahir bathin itu.
Tadinya sekalian aku siapkan jiwa raga buat terima curhat.
Tapi malahan aku yang banyak curhat ka neng Astri kok.

Sunday, December 03, 2006

Kitty Wonosobo

Maaf kusebut nama Kitty karena selain aku belum tahu namanya juga sikapnya gadis berkulit mentega itu kian sedap dipandang mata dalam gerak lungguh namun lincah itu. Kemarin tatkala tengah duduk2 di depan, Kitty melintas lagi sambil menjinjing bungkusan kantong kresek agaknya sehabis beli makanan.
"Lagi gak kerja ya non?" Sapaku sambil menatapi kuntum senyum yang merekah namun rona wajahnya memerah kemalu2an manakala menjawab, " Iya pak. Lagi libur.". Gaun beige nya tertata lurus rapi membalut tungkainya. Dia mengenakan blus gelap coklat kehitaman yang kontras dengan kulit lengannya. Tentu saja telapak kakinya yang bersandal teple itu semakin sedap kupandang. Siang tadi dari balik kaca warnet dianya tampak melintas lagi menuju ke kosannya. Kali ini dianya mengenakan busana terusan kuning gading yang menampilkan sosok yang kian cemerlang. Sekilas dianya tampak melirik kearah warnet. Subhanallah, entah juga klo dianya mencari sosok yang senang menyapanya. Kutatapi geraknya sampai dianya berbelok ke pintu kosan. Tapi rasanya dianya menoleh juga ke kanan.
Tapi entahlah karena jarak pandang langsung itu tentunya lebih dari 50 meter. Manatahu juga sih.

Friday, December 01, 2006

Mimik android entah pandangan robotik.


Beberapa waktu yang lalu seorang gadis manis pernah datang ke wartel. Katanya mau menelepon ke luar kota. Gadis itu sudah lama menjadi perhatianku karena sikapnya dan langkahnya yang tenang manakala dianya pulang atau pergi kerja melintasi lokasi Raisone. Aku juga suka memandangi gerakan jemari kakinya yang selalu tampak bersih dan terawat itu. Makanya aku lantas saja menawarkan untuk ikut menggunakan telepon warnet klo memang tujuannya penting. Tapi dianya mengelak karena tujuan meneleponnya juga gak penting. Beberapa hari yang lalu gadis ini yang penampilannya kian mancur dengan mengenakan gaun terusan kuning gading yang kian menampilkan keelokannya melintas di sore hari setelah menggodai gadis cilik anak tertangga. Dia tersenyum lebar manakala kugodai, "Suka sama anak ya non."
Malam ini ketika aku duduk mencangkung di bangku semen, dianya juga melintas mengenakan gaun pisahan dan bersandal teple. Kusapa aja sambil mengingatkan lain kali dianya kupersilahkan klo mau menggunakan telepon untuk keperluan penting misalnya memberi khabar ke keluarga. Sambil berhenti sesaat dianya menjelaskan apa yang dilakukan untuk menelepon saudaranya itu. Lalu banyak bertanya perihal pengetikan di warnet, tarif Internet dan jumlah komputer yang tersedia.
"Banyak ya." Tatapnya ketika kusebutkan 10 dari 15 yang direncanakan. Lalu dianya menanyakan jam buka, untuk kemungkinan dianya datang di siang hari. Dengan akrab gadis Wonosobo itu mohon diri.

Jam 20.38 ketika ingatanku kepada siajeng, apakah sudah sembuh atau tengah beristirahat di kamarnya. Dari kejauhan tampak sosok jangkung menuju kearahku. Makin lama dadaku kok bergetar. Manakala kutegasi bahkan aliran darah serasa berdesir kewajahku. Subhannallah ternyata siajeng yang melangkah dengan tenang entah masih lesu. Kuingin ambil kesempatan ini untuk menyapanya karena jarang betul berkesempatan berjarak sedekat ini. Namun tepat dibelakangnya tampak sosok teman sekosannya berjalan seiring ke menara gading. Mana melihat mimik android dan sorot mata robotiknya. Niatan itu kuurungkan saja. Gak tahu juga kan klo diajeng tengah merasa lelah atau apapun yang sekiranya bakal mengganggu perasaannya. Entahlah klo masih ada kesempatan lain kali mungkin lebih baik. Biarlah tertunda niat baik ini daripada bakalan menjadi prahara baru yang akan semakin memperparah perasaan dan emosinya. Kentara dong orang yang lagi terkenan gangguan emosi. makanya kudu tahu diri lah jangan maksa nanti tambah malu hati.