Friday, March 31, 2006

Ratih


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Yuni


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Jumat kelabu?


Kemarin sore sempat jumpa Mila yang menenteng tas travel agaknya mau berlibur keluar kota.
Padahal hari ini kan harpitnas, tentunya bakal mengundang hasrat buat mudik. Apalagi malamnya kata Rini, di HSBC para personil back-office diliburkan tapi yang di front-office tetap masuk.
Tapi setelah Maghrib intuisiku kuat mengisyaratkan klo diajeng tidak pulang ke Pekalongan.
Meskipun semalam kata ambu, besok personil kantor Pemda DKI diliburkan (selain penghematan juga buat menjaga wibawa pemerintah dong). Bakdal shalat Jumat, Wandi lapor klo dianya melihat diajeng melintas pulang pada jam 13:10. Berbusana sarong kuning hijau denga kemeja coklat dan sandal tebal hitam dan hanya menyandang tas hitam buat ngantor hariannya. Jalannya perlahan tidak selincah biasanya dan sehelai saputangan sepanjang jalan ditutupkan kehidungnya.
"Jangan2 lagi sakit Wan. Kayak uwa yang sudah 12 hari batuk pilek gak sembuh2."
"Wandi kira uwa melihatnya melintas di anjungan?"
"Klo tahu gitu sih. Kapan dah 12 hari gak pernah melihatnya. Hemmmhhh Wan, klo lagi flu berat apalagi sambil batuk begini. Sebaiknya berendam di Salira Indah atau di pulau Putri seharian buat menyerap energi alam dan aroma laut. Tentu bagus buat re-junevasi jiwa. Apalagi klo sambil makan sea-food akan sangat bagus buat re-vitalisasi pisik dan otak. Klo lagi beruntung manatahu kami juga bisa melihat lumba2 berlompatan dilautan."
"Kami?"
"Maunya, uwa sama diajeng. Kan kami lagi sama2 terkena flu."
Hehehe, semoga bukan cuma mimpi ya Wan. Insyallah, in someday and next the dream comes true.
Subhanallah. Doakan kami cepat sembuh dan tersambung kembali silaturahmi buat kelaut Jawa baik di Kepulauan Seribu atau akan lebih baik lagi kalau di jalur Pantura Pekalongan.

Lala


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Tuesday, March 28, 2006

Misty, misteri entah mimpi yang gak terungkapkan..


Akhirnya sebagai manusia hidup, ya tetap aja kudu memandang realita yang ada. Kayaknya percuma aja deh ditunggu khabar baiknya sejak 27 Nop 2005. Yaitu 10 hari sejak diajeng kembali dari mudik ke Pekalongan. Yaitu 10 hari setelah aku pulih dari demamalarindutropikangen dan vertigo. Yaitu 10 hari si Pitrah genjul itu menghilang ke Bogor dan gak ada khabarnya. Yaitu sejak aku kirim surat pertama yang kusertakan no hape ku buat komunikasi. Setelah segala jalan yang sekira ma'ruf kutempuh, sekedar buat satu senyumannya. Huh, tongboro mau senyum segala. Kutegor aja biwirnya termanyun entah termonyong. Matak pegel kehati matak bikin suudhan matak ngumpulin bibit bomwaktu kemanusiaan. Ibarat melakukan upaya penerangan ke lorong gelapnya hati sanubari inkonfidensial. Jemari yang digunakan juga bukannya cuma 3, jempol telunjuk jaritengah. Namun sudah kesepuluh jemari tangan telah dikerahkan selama 5 bulan bergantian. Sampai2 kalau mungkin ke 10 jari kaki juga. Tapi kan secara nalar gak mungkin aja. Makanya dengan tangan pegal dan hati lelah, kubiarkan lorong hati menggelap kembali. Bukan jodoh saja kalau segala upaya untuk sambung silaturahmi menjadi mentok melulu. Kapan kalau memang dasar jodoh mah, Insyallah, apa2nya juga menjadi gampang banget. Meskipun dengan sepenuh hati aku masih sangat berharapkan semoga diajeng jodohku. Buatku apapun, meskipun umumnya bikin nyengir humiliating, namun engkau tetap mempesona kok jeng. Kalau engkau hadirkan satu senyum saja, segalanya jadi okeh kok. Terimakasih ya bagi mereka yang telah membantuku tulus gaktulus, buat pendekatan. Diam2 ternyata aku telah melibatkan banyak orang, sejak kompilasi data sampai ke distribusi 2 surat. Kapan yang kedua dikembalikan utuh yang matak bikin malu saja. Buat satu proyek yang gak puguh dan telah menelantarkan akan tugas2 pokok dan rutin. Ternyata kalau gak punya cukup wibawa, susah juga kepingin memiliki pesona Pekalongan ini. Entah nanti bagaimana sesungguhnya jalan hidup, apa masih seperti pipit makan ketam. Diajeng masih merupakan misteri entah mimpi yang belum terungkap. Tapi aku gak putus harap, go-ahead aja.

Monday, March 27, 2006

Flu berat, dinginnya serasa asbak deh.


Semenjak turun gunung seminggu yang lalu, badan terasa meriang, batuk dan pilek berkepanjangan.
Selama seminggu itu aktifitas juga kebanyakan makan dan tidur, untuk memulihkan tenaga dan pisik.
Paling parah adalah suasana hati yang sensitif, sulit konsentrasi atas hal2 yang rutin sekalipun.
Mana sejak Jum'at malam yang lalu, ambu 2 hari di Tangerang, ajeng 2 hari tak tampak, Wandi mudik. Sabtu malam Minggu, e-eh Jamal malahan pergi dengan undangan makan bersama Banu dan teman2. Janjinya sih 2 jam, jam 21 dah balik. Tetapi ternyata mulur sampai 22:30, "Sorry Beh." Katanya singkat sembari cengar cengir. Tapi aku maklumi kok. Namanya juga abg swit sepentin aja.
Atuh puguh selama 4 jam itu aku mana terbatuk mana ngingsrek, mana kedinginan AC belakang aja dimatikan. Akhirnya bakdal 'Isya jam 23 aku lalu tidur meringkuk sendirian. Terasa sekali kehadiran sosok ajudan yah. Biasanya aku observasi di pintu air atau memindai di anjungan buat sekedar memandangi lenggang diajeng melintas pulang. Hari ini malahan sibuk bersama Taufik, membicarakan sosok Emilia peneliti politik LIPI. Tapi Wandi lapor sekira jam 18:20 melihat diajeng bersama Riri tengah membeli gorengan didepan. Kayaknya sih pulang gawe lalu belanja ke Sogo, busananya mengenakan kemeja coklat bergaun hitam. Sederhana yah, namun aku butuh banget akan kehadiran sosoknya jangka panjang lho.

Saturday, March 25, 2006

Bangunlah cintanya bangunkan badannya.


Friday, March 24, 2006

KETIKA CINTA MEMANGGILMU MAKA TURUTILAH
MESKIPUN JALAN YANG KAU LALUI TERJAL DAN BERLIKU
KETIKA CINTA MENDEKAPMU MAKA PASRAHLAH
MESKIPUN PISAU YANG TERSEMBUNYI DIBALIK SAYAPNYA MELUKAIMU

posted by tama_dink @ 12:31 PM

http://tamaluvuall.blogspot.coom/

Tunggu waktu mahugi jamcantel.


"Demi waktu, sesungguhnya manusia itu merugi. Terkecuali mereka yang senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dan kepada keshabaran." Makanya untuk sekedar mengingatkan akan waktu, untuk hadiah awal nanti tentunya satu jamcantel yang tampak lucu. Ade saja yang gak suka jamtangan, ketika mengenakan jamcantel di pinggang jins nya tampak semakin macho. Klo buat diajeng tentunya yang tampak elegan dan feminin, lebih halus dan tanpa kompas, yang telah kusiapkan sejak medio Nop 2005. Kayak apa bakalan indahnya tampilan jamcantel itu setelah dicantelkan dipinggangnya.

Thursday, March 23, 2006

Renyah merdu swarane dalam aurora biji saga.


Alhamdulillah, akhirnya diajeng tampak juga. Ketika aku tengah meneruskan bacaan Memoar Jenderal M. Jusuf pada halaman 335, yang menceriterakan betapa sang Jenderal melakukan pembaharuan Arsenal dan peralatan tempur bagi prajurit Angkatan Laut. Dari sudut mata kok serasa ada yang tengah menatapi. Ketika tengok kanan, ternyata diajeng yang mengenakan busana bak biji saga tengah menunduk menuruni tangga warung Betty. Berkemeja merah dan gaun hitam dengan bersepatu hak tebal hitam bahkan sekali ini mengenakan stocking hitam transparan pula. Tatkala digodai oleh Beng-beng, tentunya terdengar suaranya yang renyah merdu pula. Dengan sepenuh rasa kangen kupandangi penampilannya itu, sesaat diajeng meneruskan perjalanan menuju ketempat kosannya. Entahlah, tetapi serasanya diajeng juga menatapku meski sejenak. Waktu saat itu 18:45. Subhanallah, kapan ya datang kesempatan buat berbincang lagi dengannya? Insyallah.

Kemana aja jeng?


Sudah 2 hari ini aku gak melihat diajeng.
Sepulangnya dari Cipanas aku terserang batuk pilek yang kuobati dengan menelan tablet neozep dan sirup decadryl yang keduanya mengandung bahan yang menimbulkan rasa kantuk berat. Tentunya sudah kehendak alam raya, aku yang di Senin kemarin "menghilang" lalu pulang malam dengan kondisi pisik yang sangat lelah, dengan adanya batuk pilek menyebabkan aku mudah terlena dan tertidur. Pokoknya kapan saja bisa Pelor lah.
Cuma orokaya kemarin aku gak sempat melihat jeng Fiona yang melintas sebelum aku bangun dari tertidur pagi pada jam 08:25. Kata Wandi diajeng melintas dengan mengenakan kemeja putih.
Petangnya nihil kutunggu sampai jam 18:20 saat kritis untuk segera bersiap buat shalat Maghrib.
Hari ini kutunggu sedari jam 08:10 sampai jam 08:40 juga tak nampak. Bahkan sampai jam 10 dengan bergabung di kios Lutfi sambil mengamati garis lurus KK31, juga nihil. Memang sih gak pernah ngapa2in, namun akan hangat saja rasa hatiku kalau melihatnya melintas dengan rupa sehat.
Yah namanya juga orang ngoten yang lagi ngoten, makanya juga menjadi ngoten lah. Gituh lho.

Masa sih aku bisa sepenting itu?


Hari Selasa petang sekira jam 18 itu Taufik menemuiku yang tengah duduk mencangkung di pintu air kali Cideng sambil merenungi laporan yi Maman kalau penjualan hari itu jauh menurun dibandingkan hari Senin kemarin. Mana sosok neng Oci dah beberapa hari gak hadir tampilannya yang menawan itu. Maklum saja namanya juga wanoja yang sejak awal penampilannya kujuluki pohaci Hergarmanah tea.
Taufik melaporkan suasana pertemuan dan diskusi terbuka diantara peserta seminar, yakni sekitar kisah perantau Bugis di Perancis. Katanya sih ada beberapa tokoh masyarakat Bugis yang menanyakanku. Katanya juga beliau2 hadir, disaat peluncuran buku Memoar jenderal M.Jusuf di hotel Sahid pada 10 Maret 2006 itu.
Entahlah, namun seingatku aku hanya sempat berbincang sesaat dengan Fahmi Pane seorang anggota DPD asal Sumatera Utara, pak Assegaff Pemimpin Redaksi Metrotv dan pak Mar'ie Muhammad yang tengah dihujani pelukan hangat dari kolega2 beliau ditangga eskalator. Setelah nenunggu sejenak begitu ada kesempatan lowong langsung saja beliau kusapa dengan sebaik-baiknya,
"Assalamualaikum pak Mar'ie. Sungguh hari yang luarbiasa dan saya sangat beruntung bisa hadir di acara bapak." Tembakku seraya menyalaminya. Beliau yang Ketua Panitya langsung juga menjawab,
"It's okay, it's okay. Thankyou very much for coming." Tanggap beliau sembari menepuk nepuk bahuku dengan hangat dan dahinya kerung pertanda lagi mikir. Ya beliau tentu mikir akan wajah baru yang tak dikenalnya ini. Tadinya aku mau sebut kalau kami pernah jumpa di Cilosari 10 pada tahun 1968. Dimalam inaugurasi HMI Cabang Jakarta dimana beliau saat itu sebagai Sekretaris Cabang. Tapi kukira saatnya tidak tepat. Setelah itu aku pamit untuk ikut berbaur dengan para undangan yang tengah menunggu mobil jemputan di gerbang Selatan. Padahal aku sendiri gak sedang menunggu jemputan, namun lagi terkurung karena gak melihat sekedar celah buat menyelinap ke arah gerbang sebelah Timur yang menghadap ke Jalan Jenderal Sudirman.

Tak tega rasanya untuk menganggap Taufik tak serius dengan ucapannya, mana cuping hidung kanannya tampak memerah akibat flu berat yang tengah diobatinya dengan 3 kantung plastik obat2an dokter.
"Maaf pak. Pokoknya lain kali bapak akan tetap harus tampil disetiap pertemuan sosial atau politik yang mungkin." Ujarnya dengan ngototnya.
"Ngomong2 bagaimana dengan perkembangan jeng Fiona pak? Saya sudah agak lama tak sempat baca.
Oh ya ternyata tulisan bapak sehubungan dengan kedatangan Menlu AS Condolanzee Rice sudah dimuat di Tabloid Konstitusi. Sayangnya tabloidnya tidak saya bawa lagi." Tawanya dengan serius.
"Lihat gadis yang berjalan dengan kemeja coklat itu. Itulah jeng Fiona." Kataku menunjuk gerak langkah diajeng yang tengah memasuki KK40 pada jam 18:20. Taufik tampak terpana sesaat.
"Oh jadi tulisan berjudul jeng Fiona itu kisah nyata ya pak?"
"Iya lah." Jawabku singkat.
"Kami masih mempelajari gaya tulisan dan gaya orasi bapak." Gumannya.
"Kami?" Celetukku.
"Iya saya bersama teman2 yang sudah baca blog2 bapak. Tapi memang tak gampang menirukannya"
Subhanallah wal Hamdulillah. Allahu Akbar. Masa sih aku bisa sepenting itu? Atau tengah seberuntung itu? Taufik tengah merajutkan selusuran2 benang2 untuk dijadikan sehelai kain. Sementara kudambakan jeng Fiona yang akan menekuni kain itu dengan daya citarasa seni yang halus dan tinggi untuk menjadikan sehelai batik tulis Pekalongan yang indah anggun mempesona. Wow dah.

Tuesday, March 21, 2006

Sepatu kuning motif kulit ular nampak fancy lho.



Selagi berbincang sama Wandi perihal perjalanan ke Cipanas yang menghebohkan keluargaku itu, sambil mendengarkan tiupan trumpetist Louis Amstrong, jam 08:25 diajeng melintas dalam paduan busana yang nyetem dan manis. Gimana nggak manis, atasan pakai kemeja cokelat. Keratan gaun krem membuatnya tampak demplon. Tungkai yang kuning langsat itu dialasi dengan sepatu fat-heel 7cm berwarna kuning dengan motif kulit ular sawah yang kuning pula. Membuat tampilan diajeng jadi fancy deh. Langkah yang tenang itu membuatnya tampil semakin manis aja. Padahal kemarin aku tunggu lintasannya di bus-shelter Nikko namun nihil sampai jam 09:02, saat bus 79 yang akan membawaku ke UKI datang. Lalu menderu lagi dengan sangitnya karena kata supir plat kopplingnya terbakar. Wah wah wah, dasar supir bandel. Apa dikiranya penumpang itu bukannya sumber rezekinya? Tapi sekadar onggokan mahluk yang menjemukan saking rutinnya tiap hari angkut penumpang.

Monday, March 20, 2006

Ada duka ada tawa.

DUKA MU ADALAH SUKA MU YANG DILEPAS TOPENGNYA
DAN TAK JARANG DARI SUMBER YANG SAMA
TAWA MU KELUAR BERSAMA AIR MATA MU
BAGAIMANA MUNGKIN BISA?
SEMAKIN DALAM DUKA YANG TERUKIR DI HATIMU
SEMAKIN BANYAK SUKA YANG BISA DITAMPUNGNYA

Sunday, March 19, 2006

Melati


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Ghea


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Saturday, March 18, 2006

Adakah mata membolak tanda tengah merekam imej?


Lepas waktu Dhuhur tiba2 turun hujan yang cukup lebat, kasihan mas bakso dibelakang rumah yang gerobaknya hanya ditutupi payung medium. Selagi masih hujan, aku, isteriku dan Sarah ke RM Sunda untuk makan. Selesai makan, selagi ngopi sambil ngudud, tiba2 mas Harto memberi kode sambil menunjukkan jempol kearah belakang. Kutinggalkan Sarah sendirian karena isteri tengah mengobrol dengan Ayu di meja #8. Lalu aku bergegas ke KK40 sambil mata memindai jongko2 pedagang makanan.
Lalu masuk ke KK31, lantas dirumah makan Nani tampak ada kepala berambut pendek berkulit kuning mengenakan blus entah kaus merah. Tapi juga bukan. Aku berdiri didepan kios Lutfi, lantas tampak belakang diajeng tengah belanja di jongko mie goreng. Kuperhatikan berlama tampilan kakinya yang mengenakan sendal, diatasnya tampak celana pantai yang agak kebesaran lalu tubuhnya ditutup dengan sweater hijau toska. Tak berani memandanginya ber lama2 takut sejumlah mata mengikuti arah dari pandanganku. Lutfi menyapaku, "Oom?" Tanyanya pendek.
"Ini mas, sekarang ini masa berlaku isian pulsa masih sebulan atau 2 bulan ya?"
"Kenapa oom?"
"Biasanya ngisi pulsa sebulan sekali, tapi sekarang sudah liwat seminggu hapeku masih aktif."
"Sekarang masa aktifnya dua bulan oom."
"Hemmmh, pantas kalau begitu."
Aku lalu menengok kearah diajeng di sejarak 3 meteran itu.
Ternyata diajeng tengah menengokkan kepalanya kearah kiri dan tentunya pandangan kami bentrok. Kuanggukkan kepalaku dengan halus kearah wajahnya yang tampak lembut dengan mata bolak. Alhamdulillah, mata membolak artinya diajeng tengah menatapiku, ibarat lensa kamera yang tengah merekam sosok dan tampilanku.
Aku ingiiiiiiiiiiiiiiiiinnnn sekali menyapanya, tapi kudu kutahan takut diajeng malah marah. Bukannya trauma, namun sebagai tindakan berjaga saja.
Makanya juga selagi sepersekian detik diajeng masih mengarahkan pandangannya kearahku, segera kualihkan pandanganku kembali kearah Lutfi yang tengah melayani pembelian pulsa elekrik.
Subhanallah, entah bagaimana sebetulnya perasaan dan sanubari diajeng, karena sekali ini sikapnya jauh lebih lembut bahkan ada tanda2 halus akan sikap persahabatan. Kriut bibirnya samar mengguratkan senyuman. Patutkah aku menyapanya dengan resiko diajeng marah lagi karena disapa ditempat umum?
Diajeng tampak menerima bungkusan kresek hitam lalu berbalik sambil mengembangkan payung kuning nya kemudian mulai berjalan lembut sambil menunduk. Sekali mata bolaknya terangkat agaknya menatapi sosokku yang tumben sekali ini mengenakan kaos yang dimasukkan kedalam pantalonku, mana bergesper Dunhill lagi yang kalau kata Wandi tampak pantas. Diajeng kembali jalan menunduk dan tampaknya bahu kanannya turun sedikit seperti yang lagi minta jalan. Yaa Rabb, aku ingin sekali menyapanya dalam jarak sedekat itu. Tapi kan aku telah berjanji dalam hati untuk tidak menyapanya didepan orang banyak siapapun diareal jalur lintasnya apalagi pertigaan KK40/31 itu. Aku takut diajeng akan merasa malu lagi, yang akhirnya akan menjauhkan sanubarinya lagi dari kehadiranku yang dengan susah payah kubangun selama 7 bulanan.
Ahirnya dari pertigaan kutatapi lenggangnya yang tengah menuju ke rumah kosannya. Tiba2 terdengar nada standar Nokia tanda ada sms masuk. Segera kuraba kantung pantalonku dan ternyata hapeku tertinggal di RM Sunda. Aku langsung saja bergegas dan dimeja #2 hape masih tergeletak disana. Untungnya Sarah belum beranjak dari meja #2 itu. Entah juga kalau dianya sengaja menunggui buatku. Makasih ya Sarah.
Kulihat jam dinding yang menunjukkan tanda waktu pada jam 14:41. Padahal aku ingin tahu saja andai kutunggui langkahnya sampai masuk ke gerbang menara gadingnya, akankah diajeng menengok sekali saja kebelakang? Kalau iya bearti harapan dan peluangku untuk bersamanya menjadi kian nyata.
Yaa diajeng Fiona, ana ukhibbuki fillah. Buka hatimu untuk menyambung tali silaturahmi agar bisa kita petik hikmah dan manfaat dari kebersamaan di jalan Allah SWT. Amiiien Yaa Rabb.

Friday, March 17, 2006

Ay-Sepay di Jalan M.H. Thamrin.


Jam 08:20 aku pamitan ke Ade yang bilang kalau penampilanku keren.
Iya sih, aku mengenakan pantalon coklat susu, berkaus merah bit kotak, bertopi kupluk lapangan berwarna khaki, menyandang tas kondektur kecil hitam dan bersendal jepit hitam.
"Mau kemana Beh?" Tanyanya sambil tetap asyik duduk didepan pc #4.
"Mau ke Sarinah kepingin beli shaver dan sepatu leisure berbahan kain." Jawabku asbun.
"Kalau mau beli sepatu murah di Lotus aja Beh." Ade memberikan sugesti.
Tapi aku cuma menyengir aja sekedar ngurangi beban pikiran.
Lalu kuberjalan disepanjang trotoar kiri Thamrin menuju Sarinah.
Dipagi yang hangat itu berjalan cepat segera saja membuat tubuhku mengembun, makanya aku cari sekedar tempat buat numpang duduk. Ternyata berupa dapuran pot tembok tempat perdu didepan pintu keluar komplek Hard-Rock Cafe.

Jam 08:38, di trotoar seberang sana diajeng tampak berjalan dalam busana sarong hijau pelat kuning yang cantik mengenakan kemeja coklat bersepatu thick-heel hitam tengah melintasi pagar Gedung 1 Plaza BII. Lalu masuk ke pintu jaga gedung 2 kemudian berjalan serong kiri menuju gedung 3.
Alhamdulillah, meski sambil duduk ternyata sejarak 25 meteran mataku masih mampu mengamati kehadiran sosok diajeng dengan baik ya.
Ada sih keinginan untuk menggunakan Canon A-70 buat mengabadikan keberadaannya di depan Plasa. Namun kutahan saja keingin itu khawatir flash akan menarik perhatiannya. Dan misiong-Ay-Sepay bisa gagal karena ketanggor.
Darisana aku berjalan ke Sarinah yang sepagi itu masih belum buka, apalagi Lotus di jam 10. Lalu masuk ke jalan Timor di belakang Plaza BII buat mengamati dimana sekiranya diajeng makan siang. Well well, ternyata disana banyak penjual makanan. Warung nasi Padangan aja sedikitnya ada 2. Salah satunya yang besar di No. 12.
Mana ada warung sop kikil lagi, nanti kapan2 aku mau I Spy lagi sambil makan soto. Manatahu juga bisa jumpa, lalu makan bersama sambil bincang2 kayak apa indahnya. Tapi kalau kata yi Maman, di didalam plaza juga ada kantin, ada resto juga ada cafe. Hemmh hemmhh, berarti kian banyak aja dong kesempatan buat "awurjapati"
Subhanallah, semoga kian terbuka pintu hati buat sambung silaturahmi ya jeng.

