Saturday, March 11, 2006

Launching memoar Jenderal M. Jusuf.


Subhanallah. Ternyata Taufik Surubeng ini gak main2 ya. Pengakuannya klo aku dosen orasinya, penulis dan aktivist Burma dibuktikannya di 6 Maret 2006 dengan datangnya buku berjudul Maung Maung dan buku U Than of Burma. Ditambah satu undangan dari Panitya Peluncuran Memoar Jenderal M. Jusuf pada hari Jumat 10 Maret 2006 di Puri Agung Hotel Sahid Jakarta yang diketuai Bapak Mar'ie Muhammad.
Meski aku datang sederhana saja, mana cuma make batik hitam bermotif kantil kuning pucat yang dibeli adikku Suhud di Jogya pada 2000, mana berpantalon biru dongker dengan sepatu boot quarter hitam. (Saking gak pede sempat sms ke Garova minta pendapatnya dan klo bisa minta saran ke jeng Fiona. Tapi gak dijawab tuh.) Mana kepala dibiarkan plontos tanpa peci, mana naik ojek dari KK30 ke Sahid. Untungnya atas saran Taufik, jenggotku sempat dicukur bersih. Klo bercermin perasaan sih masih rada ganteng juga, meski klo nekad menyapa masih tetap dicemberutin entah dimanyunin oleh jeng Fiona. Kepingin tahu klo cuma 2an saja di hutan, masih berani manyun gak yah?

Selagi shalat Maghrib, hape sempat berkuing tanda ada panggilan masuk. Ternyata dari Taufik. Selesai shalat baca doanya sambil pakai sepatu dan berjalan ke pangkalan ojek. Lalu manggil Taufik kasih tahu keberadaan. Tadinya sih mau pakai taksi, tapi kupikir Jalan KH Mas Mansyur tentu macet. Mana hari terakhir manatahu dah ada yang kebelet kepingin ngompol diluar kota.
Untung juga pakai ojek yang gesit dan dalam 10 menit sudah sampai ke pintu depan Sahid. Atas petunjuk petugas aku lalu potong kompas lobby hotel menuju ke arah belakang. Disana sini ada beberapa kelompok berbatik terutama para senioren yang ditangannya tersandang surat undangan seperti yang kupegang. Tentunya dengan maksud untuk memudahkan proses pemeriksaan entrance. Maklum saja karena akan dihadiri oleh para penyelenggara Negara dan para Menteri Kabinet juga oleh MJK dan SBY. Taufik datang menjemput lalu melalui gerbang elektronik maximum-security, kemudian naik tangga ke lantai 2 yang disambut oleh hidangan makan malam ala buffet. Sambil berdiri aku makan 2 centong nasi sedikit bihun sejumput goulash dan ayam balado. 2 iris semangka air juga kujumputkan ke piring biar makan terasa lebih eman (enak nyaman). Selesai makan lalu beranjak kedalam menuju deretan kursi berbungkus kain kafan, setelah membiarkan kartu undangan diberi coretan marker merah sebagai tanda telah menerima bingkisan buku memoar. Aku duduk di rei ke 7 kolom 1 sederet dengan Ibu Aisyah Amini dan Fahmi AR Pane dari DPD Sumatera Utara. (MPR terdiri dari DPR dan Dewan Perwakilan Daerah sejak 1 Oktober 2004.) Hehehe, penulis Atmadji Sumarkidjo ini memang luarbiasa, sejak kata pertama di halaman vii mataku langsung lengket di halaman2 berikutnya.
Sadar klo disebelah kiri ada anak muda yang memperhatikan aku lalu jeda sesaat. Memperkenalkan diri sebagai penulis emanrais dan pemerhati sosial dan aktifis kampanye demokrasi Burma, seperti yang tertulis di kartu undangan saja (Huh Taufik, paling bokis deh luh.) Kok aku ditanya apa dari Angkatan Bersenjata juga. Lha ndak toh mas, apa karena aku make pantalon biru dongker dengan sepatu boot ya? Jangan2 aku dikiranya Panglima AURI juga. Huh, aku kok gak sadar sih klo aku lagi berkesempatan inkredebel bisa berada dilingkungan puncak para legislator dan para eksekutor.
Aku gak minder kok meski heran aja, tapi gak membuatku seperti celeng masuk kampung deh.
Alhamdulillah aku masih mampu memperaktekkan seperti apa yang tertulis di buku peribahasa, semasa bersekolah di SR No. 20 Jl. Asem Lama (Jl. Wachid Hasyim) Jakarta tahun 1957 dulu.
"Di kandang kerbau menguak, di kandang kambing mengembik."
Kepingin juga sih sesekali bertindak kayak predator,
"Dikandang kambing mengaum."
Kayak harimau yang masuk kandang kambing lalu mengaum karena kekenyangan.
"Life is so many splendered things." Seperti lantunan swara emasnya Conny Francis yang eman.

No comments: