Wednesday, December 20, 2006

'Hard-disk error'


jam 21.55, selagi duduk2 ngadem di beton rohto dari kejauhan tampak sesosok langsung berbusana atasan pink tua dan bawahannya pantalon gelap. Kuduga Tanti yang baru pulang kerja. Dah kusiapkan pertanyaan untuk sekedar menggodai dan menanyakan khabarnya.
"Baru pulang Tanti. Mana pc nya kapan bisa dijemput?"
Gadis Kebumen yang jangkung 167 dan langsing 47 yang punya senyumannya mirip Dian Sastro itu, kemarin dulu disaat pulang malam bilang klo dia butuh teknisi komputer. Karena pc nya setiap di Start pada layar monitor selalu muncul pesan 'Hard-disk error'. Wandi siap jemput dan Ade juga siap periksa dan ambil tindakan lanjutan. Agar Tanti bisa make buat kerjakan PR nya.
Namun tatkala sosok itu semakin mendekati posisi dudukku, tampak disebelah kirinya ada juga sosok yang dari gemulai langkahnya, dialah Fiona. Sambil jalan mereka tampak sambil bercakap2. Aku yang biasanya menghindari pertemuan, sekali ini enggan bangun buat kembali menatapi pesonanya yang gak pernah bisa terlupakan dengan jalan apapun juga. Fiona memang karismatik kok. Rambutnya yang mulai tampak sebahu diikat dibatas kepalanya. 2 bilah rambut kening tampak berjuntai dengan manis kesisi sisi kepala mungilnya. Dikenakannya kemeja hitam yang bagus jatuhnya ke pantalon beige yang pas ke tungkainya dan memperlihatkan bentuk paha yang bulat kekar tanda femina ini masih rajin senam. Tangannya kirinya menjinjing tas belanja yang kayaknya dari Sogo.
Selintas melintasi posisi dudukku, gak tahan aja buat menahan diri buat gak meliriki sosoknya meski dengan ekor mata kiri juga. Namun tatkala melihat gerak jemari kakinya menari dijendela selopnya terpaksa deh kupalingkan kepala kekiri. Senang dong melihatnya menapaki jalanan dengan tenang dan anggun. Gak kayak klo lagi 'hard-disk error' sorot matanya suka tampak beringas bikin hatiku menjadi sedih dan menyayangkannya. Klo kata orang Pekalongan mah, "Eman eman." Gituh.

Monday, December 11, 2006

Trauma juga sih, takut wajah endah jadi berbadai.


Jam 17.30 selagi duduk dibeton sambil merokok dan menunggu posting blogger terkirim. Ke arah Menaragading tampak satu sosok indah langsing berjalan dengan tenang kearah aku duduk. Kiranya jeng Fiona yang melangkah dengan tenang dan wajah menunduk. Busananya blus gandola pastel dipadu dengan gaun hitam berkibaran, Kuning putih kakinya bertumpu pada sepasang selop hitam yang elok. Namun karena ingat dengan pengalaman seram memandang penampakan sorot mata robotik. Maka aku gak berani lagi memandangi pesona wajah itu. Takut aja mana sayang banget klo penampakan seperti itu berulang lagi. Makanya aku kabur aja kedalam warnet. Menatapi gemulainya dari balik kaca warnet, nyesel juga sih benakku. Meski aku mungkin berkesempatan menyapanya lagi. Entah juga ada perubahan sikap yang bakal melahirkan seulas senyum teramat manisnya setelah berbincang dengan Etty. Mana tahu bukan? Tapi mana tahu juga dengan sikapnya yang bisa saja malahan seketika menjadi beringas. Waaahhh dah.

Menaragading. dari Nike sampai Etty.


"Wahai Hyang Jagad Dewa Nata (begitulah kira2 doa lutung kasarung), hamba punya tiga bebajikan hari ini, Klo kuceriterakan semoga akan menjadikan aku manusia kembali ya Mbaaaah." Kayak Sihono.
Hehehe dah gila kalih aku. Tapi iya kok rasanya ada kisikan didalam hati agar aku menceriterakan nya saja. Manatahu ada manfaatnya buat satu bikang mempesona di leuweung Menaragading.

Satu.
Pagi Shubuh tadi aku kirim sms ucapan selamat ulang tahun buat neng Nike. Jawabannya bukan sms tapi disore hari aku melihat senyuman sungguh manis terkembang dari balik kaca turun sendiri dari frame jendela Katana. Sambil berujar, "Makasih. makasih." saat kuungkapkan ucapan selamat kepadanya. Mana temannya (pacarnya?) bilang ginih, "Selamat malam pak. Makasih." Ujarnya sembari manggut2 dibalik roda kemudi. Lalu roda Katana kembali bergelindingan kearah Menaragading.

Dua.
Tadi sore dari dalam ruang warnet aku melihat satu sosok khas melintas dibonceng motor. Rasanya sih dia. Hebat banget daya magis dan magnetnya, sampai tanpa sadar kakiku melangkah melalui pintu kaca lalu ke lobang pintu gerbang. Iyalah biar lebar rumah gak sampai 5 meter itu asal make pager besi tentunya dah boleh dong klo jalan masuknya kusebut gerbang. Habis mau siapa lagi coba yang akan mengapresiasi lubang jalan masuk karena pintu besinya yang selebar 2x 60 senti itu dah pada dicopot lalu disimpan (sementara) dibalik kamar mandi dengan wc duduk bernuansa biru itu. Iya sih memang dia Fiona digonceng sama Yana yang baru nyupir motor bebek Yamaha merah darah. Dari sejarak sampai gerbang utama Menaragading, Fiona tampak bening segar kayak yang baru mandi sore. Busana nya berwarna biru denim beraksen gelap kelabu tampaknya sederhana banget namanya juga lagi dirumah. Tapi penampakannya dengan rambut diikat itu aksennya Pekalongan malahan semakin mancur. Dengan shabar motor yang tadinya kukira ojek itu ditungguinya sambil memegang handel gerbang yang telah dibuka lalu menatapi motor yang masuk ke halaman penjemuran Menaragading.

Tiga.
tadi sekira jam 22 setelah warnet tutup, aku dan Wandi ngawangkong sambil duduk berhadapan di bangku beton depan pager melinger kayak ular hitam gepeng. Tadi temannya Maman datang kemari mau ngetik, Tapi dianya bingung tak terbiasa ngetik. lalu pencet hape lalu bicara sama Lina dengan menggunakan Loud Spk. "Jadi Wandi ikut nguping semua pembicaraan Etty dengan Lina. Cuma gak tahu Lina yang mana?" Aku mendengarkannya dengan saksama. Iya klo dengar Menaragading disebut aku lantas aja mendengarkan dan memperhatikan dengan se saksama2 nya.
Lalu Etty yang kukenal waktu Ayi Maman mengoperasikan Rumah Makan Sunda Parahyangan itu sedari awal Maret sampai akhir Juni 2006 lantas saja bicara dikuping Wandi.
"Lin gue mau ngetik nih tapi nggakl bisa. Panggilin Fiona dong buat nemenin."
"Emangnya elu dimana?"
"Di warnet sebelah."
"Kan diatas ada laptop?"
"Nggak ah gua pengen ngadem disini. Makanya panggilin dong Fiona biar dia bantu ngetikin."
"Iya deh ntar gue bilangin."
"Iya gue tunggu nih jangan lama2 ya."

"Tapi karena siajeng Fiona lama gak datang2, akhirnya Etty pulang dan tidak kembali."
Kata Wandi menutup kisahnya sambil berdiri buat ngandangin Thunder125. Kurang ajar banget motor Suzuki ini. Dianya aja barunya cuma 12 juta Rupiah. Masa kandangnya yang harga sekennya aja 400 jutaan. Iya sih aku juga kenal Etty tapi sebatas wawuh munding aja. Klo jumpa saat melintasi warnet dan kebetulan akun lagi ada didepan, kami saling angguk sambil saling mengucapkan "Selamat pagi/siang/sore/malam." Silahkan pilih sendiri multiple-choise ini sesuaikan dengan saatnya.
Tapi sampai saat ini kami gak pernah sampai ngobrol. Meskipun aku jadi kepingiiiiiiin banget. Setelah disuatu Minggu sore Etty melintas bertiga bersama jeng Fiona mau membeli makanan.

Gak tahu juga deh, klo sekarang Etty jadi tahu klo aku pernah bikin dosa yang tak termaafkan Fiona. Buktinya sejak 15 Okt 2005 dianya entah marah entah benci entah jijik kepada gigiku. Padahal akunya dah berkali mencoba menyapanya klo perlu mempet dia saat lagi beli soto daging dulu. Buatku asal dia kasih senyum langsung aja, maka segala masalah dengannya akan beres. Aku juga pernah kirim pesan indirek melalui teman kos selantainya, "Klo Fiona mau akan aku ciumi kakinya asal dianya mau menjelaskan apa masalah diantara kita dan apa salahku" Namun Dhani segera saja memitesku, "Jangan lah pakcik sampai menciumi kaki mbak Fiona segala kalo hanya buat memperbaiki hubungan dan keadaan. Pakcik ini sosok yang kuhormati ilmunya lho." Tegasnya kereng. Iya sih. Meski bisa juga klo jeng Fiona memandangku cuma sebangsa lutung kasarung doang.

Tuesday, December 05, 2006

Via, Astri, Yuli.





Ada aja harapan akan garapan baru.
Sekali ini dari para jeng putri Purwakarta.
Apalagi klo bukan konsultasi masalah gangguan emosi.
Kebetulan gejala ini terjadi dikelas sosial manapun.
Padahal gak salah dari segi profesi dan kesejahteraan.
Makanya jaga dan rawat sehat bersih lahir bathin itu.
Tadinya sekalian aku siapkan jiwa raga buat terima curhat.
Tapi malahan aku yang banyak curhat ka neng Astri kok.

Sunday, December 03, 2006

Kitty Wonosobo

Maaf kusebut nama Kitty karena selain aku belum tahu namanya juga sikapnya gadis berkulit mentega itu kian sedap dipandang mata dalam gerak lungguh namun lincah itu. Kemarin tatkala tengah duduk2 di depan, Kitty melintas lagi sambil menjinjing bungkusan kantong kresek agaknya sehabis beli makanan.
"Lagi gak kerja ya non?" Sapaku sambil menatapi kuntum senyum yang merekah namun rona wajahnya memerah kemalu2an manakala menjawab, " Iya pak. Lagi libur.". Gaun beige nya tertata lurus rapi membalut tungkainya. Dia mengenakan blus gelap coklat kehitaman yang kontras dengan kulit lengannya. Tentu saja telapak kakinya yang bersandal teple itu semakin sedap kupandang. Siang tadi dari balik kaca warnet dianya tampak melintas lagi menuju ke kosannya. Kali ini dianya mengenakan busana terusan kuning gading yang menampilkan sosok yang kian cemerlang. Sekilas dianya tampak melirik kearah warnet. Subhanallah, entah juga klo dianya mencari sosok yang senang menyapanya. Kutatapi geraknya sampai dianya berbelok ke pintu kosan. Tapi rasanya dianya menoleh juga ke kanan.
Tapi entahlah karena jarak pandang langsung itu tentunya lebih dari 50 meter. Manatahu juga sih.

Friday, December 01, 2006

Mimik android entah pandangan robotik.


Beberapa waktu yang lalu seorang gadis manis pernah datang ke wartel. Katanya mau menelepon ke luar kota. Gadis itu sudah lama menjadi perhatianku karena sikapnya dan langkahnya yang tenang manakala dianya pulang atau pergi kerja melintasi lokasi Raisone. Aku juga suka memandangi gerakan jemari kakinya yang selalu tampak bersih dan terawat itu. Makanya aku lantas saja menawarkan untuk ikut menggunakan telepon warnet klo memang tujuannya penting. Tapi dianya mengelak karena tujuan meneleponnya juga gak penting. Beberapa hari yang lalu gadis ini yang penampilannya kian mancur dengan mengenakan gaun terusan kuning gading yang kian menampilkan keelokannya melintas di sore hari setelah menggodai gadis cilik anak tertangga. Dia tersenyum lebar manakala kugodai, "Suka sama anak ya non."
Malam ini ketika aku duduk mencangkung di bangku semen, dianya juga melintas mengenakan gaun pisahan dan bersandal teple. Kusapa aja sambil mengingatkan lain kali dianya kupersilahkan klo mau menggunakan telepon untuk keperluan penting misalnya memberi khabar ke keluarga. Sambil berhenti sesaat dianya menjelaskan apa yang dilakukan untuk menelepon saudaranya itu. Lalu banyak bertanya perihal pengetikan di warnet, tarif Internet dan jumlah komputer yang tersedia.
"Banyak ya." Tatapnya ketika kusebutkan 10 dari 15 yang direncanakan. Lalu dianya menanyakan jam buka, untuk kemungkinan dianya datang di siang hari. Dengan akrab gadis Wonosobo itu mohon diri.

Jam 20.38 ketika ingatanku kepada siajeng, apakah sudah sembuh atau tengah beristirahat di kamarnya. Dari kejauhan tampak sosok jangkung menuju kearahku. Makin lama dadaku kok bergetar. Manakala kutegasi bahkan aliran darah serasa berdesir kewajahku. Subhannallah ternyata siajeng yang melangkah dengan tenang entah masih lesu. Kuingin ambil kesempatan ini untuk menyapanya karena jarang betul berkesempatan berjarak sedekat ini. Namun tepat dibelakangnya tampak sosok teman sekosannya berjalan seiring ke menara gading. Mana melihat mimik android dan sorot mata robotiknya. Niatan itu kuurungkan saja. Gak tahu juga kan klo diajeng tengah merasa lelah atau apapun yang sekiranya bakal mengganggu perasaannya. Entahlah klo masih ada kesempatan lain kali mungkin lebih baik. Biarlah tertunda niat baik ini daripada bakalan menjadi prahara baru yang akan semakin memperparah perasaan dan emosinya. Kentara dong orang yang lagi terkenan gangguan emosi. makanya kudu tahu diri lah jangan maksa nanti tambah malu hati.

Friday, November 24, 2006

Jeng Fiona mulai sehat.



Selagi menerima telepon dari Sukabumi, jam 1910 dari jendela kasier tampak jeng Fiona melintas menuju ke menara gading. Agaknya sehabis membeli makanan. Syukurlah klo sudah mulai lapar.
Subhanallah, pertanda kesehatannya sudah mulai pulih. Tubuhnya dibalut dengan jaket blue-jean long sleeves itu gaya jalannya masih tampak lesu. Kayaknya mengenakan gaun entah biru atau hitam. Alhamdulillah, jaga sehat dan bersih lahir bathin agar tubuhmu segera kuat kembali ya jeng.

Jeng Fiona sakit.



Semalam jumpa Lina disaat dianya melintas. Dtangannya ada sebuah buku dan sebentuk boneka keramik yang kepalanya bergoyang. Kutimang bonekanya dengan tangan kanan seraya aku menanyakan dimana bisa beli minyak Lavender untuk pengharum ruangan warnet. Lavender itu biasa dipakai sebagai aroma-therapy yang berkhasiat untuk penenangan syaraf dan melemaskan jaringan otot untuk mencapai suasana santai (relaksasi).
"Oh ada beh. Teman aku jual sebegini Rp. 800.000. Asli dari luar negeri."
Jawabnya antusias dengan mata berbinar seraya menangkupkan telapak tangannya sejarak 10 sentian.
"Oh ya? Dulu aku ada teman yang kerja di Spa di Sogo yang melayani pemijatan dan pelayanan aroma therapy. Minyak Lavender dalam kemasan 25 ml saja harganya Rp. 125.000,-" Sergapku.
"Walah mahal banget tuh. Klo babeh mau aku juga ada teman yang menjual minyak Lavender asli buatan luarnegeri Rp. 200.000 seliternya."
Hemmmhhh, mana yang benar informasinya nih? Kok kalang kabut begini.
"Eh beh, Fiona lagi sakit lho." Tatapnya sambil tersenyum. Wah mau ngelaba apalagi nih?
"Waaahhhh, pantesin udah lama gak kelihatan. Sakit apa?" Sergapku.
Iya terakhir lihat diajeng melintas itu sekira hari Rabu sore 14 Nop yang lalu. Saat itu diajeng mengenakan busana gaun coklat susu dengan kemeja toska. Langkahnya gemulai bersendal kuning teple. Diajeng melintas dengan tenang sambil lengan kirinya menenteng tas kulit coklat hitam besar. Kayaknya mau belanja deh. Setelah itu aku gak pernah lagi melihat sosoknya.
"Udah 10 hari sakit panas tenggorokannya sakit."
"Klo diajeng mau aku sebetulnya bisa merawatnya sampai Insyallah sembuh."
"Huh mana dia mau. Dia kan marah ke babeh. Pernah aku sebut nama babeh dia langsung marah. Aku bilang klo gak mau kerjasama sama babeh kan bisa sama anaknya. Tapi dianya gak mau dengar."
"Ya sudah jangan lagi sebut namaku didepannya. Kasihan dia, mana cape, mana jauh dari keluarga. Tentunya marah klo mendengar nama yang mengesalkan hatinya disebut. Dah ke dokter belum?"
"Kayaknya sudah. Tapi obatnya dibelikan temannya. Belikan pizza beh. Dia suka banget sama pizza."
"Klo radang tenggorok ya gak boleh makan yang keras2 dan berminyak termasuk pizza."
"Iya. Tapi dia kan kudu makan." Ketusnya.
"Iya tapi makannya yang lembut2 dulu dan jangan pakai bumbu merangsang. Sambal misalnya."
"Iya tapi klo pizza kan boleh. Udah aja beliin seloyang biar senang hatinya." Bujuknya.
"Coba kamu tanya dulu, mau gak diajeng makan pizza. Nanti aku beliin."
"Klo tahu dari babeh mana mau dia bahkan menjadi marah."
"Ya jangan bikin marah. Kasihan. Aku kepingin menjenguknya bisa gak yah?"
"Wah jangan deh. Nanti dianya marah lagi."
"Atau kasih aku nohapenya nanti aku kirim sms."
"Nanti deh aku usahakan. Tapi ngirimnya jangan make hape babeh." Matanya berkilat.
"Kenapa? Kan dia gak tahu nohapeku?"
"Dia tahu beh. Cuma sekarang dia dah ganti nomor." Wajahnya mencoba membaca wajahku.
Iya sih, sebelum hari Raya Ied aku sempat kirim sms ke 08179957xxx atas nama Fiona Iag yang aku temukan diatas secarik kertas 6 bulan lalu di warnet Raison. Aku gak tahu pasti apakah itu nohapenya. Sms terkirim meski gak pernah ada jawaban. Semasa hari Raya aku kirim sms lagi tapi Report nya Pending lalu Not Send. Sekali lagi 2 minggu yang lalu aku kirim sms menanyaklajn khabarnya. Tapi nasibnya sama, Pending lalu Not Send. Apakah dianya ganti nomor ya? Menungku.
"Dah malam ah beh aku ngantuk." Ujarnya seraya berlalu.
"Titip salamku untuknya semoga cepat sembuh ya."
Lina cuma sekedar membalikkan wajahnya lalu meneruskan jalannya ke menara gading.

Sedih dan prihatin mendengar betapa diajeng sudah 10 hari sakit. Mana sendirian lagi. Untung ada teman2nya yang membantunya. Meski ada juga yang kayaknya mencoba kembali memanfaatkan situasi. Klo saja aku boleh merawatnya, diajeng tentu kuberikan demah dengan handuk basah sepanas mungkin yang bisa ditahannya lalu dibelitkan ke lehernya yang jenjang itu. 2 helai handuk basah lainnya di taruh di pundak dan dada atasnya. Lalu biarkan sampai dingin. Diajeng tentu akan longgar nafasnya, suhunya akan menurun bahkan lalu tertidur pulas. Lebih bagus lagi klo telapak kakinya direndam di air panas sambil diuruti sampai ke dengkulnya. Diajeng nantinya akan bangun dengan rasa laparnya. Aku yakin dengan 3 kali perawatan hydro-therapy saja kesehatan pisik dan psikisnya akan jauh membaik. Subhanallah. Klo saja dan andaikan aku beroleh kesempatan berlian itu.

Raison ke Raisone


Lama sekali rasa gak pernah sempat isi blog ini. Padahal klo nuruti kata hati tentunya kangen berat isi diary akan apa yang terasa akan sosok dan penampakan jeng Fiona. Namun karena sejak akhir Juni 2006 keberadaan CV Raison di Jl Kebon Kacang XXX No. 20 sudah berakhit eksistensinya. Maka kemudahan warnet pun berakhir sudah. Ada sih pada Juli dan Agustus sempat mampir ke warnet di Jalan Borobudur Tangerang, namun 3-5 jam duduk didepqan pc agaknya tak cukup buat merambah dan mengisi blog ini. Udaahan dalam perjalanan usaha banyak betul kendala teknis yang harus dihadapi. Raison kini berganti menjadi CV Raisone berlokasi di Jalan Kebon Kacang XXXI No. 29 bertetangga dengan masjid baitul Huda dabn menara gading tempat jeng Fiona bernaung. Usaha jasa yang selain meneruskan waris usaha warnet yang diawal tahun 2007 juga wartel. Juga dengan pengembangan jasa pelayanan dibidang multimedia, telekomunikasi dan teknologi inforeasi.
Saat ini warnet sudah mulai jalan sejak Senin 20 Nop 2006 dengan 10 pc. Jaringan yang digunakan Kabelvision dan MyNet Personal. Namun klo nanti jumlah pc sudah mencapai seperti yang direncana kan yakni 15 unit. Maka MyNet akan ditingkatkan menjadi SOHO. Apalagi klo nanti ternyata KBU wartel hanya 4, maka 2 KBU akan dibongkar kembali lalu dikirim ke Tangerang buat mendampingi warnet dan games station disana. Spasinya akan diisi dengan 3 unit pc lagi. Sedianya Marking CV Raison akan dipasang sekaligus pembukaan usaha warnet mulai 26 Nopember 2006 tepat dihari ulang tahun ke 34 pernikahan Eman dengan Bedah. Wisuslak ya. Wassalam buat semuanya.

Friday, June 09, 2006

Jins biru landung.



Subhanallah. Selagi duduk mencangkung di nako sembari nunggu balasan sms atau call dari si Aa perihal teks invoice PT Vivere, di jam 13:37 diajeng melintas bersama teman wanita dari menara gading. Kedua cuma tampak punggung saja berlalu tanpa berbincang. Rambut diajeng yang diikat memperlihatkan keelokan kepalanya. Dikenakannya blus entah hemp hitam dengan jins biru landung yang menutupi sepatunya. Iya, dari gaya jalannya kayaknya mengenakan sepatu hak tinggi hitam. Sekali ini diajeng tidak membawa tas apapun. Kayaknya mau belanja di Sogo deh. Karena di jembatan, bayangannya cepat sekali hilangnya. Aduhai apapun yang dikenakannya, tampilannya tetap memeraki-atiku.

Tuesday, June 06, 2006

Semangat bantu Yogya.



Subhanallah. Jam 17:27 manakala aku menghampiri kaca nako tampak diajeng tengah berbincang dengan Adi. Agaknya tengah dibicarakan route perjalanan terbaik untuk ke Yogya. Diajeng yang mengenakan busana kemeja hitam dengan gaun putih dan selop putih itu tangan kanannya tampak memetakan citra. Menurut rencananya Adi salah seorang pengurus Remaja Masjid Baitul Huda akan bersama rombongan membawa bantuan makanan siap saji ke Bantul. Bahkan rencananya akan bertemu dengan Ade yang juga membawa 7 orang dengan 2 kamera video untuk meliput berita gempa Bantul. Ade bahkan sudah sampai di Yogya sejak 4 Juni 2006 jam 18:37 menurut sms yang dikirimkannya dari Yogya. Semoga sehat sukses selamat dalam perjalanan peliputan dan bantuan. Juga pulangnya sampai ke rumah masing2. Wassalam.

Thursday, June 01, 2006

Sumuknya Jakarta.



Subhanallah. Semalam dah janjian mau pergi pagi dianter Lardi jam 7. Tapi sumuknya Jakarta? Alhamdulillah. Sampai jam 22 keringat masih mengucur sampai buka kaus lalu ngadem di nako. Gak tahan jam 22:30 aku mandi. Hawa uap keringat naik keseantero kepala membuat mataku kunang2. Takut terjadi hal2 yang tak diinginkan aku segera jongkok lalu perlahan menggosoki seantero tubuh dengan waslap. Namun akhirnya mandi betulan sambil keramasan segala. Alhamdulillah semalam bisa tidur meski sangat nyenyak amblas bablas baru bangun dikumandang adzan Dhuhur jam 12 siang. Janjian dengan Lardi tentunya batal demi eman. Biasalah klo Pengelola lagi istirohah tak ada apapun yang boleh membangunkannya. Sampai bangun sendiri. Ini juga berlaku bagi personel Raisson lainnya. Bakdal Maghrib baru aku berani keluar buat menemui Lardi dan bikin janji baru. Tatkala duduk sambil minum fruit-tea tampak Mira melintas ke KK40. Gadis Minang ini lantas saja senyum menghampiri untuk sekedar mencium tanganku. Kami lalu ngobrol sambil berdiri didepan RM Sunda. Mira lapor, tempat tugasnya pindah ke EX Kuningan. Jam 19:05 selagi ngobrol tampak diajeng mengarah ke KK 40. Busananya tampak lembut cerah dengan sandal selop putih. Sambil menunduk dengan langkah tenang diajeng masuk ke KK40 menuju menara gading. Selamat beristirahat ya diajeng. Subhanallah, akankah ada kesempatan buat kami silaturahmi dan bincang untuk meredakan ketakpastian yang bakal jadi beban begitu aku kembali ke Tangerang atau kemanapun kakiku akan melangkah kelak. Rencana sih besok sore mau ke Bukit Sentul buat menggantikan Ibu Een ngurusi jeng Gabby sampai Minggu sore. Aku gak ikut karena Wandi pulang mudik. Mana hari Minggu 4 Juni 2006 aku akan ada pertemuan keluarga Raison buat membicarakan teknis transaksi Raison. Wallohu.

Tuesday, May 30, 2006

Diajeng putih kuning tetap saja menggeletarkan.




Subhanallah. Selagi duduk di depan pc #8 memindahkan file Sent FS sejak Januari 2005 ke URL http://friendster.blogspot.com/, pandanganku tentunya juga melihat ke KK30. Tujuanku sih buat mengakomodasikan korespondensi denganh Nunik Nuzulia gadis Pekalongan yang tampil cantik akrab.
Sekelebat kayaknya diajeng melintas menuju ke menara gading. Aku bersegera memastikan ke nako.
Tak lama di jam 15:16 diajeng melintas dengan busana manis blus coklat muda dengan gaun sarong hijau plat kuning sambil menjinjing tas belanja kecil. Rambutnya diikat dan anting goyang semi hitam.
Kakinya mengenakan sandal teplek kulit kuning yang selaras dengan kulitnya yang kuning halus sejak dari wajahnya sampai ke ujung2 jemarinya. Alhamdulillah, Nuhun Gusti. Semoga bukan cuma kenangan.

Monday, May 29, 2006

Aqiqah Gabby.




Subhanallah. Hari ini diujung bulan Mei, Allah berkenan memperlihatkan sosok diajeng. Pagi, saat aku lagi nyarap mie ayam di jam 08:40 tampak melintas mengenakan blus hitam lengan pendek dengan gaun pink muda bergaris blur putih. Rambutnya digerai mengenakan sandal teplek. Tas kantornya dicangking dipangkal lengan kirinya. Petangnya jam 18:21 sekilas melihat gerakannya menghampiri gerobak bakso mas Marno. Amit2 jabang bayi, sepertinya aku ini kurang kerjaan banget yah. Tapi kan aku gak sengaja nungguin kapan melintasnya. Kalau terlihat tanpa sengaja, siapa bilang kalau penampakan diajeng ini bukan dengan Ijin Allah SWT? Bagiku tentunya menjadi rizqi yang gak ternilai. Alhamdulillah. Mana Ambu lagi di Tangerang tengah mempersiapkan acara Aqiqah buat jeng Gabby, mana aku gak bisa kemanapun karena bakal ada calon pembeli mau melihat Raisson. Sungguh rizqi Allah saja Yang Atur. Kita mahlukNya yang tanpa daya apapun juga kalau tanpa Karunia dariNya. Manatahu juga kedepannya.

Saturday, May 27, 2006

Gabby Giselle Inara Nugraha




Niatan sih pagi2 mo nengok jeng Gabby, mana semalam tidak ke RSB Asih karena badan dingin. Mana Ambu sejak kemarin ke Tangerang buat persiapan Aqiqah. Sambil nunggu kedatangan ambu, aku tiduran sampai jam 11. Ketika pesanan mie ayam itu datang, Jaguar sempat senyum malu2,"Sori yang kemaren ya Beh, saya lupa." Aku menjawabnya sambil senyum menyerahkan selembar 5000-an,
"Gpp, aku tahu kamu sibuk." Lalu mangkuk bersama sisa kopi kubawa ke ruang warnet, biar enak makan sambil buka2 email FS, Astaga, Yahoo di meja #8. Namun inbox kosong, lalu kuterus menikmati makan perlahan sambil membukai sejumlah blogs. Ketika selesai makan, seperti biasa mangkuk kosong kutaruh di kusen nako agar mudah diambil Jaguar. Untuk bisa didaur ulang bagi pembeli berikut.
Alhamdulillah. Diujung Mei 2006 jam 11:30 ini Allah masih ijinkan aku melihat diajeng melintas. Tangan kanannya menjinjing kresek hitam, agaknya habis membeli makanan. Bercelana rumah biru selutut, mengenakan kaus putih yang ditutup sweater toska, rambutnya diikat, bersandal jepit hitam. Diajeng melangkah tenang memperlihatkan gaya jalannya yang masih seperti gunung es itu.
Selamat tinggal diajeng, awal bulan depan aku sudah kembali ke Tangerang, buat mengenang saat2 indah yang menggemaskan "bersama" diajeng. Biarkan rasa suka senang sayang dan terpesonaku terpendam seiring dengan berjalannya waktu. Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan Rahmat Kasih Sayang kepada kita. Jaga sehat kuat sukses ya. Wassalam buat keluarga di Pekalongan. Aku akan meneruskan hidupku bersama keluargaku di Tangerang dan atau di Bukit Sentul bersama cucu pertama Giselle Inara Nugraha yang kuberikan panggilan sayang Jeng Gabby yang lahir pada 23 Mei 2006 jam 15:03 itu. Aku sungguh berharap semoga jeng Gabby kelak tampil seindah seanggun diajeng Fiona.
Alhamdulillah, siangnya jam 14:20 melintas lagi bersama Diana. Sekali ini kayak yang mau ke pesta atau kondangan. Rambutnya disangul apik, telinganya mengenakan giwang hitam, busananya kemeja birumuda bergaris putih. Sesaat aku dan Ambu berangkat ke RSB Asih buat nengok jeng Gabby.
Kata Wandi, jam 17-an melihatnya melintas didepan wartel bersama teman kost yang suka berbahasa Sunda, agaknya membeli makanan di warung sate Oman. Subhanallah. Hanya Allah SWT Yang Maha Tahu.

Friday, May 12, 2006

Cinta itu ghaib, kurnia Illahi Rabbi yang kudu disyukuri nikmatNya.



Haruh, dalah dikumahakeun bae oge da geuningan teu gampang mopohokeunana. Sok komo geus aya samingguna rajin dipopoho kalah ka eces ngalangkangan bae boh beurang boh peutingna. Sangkilang keur dibebenjokeun ku rajin nyuratan ka Diz. Bari rajin balik deui surfing info teknik naon bae. Itung2 ngaguar deui kamonesan teknologi anu lahir tina hobbi tur paraktek mangtaun taun tea. Kalihna mah susuganan batu turun keusik naek, hayang miboga ka wanoja insinyur industri disainer manufaktur. Itung2 pangbeberah ti kokosodan ka jeng Fiona mindarasa kana andalemina jeng Diz.
Sugan tadina mah ngan wanoja ngora geulis biasa, tapi geuningan loba patemprangna kana elmu panemu anjeuna bareng jeung pun hobbi. Subhanallah. Sugan ari milik mah kapan moal pahili.
Heug geura tempo URL http://fmylla.blogspot.com/ etang2 landong sebel kunyem bae meureunan.
Edas, tadi isuk mah jam 08:30 diajeng jengjet ngalangkung nako diraksukan kameja cele hejo, rok lemes coklat mani nyiples kana imbitna. Buukna di buntut taeun bari disapatu coklat.
Alhamdulillah, hate mah teu ratug teuing cara biasana lamum nempo lalarna. Nuhun nya jeng Diz.