"When I need love" pada vol 12 aja.


Pagi kemarin itu rencana aku mo menghadiri Seminar Kaum Perantau Bugis di Gedung Bentara Antar Budaya Palmerah Jakarta Barat. Para pembicara diantaranya Marwah Daud Ibrahim dan Andi Pabbotinggi. Sebagai pemerhati sosial aku tentu tertarik untuk kembali melakukan penulisan dengan serius, agar kian mantap untuk mengembangkan aktifitas sebagai Koordinator Jakarta Campaign For Burma. Makanya pagi itu aku mengenakan batik bunga, pantalon yang bernuansa butter-scott yang kayaknya terimbas oleh penampilan diajeng kemarin dulu. Kusandang juga tas jinjing yang bisa digantol yang berisi buku tulis dan kelengkapannya, juga DigiCam Canon A-70. Sambil sarapan kutabuh saja Julio Iglasias pada volume cukupan buat memusatkan pikiran dan menenteramkan emosi saja. Jam 08.30 diajeng tampak melintas dalam blus hitam dan celana panjang putih yang navy-look itu lho. Selesai nyarap aku langsung berangkat dengan harapan jam 9-10 sudah berada di lokasi karena acara akan dimulai jam 11.
Tatkala aku begerak disepanjang kali Cideng samping Sogo menuju Thamrin, agaknya diajeng tengah melenggang dengan tenang sekira 50 meteran didepan. Ketika sampai ke airterjun Plaza Indonesia, diajeng tengah meniti jembatan penyeberangan Nikko. Aku yakin diajeng gak melihat aku dibelakang nya, namun dianya tak berhenti di shelter Nikko tapi berjalan lurus kearah Sarinah. Jadi ingat 3 Jan yang lalu diajeng juga berhal demikian. Hemhhh, artinya kemungkinan diajeng gawenya tidak di Kebayoran seperti kata Garova. Di seperti tanggal 3 Jan itu dari jembatan penyeberangan tampaknya sosok diajeng "hilang" dibawah gerumbul pepohonan, dengan jembatan penyeberangan berikut sebelum yang di Sarinah. Apa di gedung Bank Mitra yah? Yo wis mulai sesoklah tak selidiki posisinya.
Aku lalu naik bus P.62 ke Slipi, terus ke kantor Dinas Pelayanan Pemakaman menemui isteriku buat mencairkan dana di BRI Petamburan. E-eh disana kok ada Rosadi semendaku yang 2 tahun lalu pernah kuminta klo mau ketemu isteriku jangan dikantornya tapi dirumah entah di Tangerang atau di markas Raison. Setelah mengomel seperlunya, maka ke Seminar pun menjadi kudu batal. Siangnya aku makan bersama isteriku, Euis dan Nurul di warung soto Wawan. Jam 13 aku kembali markas naik ojek.

Tatkala berkumandang adzan Maghrib, jam 18:20 diajeng tampak diujung jembatan. Dalam pandangan serong kiriku, sambil jalan diajeng tampaknya menatapiku yang tengah mencangkung di dasar pintu air Kopro Banjir kali Cideng. Entahlah klo penampilanku dalam sadaria merah bit itu mungkin seperti jin botol. Lalu dengan langkah tenang diajeng memasuki mulut KK40.
Kesan mengamatiku terasa juga ketika diajeng keluar dari warung Betty sehabis beli gorengan terigu buat nyamikan di kamarnya. Wajahnya serasa menatapi tempat aku berdiri dalam gelap.
Bisa jadi bayanganku masih kentara di cahaya layung senja itu. Subhanallah walhamdulillah.

Wednesday, March 15, 2006

She looks like vanilla ice-cream with butter-scotch sauce on top.


Menurut wasiat alm ayahku Rais Willadirana yang wafat di 1984, hidup dalam bermasyarakat Kebon Kacang harus penuh toleransi seperti yang dilakukannya di semasa hidupnya. Pedoman moral itu kuagem dengan tulus. Misalnya aku gak menabuh LG untuk mengiringi langkah yang mau berangkat ngantor, karena dari bangunan rumah Nani tetanggaku paling lama di KK40/1 yang rumahnya bersebelahan dengan Omi KK 31/37. Terdengar tengah menabuh radio yang memperdengarkan lagu2 Dewa. Klo ingat betapa "dendam" nya hati sama Omi yang semasa aku kecil dulu suka ngatain, "pala gede." itu. Akibatnya selagi hujan lebat pernah gentengnya kutimpuki dengan batu2 koral sebesar kepalan tangan. Tentunya dong air hujan tercurah membasahi tempat tidur bapaknya Omi. Omi juga waktu 1956 itu masih kecil. Penyanyi alam bertubuh langsing berkulit hitam manis berambut panjang berkepang dua itu, dengan suaranya yang melengking hobbi banget menyanyikan lagu2 melayu yang kini jadi dangdut itu. Kini di 2006 setelah sama2 ompong, Omi suka terkekeh-kekeh kalau aku menggodainya saat melintasi warung nasi uduknya, "Omiiiii, pala gede mao numpang lewaaaatttt." Gituh.
Tapi di Oktober 2005 Omi sempat menangis minta2 maaf karena dulu suka menggodaku, "pala gede."
Tentunya kami saling bersalaman untuk saling memaafkan, setelah gantian aku juga mengaku kalau penyebab genteng bocornya dulu itu akibat dari ketrampilan ulah lenganku.
"Oh jadi eluuuhhh. Man?!" Pandang matanya dengan terpana gak percaya. Hehehe.

Makanya saat diajeng melintas di jam 08:18 dengan langkah2 lembut bersandal hitam tebal yang agak tertutup oleh ujung celana panjang putih navy-look yang busana atasannya tak tampak karena tertutup dengan blazer coklat. (Baru kemarin malam aku ingin ke Poncol buat nyari jas velvet atau cashmere coklat untuk bepergian malam. E-eh malahan sudah kedahuluan oleh siajeng yang tampilannya semakin anggun.) Seperti biasa tas kelek hitam kesayangannya itu dijinjingnya di tangan kirinya. Wajahnya biasa saja meski garis lehernya tampak rada tegang, entah kalau menahan diri untuk tidak menoleh kearah aku duduk dekat nako. Klo saja diajeng mengenakan penutup kepala merah atau hijau, maka tampilannya akan seperti a scoup of vanilla ice-cream with butter-scotch sauce and a red/green cherry on top. Masak sih dengan olive hitam yang asin?

Tumben tuh aku nyarap nasi dengan soto Bandung sisa dagangan RM Khas Parahyangan kemarin. Biasanya juga cuma mie ayam Jaguar. Bisa jadi diajeng, dari jendela kaca 50 cm sebelah kiri jendela nako, sudah melihat tongkronganku mengenakan Mau-mau yakni sport-hemp hijau bermotif bunga putih daun kuning dengan perahu layar, yang terbawa langsung dari kepulauan Hawai-i pada tahun 2000.
Mana semalam aku mimpi melihat diajeng tengah menunggu di bus-shelter depan Hotel Nikko. Aku juga hadir disana sambil mengagumi tampilannya dari jarak sekira 10 meteran. Diajeng mengenakan selop kulit putih dan kulit kakinya tampak putih kuning seperti sutera. Ketika bus datang diajeng lalu naik, aku juga mengikutinya. Suasananya seperti malam temaram dan didalam bus tampak gelap. Sampai gak bisa dipastikan diajeng duduknya disebelah mana. Ketika aku terbangun, jam di ruang pengamatan menunjukkan angka 02:00. Subhanallah, biasanya makna mimpi disaat begitu adalah simbolis urusan kehidupan menyangkut urusan beragamaku dan akhirat. Semoga bermakna dan berakibat baik bagi kehidupan beragama kami, diajeng Fiona, hidupku, keluargaku. Amiiien Yaa Rabb.

Tuesday, March 14, 2006

Dentuman "Crazy" Julio Iglesias juga pada vol 16.


Baru saja duduk buat meneruskan baca Memoar Jenderal Jusuf, tampaknya ada sms dari Fahmi AR Pane,
"Mhn bpk dapt membaca artikel sy hr ini d Republika hal 4 ttg Freeport berjudul Gunung Grasberg & busung Lapar smg dapt bermanfaat bg kejayaan ummat." Sms yang dikirim pada jam 07:07:40 itu tentunya seketika kujawab pada jam 08:18:19, singkat saja dengan "Insyallah. Salam."
Untuk memeriahkan suasana hati yang lagi berbunga kayak sebuket merah pink. Kusulut saja kaset Julio Iglasias yang volumenya menunjukkan angka 16. Aku menggunakan micro-compo LG model FPPI-185MV sebagai hadiah milad ke 62 dari anak mantu. Biasanya buat penggunaan rumah volume pada 12 sudah cukup nyaman. Malam hari 10, tengah malam 8, pagi buta bahkan 6.
Hehehe, bunyi kusulut pada angka 16 tentunya buat memeriahkan hati siajeng yang sebentar lagi akan melintas menuju tempat gawe. Kubakar rokok lalu kuangkat buku meneruskan bacaan yang tengah menceriterakan pengadaan 4 unit lampu kristal megah dari Praha buat masjid Akbar Al Markaz Al Islam di Makassar. Lampu yang beratnya masing 1 ton itu dari Halim PK di bawa ke Makassar dengan menggunakan Hercules C-130 khusus. Compo baru saja mendentumkan intro "Crazy" yang sejak 1994 sering kulantunkan sendiri makakala membawa roda 4 sendirian di tengah malam menyusuri areal remang2 Tangerang dalam rangka pelaksanaan tugas deteksi dini untuk cegah dini sebagai Ketua Ring VII/Curug-Jatiuwung dari Bakorkomwil Kodim 0506/BS Kota Tangerang.
Begitu Julio mulai angkat suara pada jam 08:24, pas diajeng melintas dengan langkah gagah. Berblus putih motif renda karawangan dengan gaun hitam lurik semu perak yang cantik dan menampilkan demplonnya. Sayangnya sepatunya kok coklat. Kayaknya akan lebih serasi klo hitam.
Sudah 2 hari ini seperginya dan sepulangnya Wandi ke Sukabumi, agaknya rasa seni busananya rada berubah. Tidak seluwes gandes seperti biasa yang dipadunya dengan lembut. Kenapa ada apa jeng?
Andaikan sempat berbincang, tentu aku bisa bantu menganalisa untuk mencarikan solusi yang paling tepat bagi wanita yang sungguh mempesona dan kusuka kusenang dan kusayangi ini. Amiiien Yaa Rabb.

Monday, March 13, 2006

Jelegurnya When I need you, di vol 16.


Selagi mengisi data kontak N3100 ditengah "When I need you" Julia Iglesias pada volume 16. Jam 08:25 jeng Fiona melintas dengan hemp es lilin hijau muda. Sementara gaun, sepatu medium-heel, tas kelek dan rambut semi brindilnya serba hitam. (Ya brindil dong namanya karena rambutnya mulai panjang indah lagi. Horeee, semoga aja biar sebahu lagi seperti bulan Okt 2005 itu lho). Dalam paduan warna begini, sekilas diajeng terkesan murung. Tapi langkahnya tenang meski tampaknya agak tergesa. Entah juga karena selagi ngisi data, kepalaku pas tampak nyata diantara bilah kaca jendela nako. Kayaknya matak sebel aja bagi yang lagi mau ngantor ya. Mahap jeng, habis aku mau gimana lagi dong?

Sunday, March 12, 2006

Sicantik dari Goalpara.


Gadis cantik montok berkulit gemerlap ini "kutemukan" di warung bakso. Di bulan Juli 2005 saat lagi mesen bakso tapi yang dibungkus. Sicantik bergaun terusan pink ini membuatku yang lagi duduk dimeja #3 RM Padang Raisson terheran, kok doyan banget sama bubuk merica yang memang membuat tubuh menjadi hangat tapi bisa rawan sariawan itu. Pertemuan berikutnya di booth wartel, sicantik ini nelepon ke Medan seharga lebih dari limpul. Malahan terkadang sampai mencapai angka cepeceng segala.
Pernah juga kusapa, "Kenapa non. Apa ada khabar buruk?" Manakala wajahnya tampak murung dengan mata merah kebasah-basahan. Namun sicantik ini cuma geleng kepala.
Sejujurnya kalau melihat penampilannya kirain mah gadis ini berasal dari mess Barru.
Namun ketika dari logatnya kentara kalau sicantik ini mojang Pasundan. Mana kalau jumpa kami berdua cuma kenal kerbo, saling menyapanya juga bergaya kebo.
Dianya kalau manggil juga kadang "bapak" terkadang "oom". Kalau aku manggilnya "non". Ketika dia pulang basah kuyup mana kali Cideng lagi meluap, aku baru tahu kalau dianya gawe disebuah kantor di Jalan Teluk Betung.
"Hati2 neng. Jangan sampai terjatuh ya." Seruku dari meja kasier pada waktu itu.
"Kenapa oom?" Senyumnya dengan heran.
"Kalau oom kapan jatuh ya sakit di pantat." Godaku. Dan sicantik pun tertawa lebar.
Nah nah nah, baru ketahuan ya. Ternyata susunan giginya gak rata.
Tapi gak usah kawatir non. Masih mending punya gigi gak rata, katimbang punya gigi rompal karena selagi jongkok diseruduk kambing. Buat makan suuk aja susah ngunyah.
Suatu ketika dibulan Ramadhan 1426H, Wandi lapor kalau sicantik ini ternyata nelepon ke Sukabumi karena ortunya ada di Goalpara. Pantesan kulitnya elok halus agaknya sejak bayi dah terkena uap dan aroma teh Giju dari Goalpara yang terkenal itu.
Buatku khusushan sicantik dari Goalpara itu agaknya juga kenalannya jeng Fiona.
Pernah sih disuatu sore di bulan puasa itu mereka tampak akrab bertiga ketika jeng Fiona habis belanja buat berbuka puasa yang dijinjing dalam kantong kresek hitam. Jeng Fiona tampak akrab bicara sambil menatapi penampilan yang "lucu kawas kaleci" sicantik yang lagi memesan bakso bungkus di KK31 itu. Dan aku malah asyik mengamati tampilan siajeng dari anjung pemindaian alias jendela nako. Namanya juga lagi taeun.

Saturday, March 11, 2006

Oshin juga di Jepang ada tuh.


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Launching memoar Jenderal M. Jusuf.