Ekspresiku
April 22, 2006
Fatamorgana
Filed under: Prosa

(Dimuat dina Mangle, No. 1931, 18-24 September 2003)

Manahoreng nu ngaranna rasa resep teh geuning gaib. Teu katenjo tapi karasa ayana jeroeun dada. Teuing ti iraha nyiliwurina, ujug-ujug geus ngancik na ati. Dina ati ge teuing lebah manana, da puguh gaib tea. Manahoreng rasa resep teh upama diipuk jeung digemuk mah kumaha we tutuwuhan, akaran, sirungan, daunan, kembangan, buahan.
Sabenerna mindeng ngalaman mikaresep jelema mah. Tara ieuh dipikiran sabab musababna, da atuh lumrah nu kitu mah. Manusiawi cenah geuning. Naha ari ayeuna, eta rasa teh mangaruhan pisan kana pipikiran. Make jeung uleng deuih mikiran ti mana jeung ti iraha eta rasa euntreup na lolongkrang hate kuring nu ngan ieu-ieuna.
Tapi naha salah upama kuring resep ka manehna? mana kitu ge manehna teh loba daya tarikna. Ti mimiti gayana ngajar di kelas, di hareupeun para mahasiswa, tepi ka gaya nulisna anu boga ciri mandiri, ebreh dina carpon-carponna.
Enya, teu salah kuring mah. Nu salah mah manehna. Dina mere kuliah ka barudak mahasiswa teh mani moderat atuh, pikaconggaheun. Mun otoriter weh kawas batur. Malah nu sejen mah sok rajeun nyingsieunan mahasiswa ku niley D jeung E.
Sidik salah manehna, ana ngahasilkeun tulisan teh sok munel-munel wae. Mun sakali-kalieun mah nyieun tulisan anu hampos atuh, kawas batur geuning, ngudag ramena wungkul.
Kungsi eta oge bruk-brak ngomong ka jinisna, yen kuring resep ka manehna beak karep. “Ngefans berat” mun ceuk barudak ayeuna mah. Teu era teusing ngaku kitu teh, da kapan hak unggal jalma boga rasa resep mah. Jeung lain kahayang sorangan, ujug-ujug resep cekeng ge tadi. Respon manehna ngan ukur ngaheheh, duka teuing hatena mah nyarita naon. Boa nyangka kuring keur ngayakeun pendekatan ngarah meunang peunteun A dina mata kuliah nu dicekel ku manehna. Moal nyangkaeun, yen ucapan kuring teh estuning jujur.
Dina hiji poe, basa manehna kakara kaluar ti kelas kuring, ku kuring diudag, niat teh hayang ngajaran ngobrol ngeunaan karanganana.
“Carpon Bapa anu enggal dina Mangle sae pisan, Pa!” Cekeng, mancing manehna sangkan aya minat ngobrol jeung kuring.
“Oh kitu?, Naha geuning terang?” Cenah bari ngalieuk ka kuring semu heran, tuluy ngarandeg. Tah nyanggut, ceuk hate.
“Pan maca atuh Pa,” tembal teh. Manehna seuri bari nuluykeun leumpangna, ngagidig muru kantor jurusan.
“Ah naon anehna, ukur nyaritakeun nu gering ripuh,” cenah. Ih puguh lebah dieu pisan, lebah handap asorna nu matak kuring kasengsrem ku ieu sastrawan teh. Kuring angger ngunguntit manehna, kawas wartawan nu keur nutur-nutur narasumber.
“Memang sanes perkawis teu damang walesna hiji tokoh anu narik dina eta carpon teh Pa, nanging perkawis akidah. Nu nyeratna bangun palay nandeskeun yen sagala masalah hirup, sakumaha abotna, tiasa diungkulan ku ihtiar anu dipirido ku Gusti Alloh, ku ngadu’a sareng pasrah ka Mantenna,“ ceuk kuring nyanyahoanan. Sugan we ku nyarita kitu, manehna kataji ku topik ieu obrolan, tuluy sugan we deuih hayang kapapanjangan ngobrol jeung kuring. Tapi manehna ngan ukur ngaheheh.
“Mana anu langkung dominan, pangalaman pribadi, observasi, atanapi daya hayal anu janten inspirasi kana karya-karya bapa?” Tanya kuring deui, angger ngiclik gigireunana.
“Wah, ari taeun teh kawas wartawan wae!” Cenah bari seuri. Bisa jadi ceuk pikirna eta pertanyaan teh dicokelan teuing. Padahal memang bener-bener kuring hayang nyaho. Tapi teu burung manehna ngajawab.
“Henteu tangtu, tapi daya hayal mah mutlak aya dina unggal nyieun carita oge,” masih keneh seuri, nyeungseurikeun nu tetelepek.
Tetela ieu obrolan teh aya dina momen anu hade, anu saterusna mere jalan ka kuring pikeun leuwih mindeng papanggih sarta ngobrol jeung manehna. Tangtuna ge dina waktu-waktu anu rineh. Nepi ka boga agenda rutin, poe anu jam saanu acara “talk show” jeung manehna teh. Sakapeung mah tema obrolan teh ngahaja dirancang heula di imah, sangkan manehna betah nyanghareupan kuring.
Saperti ayeuna, kuring geus siap ngajak ngobrol manehna di tempat anu maneuh, di rohangan dosen jurusan Sunda, kalawan topik anu geus ditangtukeun ti imah keneh. Diuk teh pahareup-hareup, dipisah ku meja tulisna, teu beda ti nu keur konsultasi.
“Bapa kagungan buku-buku karya PAT?” Pertanyaan kuring anu munggaran keur manehna dina poe ieu.
“Bareto mah boga, tapi dipiceun. Teu resep sabab ngandung ideologi kiri,” cenah.
“Dipiceun?” Kuring ngajenghok. Pribadi anu sampurna dina wangwangan kuring, tetela aya lalaworana oge.
“Ari kitu?” Manehna malik nanya.
“Muhun, Profesor A. Teeuw mah nyebatkeun yen ieu pangarang teh sastrawan nomer hiji di Indonesia. Tapi ironis pisan nya Pa. Di nagara batur mah eta sastrawan teh dihargaan, dianugrahan hadiah Magsaysay, ari ku nagarana sorangan dibreidel sareng kantos diharujat,” cekeng.
“Pantes rek diharujat oge, kapan manehna teh anggota Lekra anu kungsi nyerang jeung neror para sastrawan anu teu daek diajak saideologi jeung manehna.” Nyarita kitu teh bari katembong riukna robah, jadi tambah daria.
“Teuing Bapa mah, lamun geus patula-patali jeung agama, sagala rupa oge kudu bener ceuk agama nu diagem ku Bapa!” Pokna deui.
“Sae eta teh Pa, tapi sanes hartosna bukuna kedah dipiceun. Urang tiasa terang kahengkeran hiji paham, tina maca bukuna. Janten maca di dinya sanes hartosna bade muhit ajaranana!” Kuring nyempad tindakan lalaworana. Ngadak-ngadak poho yen nu keur disanghareupan teh guru kuring nu rimbil ku gelar akademik. Keun we ah, hayang nyaho kumaha reaksina upama didebat. Tapi manehna ukur ngaheheh. Nepi ka danget ieu kuring can ngarti keneh, ari ngaheheh teh naon sih hartina? Satuju kana pamanggih kuring atawa nyeungseurikeun?
Estuning resep “sosobatan” jeung manehna mah, obrolanana loba pulunganeunana, sarta moderat tea, ngahargaan pisan kana pamanggih-pamanggih kuring, sanajan teu jarang pamanggih kuring teh tojaiah jeung pamanggih manehna. Tapi ku kitu teh sacara teu sadar geus nimbulkeun pangaruh negatif oge kana kahirupan pribadi kuring, malah kaasup gede pangaruhna teh. Ahir-ahir ieu kuring jadi teu ngarasa perlu loba ngobrol jeung nu jadi salaki, sabab sagala rupa hal geus kabahas dina diskusi mingguan jeung manehna. Nu karasa ku kuring ayeuna, salaki teh teu beda ti instruktur anu nganggap yen pamajikan teh salah saurang anggota hiji pelatihan. Kuring kudu kitu, kudu kieu, teu meunang kitu, teu meunang kieu. Manehna loba pisan ngaluarkeun aturan.
“Kade nya Lis, jadi mahasiswa lanjutan mah kudu picontoeun, ulah beberenjen, ulah ngerakeun!” Ceuk salaki. Mindeng ngomong kituna teh. Baruk kuring teh beberenjen kitu?
Upama kuring meulian buku-buku fiksi, manehna banget teu panuju. Pajarkeun teh ngahambur-hambur duit, meulian dongeng!
Kumaha ceuk Pa Dosen sobat kuring? Alus pisan cenah kuring loba maca teh, ngasah rasa, mekarkeun imajinasi, sangkan engke bisa ngahasilkeun karya dina wangun tulisan.
“Sastra mah bohong, hayalan wungku!” Ceuk salaki.
“Salila aya karep ngahasilkeun karya sastra, ulah eureun latihan, loba macaan karya-karya batur, pangpangna karya sastra anu marunel!” Saran Pa Dosen.
Breh figur salaki, breh profil manehna. Duanana tilem timbul dina layar hate, kawas chanel televisi anu dioper-ope ku remot.
Breh deui sobat kuring tea.
“Lis, kade kudu apal kana sipat goreng Bapa, ulah nu alusna wungkul nu disorot jeung nu diimpleng teh!” Hiji waktu manehna nyarita kitu, kawas aya nu dipikahariwang.
“Abdi ge terang Bapa teh sanes malaikat. Da teu kacarioskeun aya malaikat resep ngarang,” jawab kuring. Manehna ngaheheh deui wae. Duh, matak nineung ku ngahehehna. Sakapeung mah mindeng keneh profil manehna nu nyampak dina hate kuring teh batan figur salaki.
Macaan karya-karyana sarua resepna jeung upama ngobrol jeung jinisna. Rarasaan teh asa ngambah dunya sejen, dunya anu euyeub ku pangalaman estetis, dunya fiksi, dunya puisi. Sedengkeun lalampahan hate kuring beuki jauh, beuki anggang jarakna tina hate salaki.
Hiji mangsa ngadak-ngadak awak karasa nyongkab tapi bari ngabrigbrig tiris, muriang tea. Sirah jejedudan. Lalinu saawak-awak. Sabenerna kembang-kembangna pigeringeun teh geus aya ti kamari-kamarina ge, ngan teu dirasa. Nempo kitu salaki dagdag-degdeg ngaladenan, keur mah boga sipat geumpeuran.
“Matak ge tong cape teuing, tong tambarakan, sare tong peuting teuing. Sok tara beunang dicarek!” Cenah. Kuring ngahephep we digeleneng teh, bororaah hayang nembal, da puguh keur teu walakaya.
Tuluyna mah biur dibawa ka rumah sakit anu ngayakeun rekanan jeung perusahaan tempat salaki digawe. Basa dipariksa di bagian gawat darurat kuring kudu diopname, sabab ceuk perkiraan dokter, katarajang demam berdarah.
Sup ka kamar kelas hiji. Harita keneh diinfus. Kuring ngalempreh ngararasakeun kasakit anu keur meujeuhna muncak, nungguan diubaran.
Salaki hantem ngalelemu, pajarkeun teh ulah loba pikiran, da aya manehna. Malah cenah isukan ge rek cuti, moal waka ngantor salila kuring can cageur mah.
“Engke mun tos damang urang pakaulan, Lis palay naon? Atanapi palay pelesiran ka mana?” Tanya manehna, bari mencrong nu keur ngajoprak, sorot panonna karasa asa leubeut ku kadeudeuh.
Dina kaayaan leungeun teu meunang obah, sabab keur diinfus tea, dina kaayaan sakujur awak teu puguh rasakeuneunana, kuring ngan wasa males neuteup beungeutna. Teu, teu hayang ngajawab panalekna. Teu minat nyarita nanaon, sanajan ukur sakecap, sabab rumasa kuring mah teu titen teusing ka nu jadi salaki teh. Teu cara manehna ka kuring.
Nu diteuteup paromanna bangun nu cape, balas kurang sare tadi peuting ngaulaan anu gering.
“Meni teu diwaler,” cenah bari ngajak imut. Ih geuning bisa nyarita adab Si Akang teh ari kuringna keur gering mah. Ngadak-ngadak leungit we sipat cerewedna teh.
***
Geus tilu peuting kuring mondok di ieu rumah sakit teh, tapi obat-obatan nu ditelegan teh can aya karasana. Salaki geus hariwang-hariwang we. Tara bisaeun sare tibra, ukur sakerejep-sakerejep.
“Suster, kumaha kondisi pun bojo teh, aya kamajengan?” Unggal poe Si Akang nanya kitu, sirikna teu unggal aya suster nu asup ka rohangan kuring nanya kituna teh.
“Sabar we atuh Pa, kapan ieu oge nuju dilandongan. Insya Alloh enjing oge aya parobihan,” ceuk suster anu mindeng katanyaan.
Aduh gering mah kieu geuning nya, sagala karasa. Awak nyareri satulang sandi, pangpangna palebah bobokong, nya retep nya rocop. Asa kakara ayeuna gering kawas kieu mah.
Keur kieu mah karasa pisan panjangna peuting teh. Muterna jarum jam teu beda ti sakadang tutut nu keur ngarayap ngurilingan kotakan sawah. Sasat keur cageur mah ngan sakiceup-sakiceup gantina poe teh. Horeng lebah dieu mah ukuran lila jeung sakeudeungna waktu teh gumantung kana kaayaan jiwa jeung raga.
Nu ngemitan di gigireun keur tibra. Sarena bari diuk, sirahna nyuuh kana sisi ranjang, padahal disadiakaeun korsi panjang di ieu kamar teh. Pajar teh manehna embung jauh ti kuring. Tapi teu burung kaduga keneh kerek mani gegelegeran.
Make rus-ras inget kana lalakon hirup nu sararedih. Cukleuk leuweung cukleuk lamping, jauh ka sintung kalapa. Untung aya salaki anu geus karasa belana. Jamak we sipatna nu heuras genggerong mah, da taya jalma nu sampurna. Sipat sorangan ge estuning cawadeun wungkul.
Ras inget kana maot. Boa ayeuna, boa di dieu kuring dipapag ku malakal maot teh. Duh, mangkaning can boga bekel. Ras deui kana lalampahan kuring salila ieu, mindeng ngamomorekeun nu jadi salaki. Pedah teu sakaresep, kuring teu pati ngesto ka manehna. Emh, loba dosa kuring teh.
Kuniang manehna hudang, kageuingkeun ku batukna sorangan.
“Sok atuh bobokeun, Lis, ulah ngaherang wae!” Cenah bari keukeureuceuman.
“Bisi bade ka jamban, yu dianteur!” Pokna deui. Leungeunna nyabakan tarang kuring nu masih keneh haneut jeung kekenyudan. Ih, geuning keur kieu mah salaki teh lain instruktur hiji pelatihan, tapi hiji salaki nu mawa tengtrem ka diri nu keur teu walagri. Ah, rek gancang menta dihampura.
“Kang…, abdi hapunten nya Kang.”
“Hus, tong hahampuraan, ngewa, enjing oge insyaAlloh damang!”
“Hapunten…salami ieu…abdi…,”
Geuwat manehna ngahuit deui.
“Tong loba pikiran, cekeng ge, babacaan sabisa-bisa anggur!” cenah. Kerewek ramo leungeun kuring dikeukeuweuk ku manehna, tuluy diadekkeun kana biwirna. Kumaha atuh, rek menta hampura teh kalah digebes wae. Ngan nu pasti, layar hate kuring ayeuna keur anteng ngagateng nayangkeun figur manehna. Moal, ayeuna mah chanelna moal dipindahkeun kana siaran sejen, moal neangan profil sejen ti mimiti peuting ieu. Sigana geus nepi kana ugana kuring kudu sadar, yen profil sejen anu kungsi dipikaresep beak karep teh lir ibarat fatamorgana, mun ditakdirkeun saimah teh can puguh bela kawas manehna.***