Subhanallah. Ternyata Taufik Surubeng ini gak main2 ya. Pengakuannya klo aku dosen orasinya, penulis dan aktivist Burma dibuktikannya di 6 Maret 2006 dengan datangnya buku berjudul Maung Maung dan buku U Than of Burma. Ditambah satu undangan dari Panitya Peluncuran Memoar Jenderal M. Jusuf pada hari Jumat 10 Maret 2006 di Puri Agung Hotel Sahid Jakarta yang diketuai Bapak Mar'ie Muhammad.
Meski aku datang sederhana saja, mana cuma make batik hitam bermotif kantil kuning pucat yang dibeli adikku Suhud di Jogya pada 2000, mana berpantalon biru dongker dengan sepatu boot quarter hitam. (Saking gak pede sempat sms ke Garova minta pendapatnya dan klo bisa minta saran ke jeng Fiona. Tapi gak dijawab tuh.) Mana kepala dibiarkan plontos tanpa peci, mana naik ojek dari KK30 ke Sahid. Untungnya atas saran Taufik, jenggotku sempat dicukur bersih. Klo bercermin perasaan sih masih rada ganteng juga, meski klo nekad menyapa masih tetap dicemberutin entah dimanyunin oleh jeng Fiona. Kepingin tahu klo cuma 2an saja di hutan, masih berani manyun gak yah?

Selagi shalat Maghrib, hape sempat berkuing tanda ada panggilan masuk. Ternyata dari Taufik. Selesai shalat baca doanya sambil pakai sepatu dan berjalan ke pangkalan ojek. Lalu manggil Taufik kasih tahu keberadaan. Tadinya sih mau pakai taksi, tapi kupikir Jalan KH Mas Mansyur tentu macet. Mana hari terakhir manatahu dah ada yang kebelet kepingin ngompol diluar kota.
Untung juga pakai ojek yang gesit dan dalam 10 menit sudah sampai ke pintu depan Sahid. Atas petunjuk petugas aku lalu potong kompas lobby hotel menuju ke arah belakang. Disana sini ada beberapa kelompok berbatik terutama para senioren yang ditangannya tersandang surat undangan seperti yang kupegang. Tentunya dengan maksud untuk memudahkan proses pemeriksaan entrance. Maklum saja karena akan dihadiri oleh para penyelenggara Negara dan para Menteri Kabinet juga oleh MJK dan SBY. Taufik datang menjemput lalu melalui gerbang elektronik maximum-security, kemudian naik tangga ke lantai 2 yang disambut oleh hidangan makan malam ala buffet. Sambil berdiri aku makan 2 centong nasi sedikit bihun sejumput goulash dan ayam balado. 2 iris semangka air juga kujumputkan ke piring biar makan terasa lebih eman (enak nyaman). Selesai makan lalu beranjak kedalam menuju deretan kursi berbungkus kain kafan, setelah membiarkan kartu undangan diberi coretan marker merah sebagai tanda telah menerima bingkisan buku memoar. Aku duduk di rei ke 7 kolom 1 sederet dengan Ibu Aisyah Amini dan Fahmi AR Pane dari DPD Sumatera Utara. (MPR terdiri dari DPR dan Dewan Perwakilan Daerah sejak 1 Oktober 2004.) Hehehe, penulis Atmadji Sumarkidjo ini memang luarbiasa, sejak kata pertama di halaman vii mataku langsung lengket di halaman2 berikutnya.
Sadar klo disebelah kiri ada anak muda yang memperhatikan aku lalu jeda sesaat. Memperkenalkan diri sebagai penulis emanrais dan pemerhati sosial dan aktifis kampanye demokrasi Burma, seperti yang tertulis di kartu undangan saja (Huh Taufik, paling bokis deh luh.) Kok aku ditanya apa dari Angkatan Bersenjata juga. Lha ndak toh mas, apa karena aku make pantalon biru dongker dengan sepatu boot ya? Jangan2 aku dikiranya Panglima AURI juga. Huh, aku kok gak sadar sih klo aku lagi berkesempatan inkredebel bisa berada dilingkungan puncak para legislator dan para eksekutor.
Aku gak minder kok meski heran aja, tapi gak membuatku seperti celeng masuk kampung deh.
Alhamdulillah aku masih mampu memperaktekkan seperti apa yang tertulis di buku peribahasa, semasa bersekolah di SR No. 20 Jl. Asem Lama (Jl. Wachid Hasyim) Jakarta tahun 1957 dulu.
"Di kandang kerbau menguak, di kandang kambing mengembik."
Kepingin juga sih sesekali bertindak kayak predator,
"Dikandang kambing mengaum."
Kayak harimau yang masuk kandang kambing lalu mengaum karena kekenyangan.
"Life is so many splendered things." Seperti lantunan swara emasnya Conny Francis yang eman.

Friday, March 10, 2006

Natalie panon hideung.


Jam 08:25 itu Julio Iglesias tengah berkumandang dengan lagu Natalie yang oleh pemusik Bandung ditransformasikan menjadi Panon Hideung. Sengaja kaset itu kupinjam dari Tata semalam buat mengiringi langkah pagi diajeng disaat mau ngantor, biar semangat dan gembira hati sanubarinya. Anggap aja sebagai penebus dosa karena aku ternyata sering membuat diajeng jengkel en kesal. Makanya asal disapa wajahnya suka manyun entah cemberut. Huh, kalau saja gak ada orang ketiga tunggal apalagi jamak, dikamar pengantin misalnya, tentu dengan bangga kukecupi saja biwir manyun itu.
Teringat akan masa remaja selagi bersekolah di SMP Santo Gabriel Jl Raya Timur Bandung, kugumamkan lagu Panon Hideung duet bersama Natalie nya Julio Iglesias. Tengah bersenandung itu sosok diajeng melintas. Meskipun busananya sederhana saja, blus coklat gaun krem tas kelek hitam beralas kaki sendal kulit teple. Namun yang namanya diajeng Fiona ya tetap aja tampilannya senantiasa mempesona dong. Hemmmhhhh, jadi kepingin ngunyah perlahan Beng-beng sambil menyeruput kopi panas deh.

Perdamaian?


Kegalauan ini harus segera berakhir. Harus ditempuh upaya damai agar terjalin lagi tali silaturahim diantara aku dan diajeng. Habis mau gimana lagi? Iya sih surga yang kucari tapi neraka yang kudapat. Namun akunya tetap aja kudu bersyukur, sebab baik surga maupun neraka keduanya sama2 ciptaan Allah SWT yang mkenjadi bagian dari jalan hidupku yang kayaknya memang kudu begitu. Hawa surga itu pernah hadir sesaat di 12 Okt 2005 tatkala aku bilang aku terpesona kepada diajeng. Namun sejak 3 hari kemudian sampai sekarang sudah berubah menjadi neraka dingin yang gak kumengerti akan makna yang tersimpan didalamnya. Pernah terpikir untuk menemuinya gimana aja caranya. Kusapa lalu kubilang, "Aku menyadari kalau diajeng entah marah atau benci kepadaku. Tapi aku mohon tolong dijelaskan perihal kemarahan atau kebencian itu. Aku mau lakukan apa saja asal diajeng mau memaafkanku. Kalau diajeng menghendaki aku mau menciumi kakimu asal sebelumnya aku boleh merawat kesehatan, kebersihan dan keindahan kakimu untuk menghindari batuk. Lalu jelaskan apa kesalahanku. Setelah itu kita sambung lagi tali silaturahmi dengan selayaknya."
Tapi Rahma, 16 tahun anak Bekasi yang punya daya bathin itu bilang,
"Pak, biasanya kaum lelaki itu suka jaga imej. Tak terbayangkan menciumi kaki untuk satu maaf. Agama kita juga gak mengajarkan hal demikian. Percaya deh sama Rahma, Bapak punya harapan kok"
Weleh weleh weleh, sepagi ini aku digilas habis sama anak SMIP Kalimalang yang masih bau kencur?
"Maksud kamu?"
"Dia juga kayaknya memikirkan bapak."
"Kok?"
"Karena bapak banyak memperhatikan dia. Kayaknya akan mesra sih tapi tapi gak sampai nikah."
"Kenapa?"
"Kan bapak punya ibu."
Iya juga sih, keserahanku seperti kayak yang kalau alam ini sudah mendekati saat layung senja dah mau masuk ke peraduannya. Sudah tamatkah segala nilai dasar kejuangan yang sejak dulu senantiasa berkobar di dada kerempeng itu? Ayo dayung saja, agar cepat sampai ke pulau impian.