3 Comments »

The URI to TrackBack this entry is: http://pop.blogsome.com/2006/04/22/fatamorgana/trackback/

1.

Tuh geuning etah aya keneh dina hate bapak dosen teh. Kunaon sih ? Aya naon sih . geuning ayeuna mah cenah beda?……………tapi da ari geus kana hate mah hese di popohokeun nana nya?………Untung pisan tah pak guru teh…………..u r lucky man, someone put u in her heart…..but not me……….hiks hiks hiks

Comment by fz — April 22, 2006 @ 9:49 pm
2.

Fz, tokoh dosen dina eta carpon teh dosen jurusan Sunda. Anjeunna sastrawan kahot anu seratanana sering kenging penghargaan. Sare’atna, abdi tiasa tulas-tulis ku basa Sunda teh hasil bimbingan anjeunna. Ayeuna anjeunna ngawulang di pasca sarjana UPI Bandung. Yuswana parantos 65 taun.

Comment by popon — April 24, 2006 @ 1:48 am
3.

Sumuhun aneh geuningan nya Teh. Anu namina duriat ngancik kana ati teh kutan ghaib. Kersaning Anu Maha Suci weh. Manawi atuh pun abah mani siga nu kamanjingan bae ari ka jeng Fiona. Bade ngiring kopas nya teh, ambeh tumaninah neuleumanana. Kenging nya teh? Haturnuhun. Wassalam, desi.

Comment by Anjeli Desi — May 12, 2006 @ 1:56 am

Sumber : URL http://pop.blogsome.com/2006/04/22/fatamorgana/

Monday, May 01, 2006

Demo hari buruh sedunia, 1 Mei 2006.


Kabarnya di hari buruh sedunia ini Jakarta akan diguncang demo buruh besar2an yang disentralkan di benduran HI. Makanya sejak semalam kawasan itu sudah dijaga oleh personil keamanan negara. Namun eksesnya dengan segera menyebar menjadi ´teror´ dari mulut ke mulut keseantero wilayah. Ambu ngantor tapi tak berani berseragam Hansip yang biasa dikenakannya di hari Senin. Bagaimanapun terasa suasana disekitar kawasan HI rada mencekam. Tadinya sih kukira perkantoran di Thamrin seputaran sentrum radius 2 Km akan lengang buat keselamatan jiwa dan hartabenda, karena sejak kemarin sudah ditenggarai bakalan anarkis diantaranya dengan pengrusakan Busway. Namun di jam 08:40 ternyata diajeng tetap melintasi nako buat ngantor. Meski mengenakan busana serba hitam, terkecuali kemeja putih berkelepak lebar hampir menyerupai kemeja disko. Bahkan anting goyang yang ekstra panjang juga logam kehitaman. Sekali ini rambutnya dibiarkannya tergerai. Semoga bukan firasat tanda berkabung saja ya jeng. Semoga selamat semuanya. Jangan juga kematian Pramudya Ananta Toer dijadikan alasan.

Sunday, April 30, 2006

Rini lagi sutris.


Jam 22.05 Rini tampak memasuki teras wartel menjelang ambu ke RM Sunda. Keduanya kuperkenalkan.
"Oh ini yang gadis Palembang itu ya." Kekeh ambu sambil menyalami Rini.
"Ini ya isteri pakcik. Cantik lho." Seru Rini sambil menatapi wajahku.
"Iyolah Rin. Mada-i pakcik kau nih jugo ganteng kok." Tawaku menggodai.
Keduanya lalu saling pamit dan Rini mengikutiku ke wartel.
Wajah Rini tampak kuyu dan muran.
"Kamu nih ngapo Rin? Rai kamu pecak kuyu."
"Aku kan memang biasa begini pakcik." Elaknya.
"Iyolah. Tapi maini kamu tuh bedo nian. Ado apo?"
"Idaklah pakcik." Jawabnya sambil mengusapi kedua matanya.
Aku lalu masuk ke mkonter kasier karena ada yang mau bayar.
"Dhani kemano Rin?"
"Ini aku mau telepon ke kosannya."
"Idak begawe Dhani kau tuh?" Surengku.
"Idak pakcik. Dio ado bae." Murungnya.
"Kamu susah tidur ya. Jangan2 maag kamu kumat."
"Iya pakcik. Malahan semalam aku seperti yang pingsan."
"Pingsan apo kemanjingan?" Kekehku mendengar jeritnya tatkala pupijati telapajk tangan kirinya.
"Iyolah. Kamu tuh saking cemas gelisah gak mau makan dan sulit tidur. Tunggulah barang 5 menuit lagi ya. Aku lagi berusaha mencuplik gambar buat disisipkan nke blog." Rini menunggu di kursi.
Tapi 2 menit kemudian Rini ngotot pamit karena merasa mengantuk ingin segera tidur.
Aku mencoba mnahannya agar dianya bisa curhat sjenak buat melonggarkan beban bathinnya.
"Aduh pakcik aku dah dak kuat. Aku mengantuk sekali sampai dadaku berdegup. Kakiku juga serasa gak napak dan bibirku rasanya seperti kesemutan."
"Hemmh jangan2 gula darah kamu rendah. Ya udah balik sano tapi sebelum tidur bikin dulu teh nasgitel. Habiskan satu gelas es ya, biar ado tenago buat kamu tidur biar nyaman."
Kemudian Rini berlalu setelah sebelumnya memberikan nohape nya.
Jam 22:29 kukirimi sms tapi tak ada jawaban. Asumsiku Rini langsung tidur tanpa minum teh dulu.
Penggerusan tmedian telapak tangan kiri memang buat mengurangi sekresi asam lambung yang suka membuat mual gak napsu makan itu. Juga buat menenteramkan degup jantung bagi gangguan emosi berat yang menimbulkan rasa cemas yang berlebihan yang membuat terlepasnya adrenalin ke aliran darah.

Gerak lintas khas.


Sabtu senja, selagi baca ujung doa bakdal Maghrib sesaat mataku mengarah ke kaca jendela pas ke gerobag bakso mas Marno. Dari pancaran sinar petromak tampak sekilas gerak langkah khas diajeng melintas ke menara gading. Selesai berdoa kunyalakan lampu gantung, jam menunjuk ke angka 18:13.
Tampaknya mengenakan bluse entah kemeja cerah, entah kayak apa ayu nya tampilan diajeng dengan rambut yang diikat itu dikeremangan senja.
Mengawali malam Minggu di jam 19:03 dari jendela nako tampak tangan kanan diajeng memegang kresek hitam berisi bakso bungkus. Entah kelakar apa yang dilontarkannya sebelum beranjak pulang yang membuat mas Marno tersipu. Sederet gigi indah diajeng tampak mengkeredep ditawanya yang manis.
Ternyata busananya itu blus pink muda yang dipadunya dengan model celana pantai yang berbahan batik rereng. panorama itupun hanya berlangsung sesaat saja dimataku. Lumayan buat bekalan malam Minggu.

Yuli


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Agnes



Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Monica


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Lusi


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Friday, April 28, 2006

Pancakuku punya gara2?


Puyeng juga rasanya gak bisa tidur. Awalnya sih keasyikan upload pic ke Pancakuku.
Saat Shubuh mata sepet tapi dipaksa tadarus sampai Al-Q 3:50, biar nantinya langsung plek tidur sampai datang waktu Jum'atan. Tapi hihhhh boro2 tidur karena pikiran masih nyantel di pics numpuk di kodenasab A.2.7. Mana nasab dari keluargaku sendiri lagi, matak bikin mokal ajah. Gulak gulik di kasur tiup tetap aja merem melek, akhirnya pesen mieayam buat nyarap karena perut keroncongan. Saat menunggu di jam 08:23 diajeng melintas dengan rambut diikat, gaun sarong hijau blus coklat, bersepatu coklat. Penampilan kok bisa kayak eskrim saja yah, matak ngiler pingin menjilati. Wiw. Setelah diajeng berlalu, pesananpun datang lalu kulahap saja sambil nulis ini. Gak minta kan? Kalau kurang tidur ujung2 syaraf rasanya gak karuan deh, mana kepala rasanya kopong lagi.

Raisson kara kombanwa, Lira-chan.