Thursday, March 09, 2006

Daya magisnya pada aura kelembutan dan ketenangannya.


Tengah menyeduh kopi dan teh buat persiapan quro malam Jum'atan, terdengar detak2 staccatto dari heel sepatu yang amat kukenal nada dan iramanya. Lalu dari celah jendela dapur tampak sepasang sepatu hitam yang tertutup jins putih navy-look tengah menapak menaiki strap jubin warung Betty.
Tatkala kuintip dari lubang yang timbul akibat penggalan kaca pecah dari jendela kaca timah, ternyata diajeng tengah berbelanja. Sepatunya tertutup ujung jins putih yang juga bagian pinggulnya ditutupi kemeja lengan panjang lurik biru marina yang apik. Waktu menunjukkan jam 19:25 dan diajeng tampak berbalik agaknya pamit dengan senyum yang halus. Lantas dengan menunduk menapaki jubin dengan lembut dan tenang kemudian langkahnya mengguliri KK31 menuju ke kediamannya. Subhanallah, alangkah menggetarkan hatiku penampilan itu. Sampai tengah malam panorama itu masih tercetak nyata dalam ingatan dan hati sanubari. Ternyata kekuatan magis diajeng bukannya cuma pada senyumnya yang indah, tawa yang mengorak seperti sekuntum mawar merah, bahkan nada suaranya yang renyah manja. Namun juga pada aura kelembutan dan ketenangan sikapnya. Masyallah, padahal aura itu yang agaknya rusak akibat dari upaya penghadiranku di kehadirannya yang sungguh mempesona itu. Yaa Rabb, ampuni aku untuk menghadirkan silaturahmi yang hakiki diantara kami agar semua kusut dan rudet bisa segera menguap seperti melenyapnya embun dingin yang tersapu oleh hangatnya sinar mentari pagi. Amiiien Yaa Rabb.

Klo mati bersama gak mau kan?

  Posted by Picasa

Musim semi kok menggeleparkan sih.

SEBELUM DATANG SETIAP MUSIM DINGIN SEBUAH HATI
ADA MUSIM SEMI MENGGETARKAN DIBALIK CADAR MALAM
ADA SEBUAH FAJAR YANG BAKAL TERSENYUM SAAT INI
HMMMHHH, DAN PUTUS ASA KU BERUBAH JADI HARAPAN

Wednesday, March 08, 2006

Tetelan bau?


Mas Harto dah mau tutup lantas kuamati dagangannya.
Tersisa sebutir bakso besar dan sekira selusin bakso kecil2.
Tapi di mangkuk lainnya ada beberapa irisan daging.
"Apa nih mas?" Kayaknya tampak gurih menggiurkan deh.
"Tetelan buat sisipan porsi bakso."
"Terus mau diapain nih?"
"Ya disimpan buat dijual lagi. Tapi dah rada bau tuh."
"Klo dah bau ya buat aku aja ya mas."
"Gak apa2 makan daging bau?"
"Weleeeh, bukannya daging bau yang lagi kita kejar."
"Wah klo itu mah setiap orang juga tahu." Kekehnya.
Alhasil 6 iris tetelan itu dibumbuinya lalu diguyur kuah bakso.
Kukunyah sepotong dengan nikmatnya. Beda ya hidungku dengan penjualnya.
Lalu perlahan bersama mangkuknya kubawa pulang.
Selagi menyeruput kuah bakso hari dah jam 21:05 tatkala Garova melintas.
"Beh, alamat emailku dah dibuka belum? Bukain dong takut mati."
"Memangnya kamu mau pake?"
"Iya dong nanti buat email2an sama Jane klo dia dah pulang."
"Iya nanti deh aku coba buka." Jawabku setelah diberitahu nama user dan password.
"Kemarin malam aku kayaknya melakukan kesalahan lagi."
"Lho, kenapa?"
"Waktu jeng Fiona melintas pulang aku mencegatnya di mulut KK40."
"Memangnya bilang apa?"
"Aku menyapanya sambil mengajaknya makan."
"Lalu dianya bilang gimana?"
"Dianya cuwek aja sambil terus ngeloyor. Malu aku telah menegornya."
"Tapi maksud babeh kan baik dan dia orangnya gak dendaman lho."
"Klo gak dendaman, lantas kok aku dah lama banget dicuwekin begitu.
Nyesel banget aku membuat wajah yang penuh senyum manis itu menjadi manyun begitu."
"Babeh sih pake nguber2, mana mencegat mana kirim2 surat segala. Tentu dianya takut.
Setiap wanita sama aja lho, klo diperlakukan begitu tentu takut. Coba seperti kayak sama aku. Kan kita masih tetap bisa ngobrol kayak begini. Dianya juga tentu akan masih datang ke wartel."
"Ya jelas jauh berbeda dong perasaan aku ke kamu sama terhadap jeng Fiona. Kamu lagih" Tawaku.
"Iya tapi coba deh pelan2 aja. Tapi memang dia gak suka ceritera apa2 sih."
"Iya sih. Padahal kemarin2 itu Fiona sudah tampak lebih bersikap lembut dan tenang.
Begitu juga teman2nya yang tahu "permasalahan" yang terjadi diantara aku dan jeng Fiona."
"Shabar aja beh dan berlakulah dengan shabar. Nanti2 juga semoga bisa berubah tergantung dia."
"Buat aku daripada dicuwekin begini mendingan kita dialog. Klo Fiona mau marah silahkan, biar masalahnya selesai. Aku dah lama lho kangen melihat senyumnya dan mendengar suaranya lagi."
"Makanya shabar beh. Aku pulang ya dah malam, tapi jangan lupa tolong bukain aku belum sempat."
Hemmhhh kapan ya, aku dikasih tetelan bau sekalipun oleh Fiona tentunya serasa harum dan gurih.

Dian harapan yang tak kunjung padam.


ADAKAH YANG LEBIH INDAH DARI SENYUM SELAIN TAWA?
SEPERTI BERJALAN YANG MEMBUATKU LEBIH TENANG
DARIPADA BERLARI.......
SEPERTI GELAP YANG MEMBUATKU LEBIH AMAN
DARIPADA TERANG.......
SEPERTI GERIMIS YANG MEMBUATKU LEBIH NYAMAN
DARIPADA HUJAN.......

Tuesday, March 07, 2006

Did she thought, I just such a little bunch of garbage things?