Kemarin aku 2x menerima miscall dari Lira, lalu semalam kupanggil saja yang diterimanya selagi makan dari tempat kosannya di Johar Baru. Begitu kukabarkan minggu depan aku kembali ke Tangerang, sore tadi Lira datang langsung dari tempat ngantornya di USAIDS. Terharu aku melihat tampilannya yang senyumannya masih tampak malu-malu itu. Kayaknya masih rikuh atas salah persepsi diantara kami tatkala dianya mengalamai sexual-harassment sewaktu tadabur 'alam di Batu Malang bulan lalu. Kami lalu mojok di pc #8 sambil membuatkan page Friendster baginya. Lira juga menerima panggilan telepon dari ibunya di Magelang. Bicara sesaat lalu hape diserahkan kepadaku karena ibunya ingin bicara. Ibunya menyatakan terimakasih karena aku telah turut menjaga putrinya yang 25 tahun itu. Juga minta doa restu agar selamat dari bencana Merapi yang bakal meletus. Subhanallah. Huh Lira, memangnya dah ceritera apa ke ibunya? Jangan2 ajah aku sampai dianggap dukun segala.

Kau dan aku.


saya adalah saya...........
dan kamu adalah kamu....
jangan berusaha merubah
tetapi cobalah menyatukannya.

hidup tidak akan berarti jika tidak berbagi
kesenangan dan kebahagian
timbul karena melihat sekitar
tersenyum dan mendoakan kita.

Wednesday, April 26, 2006

Hari hujan membuat gampang kebelet pipis deh.


Ingin melihat keadaannya sejak jam 08:05 aku sudah menunggu lintasannya di nako.
Namun sampai jam 08:45 diajeng tak tampak melintas. Aku lalu bergeser ke kios Lutfi sekalian menanyakan ketersediaan pesananku akan casing HP, tapi ternyata belum tersedia. Sambil ngobrol dengan para pedagang makanan kupandangi jalur menara gading sampai jam 09:15, kemudian aku kembali ke nako dan melanjutkan pengamatan sampai jam 09:30. Kemana ya? Jangan2 diajeng sudah berangkat ngantor sebelum jam 08. Mendadak aku terkena murus ringan. Apa karena stress ya.
Hari itu aku tak kemana mana dan rtencana keluar kota juga kubatalkan daripada kababayan dijalan.
Selepas Ashar aku juga menungguinya sambil bincang dengan juru parkir akan keadaan ekonomi yang kian seret, sambil berharap manatahu diajeng mungkin pulang menjelang Maghrib. Namun sampai adzan berkumandang diajeng tak kunjung tampak. Hujan mulai rintik dan aku bergegas mandi dan langsung shalat Maghrib. Kemudian memulai bacaan surat An-Nissa sampai 'Ain ke 6 menjelang Juz.
Saat itu jam 18:33 saat aku saling sapa sejenak dengan mas Marno penjual bakso belakang, dan hujan rudah reda. Diajeng tampak melintas agaknya terburu buru kayak yang kebelet kepingin pipis.
Kalau melihat gerakan kakinya yang cepat, kemungkinan diajeng mengenakan sandal atau sepatu berhak rendah. Rambut yang diikat seperti ekor kuda memperlihatkan kemolekan leher dan pipi yang kuning langsat. Dikenakannya kulot hitam dengan kemeja kuningtua berbahan halus dengan dua kancing atas yang terbuka memperlihatkan sepasang bukit yang elok. Subhanallah walhamdulillah.
Sesampai di menaragading istirahat sejenak, mandi lalu shalat terus makan nasi hangat. Hemmmh.

Sunday, April 23, 2006

Macanganjen.


Wandi masih libur di Sukabumi semoga besok pulang. Mana Ade baru bisa datang malam karena lagi sibuk dilapangan. Selagi menggantikan Jamal jadi operator sambil manfaatkan sound-system Kebab mencoba mendengarkan kaset Julio Iglesias, namun aku tak tahu pengoperasian mikro-kompo JVC CA-UXP38V. Manakala kukembalikan kaset ke mikro-kompo LG, mataku serasa tersedot magnit buat mengamati gerobak bakso mas Marno. Rupanya dijam 15:15 diajeng tengah membeli bakso bungkus bersama temannya yang mengenakan kaos panjang pink. Diajeng sendiri mengenakan blus coklat yang cantik dipadu dengan celana Hawai-i yang lucu. Rambutnya disanggul dengan apik. Alas kakinya sandal jepit biru hitam, memperlihatkan jemari yang bersih dan jempol kanan yang bagus. Meskipun warnet tengah ada user 5 orang, aku nekad aja duduk dan membakar rokok sambil mengamati diajeng dari celah jendela yang kebetulan terbuka gordinnya. Nanap kureguki wajah ayu dengan alis bulan sabit dan bentuk jemari tangan kanan yang rapi dan seperti biasa bersidakep ditangan kirinya kalau sedang menunggu. Sesekali tampak diajeng berbisik ke temannya yang menyambutinya dengan tawa yang tersembunyi dibalik jongko bakso. Kewatir ada yang mau bayar aku kembali ke depan sebentar, lalu balik lagi ke posisi pengamatan meneruskan duduk sambil merokok dengan hati yang berdebar. Maafkan kelakuanku ya jeng, habis kangen berat sih. Sesekali sorot matanya juga menembusi celah jendela kearah posisi dudukku. Sayang bentuk bibirnya tak kelihatan terhalang atap jongko. Dengan begitu senyuman yang teramat kurindu itu tak tampak meskipun kualitas raut wajahnya tampaknya lagi mudah senyum. Begitu selesai sepenerima bungkusan bakso diajeng tampak hadap kiri, lalu berjalan mengikuti temannya mengarah ke menara gading. Sungguh 5 menit yang fantastis membahagiakan. Selesai kumatikan rokok lalu kedepan karena kudengar printer LX-800 bekerja tanda ada yang baru selesai nelepon. Seorang lelaki tampak keluar menuju taksi yang menunggu. Kuambil struk sambil membaca jumlah Rp.2.557. Ketika kupanggil dianya memberikan sekeping koin 500, sambil bilang kalau dianya telah meninggalkan uang sejumlah Rp.2.900 dimeja konter. Subhanallah. Segera kuselesaikan dengan mengembalikan kelebihannya 300 perak dengan saling melontar kata maaf. Alhamdulillah.

Friday, April 21, 2006

Ria.


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

URL http://pancakuku.blogspot.com/


Berbeda dengan Pancakaki yang lebih mengetengahkan kuantitasi Data Untai Keluarga, ibarat kumpulan kaki2 yang badan dan kepalanya masing2 entah mau dibagaimanakan karena masing2 tegak mandiri terlepas satu sama lainnya. Pancakuku filosofis ibarat 5 kuku dari masing2 bilah tangan dan kaki. Kalau satu kuku bergerak maka 4 kuku yang lain dengan harmoni akan saling menyanggakan posisi. Bakdal Shubuh selagi memecah data Pancakaki kepada Pancakuku di pc #6, jam 06:15 Laura (Ni Luh Putu Laura Sarassitha, SE.) sudah menggedor gerbang katanya surat lamarannya belum ditandatangani. Maka titipan buat pos tercatatnya pun dibuka kembali dengan jalan dirobek amplopnya dengan gaya seperti yang lagi kebelet pipis karena di jam 06:30 Laura harus sudah masuk dinas pagi di Hotel Mandarin Oriental. Tadinya mau bantu memposkan suratnya dikantorpos pembantu Wisma Kosgoro Jl. MH Thamrin, ngantar Wandi karena dia yang ketitipan sekalian jalan ke Sukabumi.
Selagi nunggu waktu jam 08:22 tampak diajeng melintasi nako berbusana kemeja kuning gelap berpantalon hitam dengan sepatu hak sedang hitam, bertas kantor hitam, dengan rambut hitam yang rada mumbul. Gerakannya tampak ringan pertanda hati yang riang ceria. Hehehe, sorih kalau aku sok tahu. Daripada mikirin yang tidak2, mendingan khusnushan sekalian doa buat diajeng. Tul gak?

Thursday, April 20, 2006

Biar cuma mimpi tapi ngejomplang.


Siapa pun tahu, jenglot pun tahu, alam dan seisinya juga tahu. Kukukbeluk juga tahu.
Memang gak sekufu kok. Biarin cuma dalam mimpi juga tetap aja ngejomplang.

Wednesday, April 19, 2006

Sayyidul Istighfar.


Astaghfirullah al adhiiim, taubatan abdin dhalim.
Laa yamliku linafsihi, walaa nafán, walaa mautan, walaa hayatan, walaa nusyura.
Laa illaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadhdhalimin........

The Bottom Line

Maturity offers more than admiration. Today, the magnitude of your growth sinks in.

In Detail

If you're feeling a little bit like all the ink is running out of every single pen you own, it might be time to go pen shopping. Buy a whole bunch of your favorite kind of pen (or just go to the office supply cabinet and grab a couple of the standard office-issue pens). There! You've solved the problem. If you still can't seem to get anything written down, maybe it's not the pen that's the problem.

Returning Point.


Subhanallah. Laa ilahailla anta subhanaka inni kuntu minadhdhalimin.........
Agaknya selama ini ternyata aku telah berbuat aniaya kepada banyak pihak.
Untuk itu aku mohon maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf.
Kalau saja kata maaf tidak cukup, masa sih aku juga kudu menganiaya diri sendiri.
Kudoakan semoga diajeng hidup sehat sukses sejahtera bahagia sampai menjadi ninen.



The Bottom Line

You'll start to sense a growth in responsibilities -- meet these challenges head on.

In Detail

Do you want something from somebody but you don't know how to get it? Have you tried asking them? Sometimes you can save a whole lot of extra effort with the direct approach. And it's better to find out now rather than later if they can't (or won't) give what you want. Then you can turn your attention to finding out where you can get what you need, and who will be willing (and able) to give it to you.

Kolak kilik binafsihi yulaedi.


Bincang panjang dengan Dhani sedari jam 23 sampai 03 memang gak sia2. Dianya mampu menyadarkanku untuk jangan berlaku emosionil infantil yang pada akhirnya akan menyakiti hati sendiri. Keilmuan memang bisa diperoleh dari sumber mana saja asal kitanya ikhlas membuka hati sanubari. Makasih buat komplimen bahwa yang telah terjadi memang pantas untuk bergulir tak perlu disesali. Karena rasa kasih sayang memang fitrah manusiawi dimanapun untuk strata apapun selama kitanya masih manusia.
Oh Dhani boy, kamu mah suka ada2 aja lagih. Makasih juga buat kisah tomat atau cabe curiannya.

Tuesday, April 18, 2006

Rupanya diajeng lagi pesan bakso bungkus.


Bacaan Al-Baqarah kututup pada 'Ain 24. Mana yi Maman gegedor pintu aja nyariin ambu ngajak makan malam. Sesaat kuganti nyala lampu dengan yang redup lalu kuhidupkan radio pada CnJ yang masih menyiarkan alunan Jazz. Dari kaca nako di warung Betty tampak berjajar Betty-Beng2-diapit agak kebelakang satu putri yang gak kukenal namun murah senyum. Lantas kugodai saja.
"Walah kamu Beng, sudah diapit oleh 2 putri kok masih melamun aja sih?" Kekehku.
Ketiganya tampak senyam senyum saja kecuali Beng2 menimpali."Wah si oom bisa aja nih."
"Awas lho Beng putri yang kiri lagi usap2 sepatunya. Klo terlepas bisa ngemplang kepala kamu."
Lanjutku, sementara Ambu bersama yi Maman tengah membicarakan fluktuasi usaha yang tajam.
"Nggak kok oom. Lagi ngeliatin yang lagi beli bakso nih." Tawanya rame.
Kuarahkan pandang ke gerobag bakso simas belakang nako. Tampak simas lagi mengirisi daging.
Sinar petromak yang terhalang tubuh sedikit menimpah lengan kuning yang agaknya tengah bersidakep sambil menunggu pesanan. Sisa cahaya menerangi sebentuk blus coklat kehitaman. Aku kok penasaran ingin tahu warna gaunnya. Ketika simas bergeser cahaya lampu menampilkan warna gaun yang hijau sarong. Rupanya diajeng yang tengah menanti selesainya pesanan bakso bungkus kesukaannya kalau dibandingkan dengan baksonya mas Harto. Ketika tangan diajeng memegang selembar uang kertas berwarna hijau, tampak Beng2 mendekatinya.
"Baru gue mau dibayarin tahu2 udah ngeluarin duit." Selorohnya.
Kulihat tembok dalam, jarum jam menunjukkan angka 18:50. Subhanallah, kalau begitu diajeng juga mendengar bacaanku di ayat2 terakhir sebelum berakhir di 'Ain 24. Maaf lho diajeng kalau suaraku serak2 kerbo, mana tajwid juga masih dalam taraf belajar. Namanya juga otodidak yang sejak 30 Ramadhan 1421H khatam perdana atau 27 Des 2000 sampai 15 Maret 2006 Alhamdulillah baru bisa khatam yang ke 14 kali.

What a pretty lady.


Selagi duduk mencangkung di tangga pintu air kali Cideng dengan harapan aku bisa bermandi matahari, di jam 08:25 tampak diajeng muncul dimulut KK40 menuju ke Thamrin mau ngantor. Rambutnya yang mulai memanjang tampak rada mumbul agaknya hasil dari olah hair-dryer. Dikenakannya blouse coklat yang menampilkan lengan kiri yang tampak rada gelap, dipadu dengan gaun sarong hijau pelat kuning. Bersepatu hak tinggi coklattua menampilkan lenggang yang nampak luwes dan tenang. Sebelum serong kanan buat menyeberangi jembatan, dengan hati2 ditolehkannya kepalanya kearah kiri untuk memastikan aman buat menyeberang jalan. Dari sejarak 25 meter, tampak nyata rouge ditulang pipinya. Sungguh mempesona.

Dhani dan Rini.


Semalam itu bakdal Maghrib selama sejam aku kok dirundung rasa sedih yang mendalam dan rasa kangen kepada diajeng. Harapanku semoga diajeng sehat sejahtera gembira.
Seringkali hal begitu merupakan isyarat kontak bathin akan kebutuhan perawatan.
Tepat jam 20 rasa murung itu mencair dengan dialog meminta nomor Esia Tata.
Jam 21 aku bertemu pasangan Rini dan Dhani yang kukenal di wartel dengan cara unik.
Kami bertiga terlibat obrolan sereusehubungan peristiwa laka lalin yang dialami Dhani. Katanya beberapa detik sebelum peristiwa Dhani sudah beroleh isyarat awal.
Tentu saja keterangannya perlu kuuji dengan pengalamatan intuisi seperti yang pernah kulakukan terhadap Tata dan Rifa. Hasilnya aku beroleh isyarat kalau Dhani ini ada nasab langsung dengan manusia harimau yang dibenarkannya karena punya kakek dari Solok yang memiliki warisan itu yang menurun ke ibu kandungnya. Sebaliknya Dhani juga mengisyaratkan kalau aku juga punya garis nasab dekat dengan pengagem ilmu kenuragan yang dizamannya disegani masyarakat dan ditakuti oleh kolonial Belanda.
Kakekku Abda Willadirana yang wafat tahun 1935 menurut ayahku memang menguasai ilmu2 seperti itu. Selama 40 hari makamnya dijaga oleh beberapa harimau gunung Ciremai.
Sebagian dari ilmunya menurun ke wak Jaya dari Cinangsi, dengan pesan agar keturunan nya jangan mengenakan gelar Raden karena akan mudah dikenali oleh antek2 kolonial Belanda. Menurut Dhani parit bibirku nyaris rata seperti ciri khas dari manusia harimau di Sumatera. Katanya juga aku memiliki kharisma yang disegani. Wallohu.
Karena minta diobservasi kesehatannya, selagi meringis dan merintih tiba2 Dhani merasa sesak dan punggungnya serasa diganduli beban 200 kilo. Sikapnya juga gelisah katanya sekujur badannya merinding kalau kupegang. Rini dan Wandi juga merasakan bias kemerinding di kedua lengan dan pundak. Aneh sih tapi entahlah. Tiba2 Dhani menunjukkan laku yang kemanjingan dengan keluhan sakit kepala dan punggung. Setiap sentuhan ujung jari telunjukku berakibat rasa nyeri yang hebat bagi Dhani tetapi tidak bagi Rini. Wajah dan rona seputar matanya melegam. Setelah kuremasi pundaknya sambil kubacakan Ayatul Kursi lalu Amana Rosuli keluhan Dhani jauh mereda tepat disaat aku mulai membaca ayat terakhir dari surat Al-Baqarah. "Laa yukallifu....."
Rini yang memanggilku pakcik, bertanya ada apa? Kujawab saja sepertinya Dhani agak kerasukan nenek moyangnya yang hadir untuk menyampaikan salam kepadaku. Subhanallah,
hare gene, ditengah pembangunan Grand Indonesia, dihalaman parkir wartel Raisson yang juga dijual Kebab, masih ada peristiwa ghaib? Wallohu'alam bishawab.

Monday, April 17, 2006

Selamat pagi diajeng.


Sekali ini di jam 08:20 diajeng melintas tenang2 dalam irama jazz dari CnJ FM 99.9MHz.
"Selamat pagi diajeng." Seruku dalam hati sanubari.
Apalagi, kalau berseru kapan takut kalau2 dimanyunin lagi.
Bergaun krem berblus entah kemeja eslilin hijau pupus yang dibungkus blazer hitam bersepatu kuning motif kulit ular yang apik. Tampilannya agak lain dengan rambut yang di blow. Sedemikian dekat lintasannya dengan jendela nako tempat ujung hbidungku menempel. Sampai tercium semerbak parfum nya yang serasa harumanis yang kalau di Bandung mereknya tentu Aramis.

Lotus binti Sarinah.


Rencananya sih bersama ambu mau ke Sarinah atau Lotus buat beli travel-bag buat perjalanan sekira 3 hari. Tas yang aku punya cuma memuat pakaian buat sehari saja.
Bakda Dhuhur Wandi lapor dalam perjalanan ke masjid Wandi berpapasan dengan diajeng yang tengah berjalan dengan teman wanitanya. Diajeng mengenakan jins biru ngatung berkaos putih lengan pendek. Rambutnya diikat dan mengenakan sandal.
"Weleh wa, jeng Fiona memang cantik. Apalagi waktu Wandi meliriki imbitnya."
"Kapan Wan?"
"Sekira jam 12:30an."
"Mau belanja barangkali." Lucu aja melihat mimik Wandi yang terheran.
Rencana belanja dengan ambu batal karena aku juga ingin menemui keluarga Sihono untuk membesarkan hatinya kalau Sihono masih bisa diobati dengan pertimbangan rasio logika dan emosi dan benar salahnya 60:40. Kalau perlu aku mau bantu dengan hydro-therapy seperti yang pernah kulakukan pada Juni 2005 kepada keluarga di Kuningan yang telah lama mengidap gangguan emosi dan depresi. Alhamdulillah di 7 Nop 2005 sudah tampak pulih dan normal lagi ingatannya dengan indikasi rajin mandi dan suka ke masjid. Dengan mengenakan jins biru dan kaos coklat kopi sambil berselempang tas kondektur hitam yang berisi hape, digicam, dompet dan uang 400ribu ditambah kado kecil berisi jam cantel feminin. Manatahu jumpa dengan diajeng sekalian buat mahugi. Kukenakan sepatu kuning kecoklatan dengan kauskaki putih. Pokoke gaya lah, manatahu juga beruntung bisa jumpa dan berbincang syukur kalau sambilmakan bersama segala.

Berjalan dari Plaza Indonesia lalu meliwati hotel Nikko Jakarta lalu mengarah ke Sarinah. Memakai sepatu pantofel baru jalan terasa gagah aja. Lantai 1 gedung sarinah aku lalui saja numpang liwat buat ke Lotus.Setelah lihat2 di areal Home Fair pilihanku jatuh ke satu tas Polo Classic lokal seharga 70ribu. Cuma orokaya begitu keluar dari gerbang Lotus, kelingking kaki kiriku serasa terjepit. Mana jalan jauh lagi. Makanya terpaksa aku menggunakan jasa ojek seharga 4ribu sampai ke Raisson.
Malamnya selagi ngobrol bersama Wandi didekat nako, aku disapa oleh Lina yang baru pulang entah darimana, yang mengeluhkan rasa sakit ditelapak kaki kanan pas di refleks maag dan ginjal. Kemudian bergabung Benny yang mau ke wartel dengan wajah yang lebih kuning cerah. Sayang seduhan 37 lembar daun delima tak bisa terlaksana.
Sempat ngobrol kalau tadi siang aku ke Sarinah.
"Semalam sebelum tidur minum apa Ben?" Godaku.
"Tak minum apa2. Kenapa?" Tanyanya dengan rada heran.
"Wajahmu tampak kuning berseri tanda bahagia."
"Kan habis dapat siraman rohani Paskah." Timpal Lina sembari tertawa.
"Oh ya. Happy Easter ya." Ujarku seraya menyalaminya melalui kaca nako.
"Betul itu. Perjalanan gerak bathin dengan ketulusan beragama menjadikan raut wajah tampak lebih cerah. Makanya kecantikan itu gak melulu dengan make-up atau gurat wajah tetapi harus didorong dengan ketulusan hati yang menerbitkan inner-beauty."
"Yang penting kan banyak vitamin D nya." Kekeh Lina.
"Maksud kamu duit? Gak juga. Banyak orang dengan posesi uang miliaran tapi airmuka nya senantiasa kucem. Banyak juga yang uangnya terbatas tapi sosok selalu berseri."
"Ada apa ke Sarinah pak? Jangan jangan......" Kekeh Benny memotong kalimatnya.
"Cuma beli travel-bag aja kok Ben. Sambil cuci mata." Jawabku polos.
"Iyalah pak. Disana kan banyak yang bening."
Tawanya lalu permisi mau ke wartel dulu.
Sepeninggal Benny, Lina sempat ceritera kisah bermalam Minggu di menara gading.
"Kami semalam ngobrol sampai jam 3. Setelah itu aku masuk kamar buat wiridz."
"Masih rajin shalatul lail ya Lin?"
"Alhamdulillah. Fiona juga rajin shalat malam. Sehabis Maghrib dia tidur lalu bangun tengah malam buat ibadah malam dan baca Yaasiin." Tawanya dengan bangga.
"Subhanallah walhamdulillah wallahu Akbar." Bisikku semakin terpesona.

Friday, April 14, 2006

Lintasan di menjelang shalat Jumat.


Pagi sekali ambu dah datang dari Tangerang, karena rencananya mau ke Kuningan. Tapi karena semalaman aku gak bisa tidur maka acara pagi berubah menjadi cupping. Yakni pengkopan punggung dan betis agar aku bisa tidur. Dan aku memang tidur dengqan cangkir2 kop berlekatan dipunggung dengqan kapasitas 2 sedotan. Pengenaan dengan lebih dari 2 sedotan memang terasa lebih nyaman meski agak sakit, namun untuk jangka waktu lebih dari 15 menit bisa menyebabkan pelepuhan kulit ari yang nantinya akan meninggalkan bekas seperti cacad kulit akibat tergesek aspal jalanan.
Begitu aku bangun dengan rasa lapar aku segera minta dicopoti lantas dilakukan pengurutan untuk mempercepat hilangnya tanda lebam bundar dikulit. Aku lalu duduk di nako sambil menikmati seduhan kopi dan 3 keping kuwe lupis berkinca dan sekotak kuwe nastar buah tangan ambu dari Tangerang.
Selagi ngobrol perihal kelakuan Ade yang lagi super sibuk yang pulangnya selalu selalu sekitar jam 01 itu. Bayangkan aja cucian hari Rabu yang lalu baru dijemur semalam, tentu saja cucian bau bangkai yang kudu dibilas lagi. Dikuatirkan justru kesehatannya takut sakit yang matak wah.
Selagi ngobrol itu di jam 10:55 tampak diajeng melintas, tangan kirinya berpayung hitam karena cuaca mendung rintik, tangan kanan menjinjing kresek hitam agaknya habis membeli makan siang. Diajeng mengenakan blus hitam dengan gaun putih berpalet merah berbahan halus seperti sutera. Disebelah kanannya berjalan Diana yang keduanya tampak tertawa entah karena digodai Beng2 yang lagi ngobrol bersama kakak2nya. Entah diajeng mengenakan sandal apa, namun penampilannya sungguh memukau. Bayangkan kulitnya tampak enay (kuning bening) mempesona. Subhanallah. Tak lama kemudian speker masjid mengumandangkan bacaan quro sebagai panggilan shalat Jumah yang tengah hari itu KK tengah diguyur hujan deras. Aku sendiri sampai berpayung lipat kelengkapan dari tas kantor ambu.

Malam macan purnama?


Semalam itu Jum'at apa ya? Sedari jam 01 mataku sudah berat lalu mulai terlelap sambil wiridz namun sampai 05:45 aku sama sekali gak bisa tidur. Kebiasaan jelek kalau ambu lagi suwung, ternyata aku gak bisa tidur sendirian. Jam 02:10 shalat muthlaq 2 rakaat, lalu baca surat Ar-Rahman disambung surat Al-Yaasiin. Karena lapar lalu makan nasikuning dengan sambal dan ikanmas goreng sisa makan malam. Disebut nasikuning bukannya karena bumbu kunyit yang bagus buat memperbaiki kondisi lambung tapi sisa nasi di magic-jar yang warnanya sudah kekuningan kelamaan habisnya karena selalu numpang makan di RM Sunda. Setelah itu kembali berusaha tidur sambil wiridz menjelang tidur seadanya. Namun hihhh, tetap aja mata nyalang dengan pikiran yang entah bergentayangan kemana mana terutama ke salah satu kamar kost menara gading.
Padahal malam ini belum termasuk terang bulan purnama karena bulan belum bulat sempurna dan cahayanya juga masih terhalang awan kelabu yang mengandung hujan.
Kalau saja terang bulan purnama, aku juga ingat aja ceritera Apa Rais yang ditahun 1948 berjalan kaki bertiga dengan wak Mi dan wak Jambul dari Jakarta ke Kuningan melalui jalur Bekasi Karawang Subang Pagaden terus ke Kuningan. Perjalanan nekad itu dilakukan karena Apa Rais tengah dicari NICA karena ikut berjuang melawan Belanda. Perjalanan dilakukan dengan berpedoman kepada rel kereta api jalur Pantura dan menghindari jalan raya untuk menjauhi pandangan orang dan endusan kaki tangan NICA dan kejaran tentara pendudukan di aksi polisionil kedua.
Ceriteranya di hutan jati Subang Pagaden, mereka dikawal oleh seekor macan berbulu putih sebesar anak kerbau yang dimalam terang bulan purnama tampak seperti perak. Sebelumnya menjelang 'Ashar mereka bertemu seorang kakek misterius dipinggir hutan yang menjamu ketiganya dengan sebutir kendi kecil berisi air dekil seperempat kendi didalamnya. Namun bisa sangat memuaskan dahaga sampai sekenyang2nya lalu ketiganya tertidur dengan sepulas2nya. Baru bangun menjelang Maghrib untuk meneruskan perjalanan. Selepas Shubuh baru bertemu dan dijemput oleh para pejuang di sebuah kampung dekat hutan jati geledegan (pohonnya besar2) itu. Subhanallah.
Wak Mi (kodenasab A.2.2) wafat tahun 1974, wak Jambul tahun 1976, Apa Rais (kodenasab A.2.7) tahun 1984. Kodenasabku A.2.7.1, lihat URL http://pancakaki.blogspot.com/ Seri A.

Thursday, April 13, 2006

Kebab Indra.


Sore tadi hujan lebat kembali mengguyuri areal KK, sejam kemudian air tampak mulai menggenangi KK40 pertanda bakalan banjir. Wandi lantas saja menutup lubang2 air dikamar mandi belakang. Sampai adzan Maghrib sambil menunggu hujan masih deras aku sempat mengobrol dengan Tata, 21 tahun yang sebagai seorang keturunan keraton Ngajogyakarto Hadiningrat diyakini punya kemampuan mata bathin (clair-voyant). Namun jam 18:30 terpaksa menerobos hujan dari RM ke warnet buat shalat Maghrib. Selesai shalat meneruskan bacaan Al-Baqarah yang sempat terhenti di 2 surat menjelang 'Ain karena adzan 'Isya. Selesai adzan bacaan diteruskan sampai mencapai 'Ain lalu 'Isya ditutup witir. Sampai jam 21 mengobrol bertiga dengan Wandi dan yi Maman perihal sejak Maghrib hanya ada satu pelanggan yang makan. Yah namanya juga menjemput rizqi yang seyaqiennya telah diatur Allah SWT. Kita cuma dharma ihtiar. Termasuk Indra yang baru aja mengoperasikan Kebab di halaman parkir. Katanya penjualan perdananya 50ribu, itupun sebagian terbesar berasal dari pembelian keluarga CV Raisson. Pelanggan nyata menghasilkan Rp 10ribu saja.
Namun sampai jam 21 itu diajeng tak tampak melintas yang diperkuat Wandi kalau sejak 'Ashar juga tak melihatnya melintas. Kemana ya? Apa karena besok Jum'at hari libur lalu langsung mudik?
Mana besok rencananya mau ke Kuningan bersama ambu buat menengok Wak Rien di Cilimus.
Info baru didapat dari mas Harto, katanya setelah adzan 'Isya diajeng pulang.
"Mas sempat melihatnya?"
"Ndak pak. Tapi Diana yang memesan bakso bungkus sempat teriak 'Mbak Fiona tungguin'."
"Kapan mas?"
"Sekira 5 menit setelah adzan 'Isya."
"Kalau begitu pas aku lagi shalat 'Isya lalu ditutup Witir."
Subhanallah walhamdulillah, syukurlah diajeng tidak kuyup kehujanan.
Kalau sampai kuyup, kan gak mungkin juga mau nungguin yang mesen bakso bungkus. Tul gak?

Tuesday, April 11, 2006

Diketiadaan suka bermakna berlian.


Siang tadi Alhamdulillah hujan besar disertai angin kencang dan guntur.
Lalu tiba2 air jernih terguyur deras dari langit itu merayapi lantai RM Sunda.
Subhanallah, akankah banjir besar akan berulang setelah 20 Feb 2002 yang lalu?
Sambil menerobos hujan aku bergegas ke warnet untuk melakukan persiapan akan hal2 yang perlu.
Wartel warnet gak masalah buat ketinggian air sampai 75cm.
Tapi Raisson Hilton? Tentu perlu disiapkan semua benda yang ada dilantai buat dipindahkan keketinggian 60cm saja. Kalau air datang melebihi elevasi itu, artinya Raisson akan terendam dan kedinginan. Namun bakdal 'Ashar digaris KK40 tampak aliran air keruh yang menuju ke pintu air. Alhamdulillah. Artinya kekuatiran akan banjir yang lebih besar tak terjadi.

Malamnya menjelang 'Isya selagi ngobrol dengan Wandi yang baru pulang milir dari Sukabumi sambil duduk bergelap yang hanya diterangi oleh cahaya remang warung Betty dan lampu belalai stork proyek Grand Indonesia. Di jam 19:49 terdengar detak yang kukenal sebagai detak hak sepatu hitam dari langkah diajeng. Ketika kupalingkan kepala kebelakang sekilas tampak bayangan hitam berlalu kearah menara gading. Kata Wandi memang sosok diajeng yang mengenakan rok dan blazer hitam dengan kemeja putih. Selamat beristirahat ya jeng Fiona. Tidurlah dengan nyaman untuk nantinya sesekali datanglah buat mencoba lagi kenyamanan fasilitas wartel kami yang terkenal murah itu. Terakhir kunjungan diajeng itu pada 12 Okt 2005, bukan?
Dalam ketiadaan visual begini, terbayangkan kalau tampilan diajeng seperti berlian magistis deh.

Frustasi matak emosi


Semalam itu entah karena merasa frustasi, telah membuatku rada menaiki emosi.
Ada user yang menggunakan pc #4, anakmuda gondrong yang mengaku mahasiswa itu main angkat2 CPU justru dipantatnya yang terdiri dari sederet terminal sensitif. Ketika ditegur katanya dia mau menyambungkan USB untuk mengkopi data dari Internet. Aku bilang kalau mau nyambung USB gak perlu ngobok2 pantat, karena pada sisi kiri boks ada 2 terminal USB. Entah karena merasa malu karena ditegor dianya balik marah dengan mengatakan dikampusnya dianya biasa menyambungkan USB dengan cara begitu. Aku jawab kalau dia mau bertanya dulu dengan tak usah mengganggu peralatan warnet.
Dengan muka masam anakmuda yang juga mengaku "anaksini" itu berlalu. Dan benar saja user berikut nya selama 25 menit tak berhasil membuka situs Internet apapun. Baru setelah diperiksa dan di restart, komputer berjalan normal kembali.

Ada lagi pengguna wartel dengan biaya Rp. 2200. Menyerahkan 2 lembar ribuan dan satu koin 500. Ketika kukembalikan 300 dianya menyodorkan koin 200. Maksud baiknya agar aku gak perlu menyerah kan uang kecil yang memang diperlukan untuk operasionil. Tapi karena dilakukannya ditengah 6 pengguna lain yang siap bayar dengan sejumlah struk yang juga kudu di-pilah2. Maksud baiknya justru menjadi gangguan yang serius.
"Memangnya apalagi mas?" Sengorku.
Pria muda bertopi itu lalu menyodorkan perhitungan lisan yang rudet.
Aku bilang, "Biaya 2200 bayar 2500 telah kami kembalikan 300. Klop bukan?"
Tapi dengan "akrabnya" pria itu masih hahahehe sambil bilang, "Easy easy pak..."
Akhirnya pria itu kuusir dengan sopan, "Maaf saya sibuk. Klo anda sudah selesai silahkan keluar." Lalu kulanjutkan melayani pembayaran dari yang lain.
Setelah selesai kupanggil Jamal buat menggantikan, lalu mendekati Mira yang tengah asyik kutak kutik di PC #6 yang sejak tadi permintaan bantuannya belum terlayani.