Bakdal shalat Magrib, kukenakan jin lusuh yang mungkin aja dah rada bau hangseur. Kukenakan juga hemp kuning sementara kalung juru kunci terpaksa kukenakan dileher. Namanya juga kunci harta CV klo ditinggal takut keselip pas disaat diperlukan andai para kasier butuh tukaran uang kecil.
Lalu duduk bersama mas Harto dan yi Maman. Hehehe, tumben kok juragan Maman minta dipijetin tangannya. Tokoh muda usia 32 tahun ini cukup membuatku bangga kok akan effort buat pengoperasian RM Khas Parahyangannya. Bayangkan di jam 04:00 saja dianya sudah pak-pik-pek di dapur sendirian. Pernah kutengok pagi sekali karena butuh air panas buat nyeduh kopi. E-eh beliau juragan lagi asyik di dapur sendirian sembari jongkok dan kedua tangannya sibuk mengirisi cabe merah keriting buat sambelan. Makanya ketika kupijati seantero lengannya juragan rada melintir lintir karena nyeri. Selesai memijati juragan, tampak Fiona lepas dari ujung jembatan. Lalu kuberikan kode kehadirannya kepada juragan dan mas Harto. Lantas manakala diajeng masuk ke KK40 aku lantas saja menjejerinya rada kebelakang sedikit. Lalu menyapanya perlahan secukup diajeng mendengar saja.
"Selamat malam jeng. Sekarang aja............." Namun diajeng laju terus tanpa perduli.
Hehehe, merah juga sih mukaku. Namun daya pesonanya memang hebat, membuat merahku menjadi kuning.
Masa sih diajeng gak mendengar? Lalu aku kembali ke kawanan para juragan yang masih duduk.
"Gimana pak?"
"Kayak snel-trein Semarang Gambir mas. Laju terus tanpa menoleh sedikitpun."
"Shabar saja pak. Gak salah dong, itulah ciri wanita yang berkualitas."
"Iya sih. Tapi apa penampilanku tampak konyol ya. Busana kayak mentega Blue-band.
Mana berkalung kuning lagi. Kayak kuncen kuburan saja."
"Ya ndak toh pak. Wong lagi tugas centeng kok. Wajar aja klo sambil kalungan kunci brankas."
"Gimana yi?" Tanyaku meminta opini juragan Maman.
"Klo kata abdi, akang memang salah. Tampilan akang memang konyol kok. Berbaju kuning manyala. Make kalung seperti anak muda gelandangan. Buat wanita ayu begitu mana bisa masuk hitungan. Tampilkan dong sosok lelaki berwibawa yang siap melindungi. Pokoknya hindari sikap cengenges."
Walah, opini para juragan itu kontradiktif betulan. Tapi dua2nya patut jadi pertimbangan kok.
Anehnya hatiku juga kian mantap saja untuk memenangkan perjuangan ini. Apapun resikonya.
"Itulah sikap wanita yang berkualitas lahir bathin kang. Dari aromanya tampilan ayunya nyata."
"Aura kalih? Klo aroma mah kapan sempat tercium bau keleknya..." Kekehku.
"Iya aura. Makanya kang mulai sekarang kurangi cengenges. Bersikaplah sebagai akang sosok yang berwibawa. Tunjukan juga wibawa akang kepada jeng Fiona. Insyallah. Menurut feeling abdi jeng Fiona sesampainya dirumahnya akan banyak berpikir pikir yang akan menguntungkan posisi akang."
"Iya, saya juga merasakan seperti itu kok pak. Itulah hebatnya kebathinannya wanita seperti itu."
"Iya juga ya aku salah. Harusnya aku jangan menyapa didepan teman2nya juga didepan teman2ku."
"Nah begitulah maksud saya kang. Jangan rusak rasa ajen diri peribadinya yang mempesona itu."
"Betul kata Lira tuh. Cooling-down selama seminggu lagi. Begitu loh kang." Anjaknya ke warung.
Alhamdulillah, di jam2 sepi begini ternyata masih ada tamu yang memilih untuk makan pepes ikan.
Kontras banget dong. Subhanallah. Apa jeng Fiona kira aku cuma seonggok sampah SOGO bau ya?

Misteri bakso Garova.


Walaaaaahhhh, masa sih begitu? Artinya selama aku perlu bantuannya, aku sengaja dijebaknya buat sekedar memenuhi kebutuhan kecilnya dong. Meskipun sasarannya tangkapan yang jauh lebih besar, seperti cincin berlian dan laptop dengan umpan nama Fiona. Klo kata mas Harto, gadis cilik yang dibawanya semalam itu bukan anak dari pengurus kosannya. Tapi anak kandungnya sendiri?
"Wah masa sih mas?"
"Saya dengar kok sigadis merengek kepada Rini menanyakan mamahnya."
"Lalu jawab Rini apa?"
"Mamah lagi kesebelah."
Iya juga ya. Klo bukan anaknya paling jauh manggilnya ibu atau tante.
"Tapi wak, kan menurut mbak Garova beliau dipanggil mamah oleh teman2 kosannya."
"Bukan mamah Wan, tapi mami."
"Oh iya ya." Renung Wandi.
Jadul juga ya, pantesin aja selama ini dianya yang terkesankan ingin dekat denganku.
Agaknya aku termasuk "kakap" linglung yang lagi mabok berahi yang gampang dikutak-katik.
Makanya ilmu kampungnya malah menghasilkan situasi rudet membingungkan. Garovaaaaaa, Ova.

Ngebego buat jemput bola.


Kemarin sore terpikir buat jemput bola. Pasalnya gak mungkin aja jeng Fiona mau datang sendiri untuk mencicipi kualitas masakan RM Sunda. Jadi klo ingin beliau datang ya kudu dijemput dengan hormat.
Jadi ceriteranya bakdal shalat Maghrib, jam 18:40 langsung berangkat ke Thamrin. Busana juga sederhana saja cuma make jins lokal dengan kaos abu2 yang sebetulnya disiapkan untuk salin Ade. Tapi karena tidak dipakai ya anggap aja jadi milik. Alas kaki juga cuma sendal jepit. Tapi hp kubawa buat jaga2 ditambah jam cantel yang klo Ade yang make kok pantas deh berjajar dengan kepala gesper yang besar. Jam 18:45 mulailah proses menunggu kedatangan entah dari Busway atau dari bus regular.
Sayangnya penjemputan tak berlangsung mulus sebab sampai jam 19:45 sang Fiona tak kunjung muncul.
Iya sih, selama sejam itu cuaca dingin karena hujan rintik2 sampai sempat menghabiskan 2 batang GGM. Untung juga gak ada patroli Tramtib DKI liwat, kapan sudah berlaku larangan merokok di tempat umum. Mana di areal protokol lagi. Klo ketanggor bisa kena denda 5 juta atau kurungan setahun. Wah wah, salah buatan malahan bisa masuk ke tayangan Buser dong.
Akhirnya penjemputan gagal, lalu dengan bergegas kembali ke markas karena cuaca semakin dingin.
Sambil membayangkan betapa nikmatnya mengisi perut yang sejak tadi keroncongan disela senyum manis dan tawa renyah diajeng. Subhanallah. Manusia hanya punya karsa, tapi Allah SWT pemilik Kawasa. Beginilah resiko penjemputan monek tanpa jalur komunikasi apapun. Jangan2 diajeng memang dah pulang sebelum jam 19:00, karena saat melintas pulangnya juga memang gak menentu.

Monday, March 06, 2006

Alhamdulillah sikapnya serasa kian lembut saja.

Subhanallah. Tadi sekira jam 08:15 dari kaca nako, sementara lagi bincang sama Wandi tampak seorang gadis manis berbusana hitam2 menengok kedalam dengan tawa lebar. Ketika dipastikan siapanya melalui sela kaca nako tampak tengah berjalan bersama Diana yang mengenakan busana lurik kuining hijau yang ayu. Semoga ini jadi pertanda klo aku tengah jadi pembicaraan dengan perubahan sikap menjadi friendly dari jeng Fiona yang diikuti perilaku kawan2nya yang memang pada bangga melindunginya. Aku juga memakluminya bahkan ikutan bangga meskipun awalnya terasa getir.

Barusan jam 08:25 manakala aku tengah merenungi pembicaraan dengan Sumi, yang katanya Alm. Achmad suaminya wafat di usia 55 tahun setelah mengalami stroke sebulan. Tiba2 melintas ke warung Betty satu gadis cantik berkaki kijang dalam busana hitam2 bahkan sampai ke stockingnya juga hitam.
lalu menyusul temannya dengan busana yang sama berkacamata tengah berbincang dengan jeng Fiona yang mengenakan rok putih blouse hitam berlengan pendek yang apik dan bersepatu coklat dengan tas besar hitam yang biasa dijinjingnya setiap pagi mau ngantor. Gadis berkacamata itu sambil berjalan memandang kearah dudukku dan mengatakan sesuatu kepada jeng Fiona. Jeng Fiona juga tampak menengok sesaat kearahku sambil berjalan dengan langkah lembut. Persiapan buat menyapanya dengan ungkapan selamat pagi pun menjadi batal. Namun melihat panorama pagi ini, hatiku lalu merasa damai. Alhamdulillahi Rabb Al Amiiien. Semoga telah terjadi perubahan menjadi pencerahan sikap bathin.

Klo sekedar wanita cantik mah di wartel juga suka ada aja lho.





Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Klo cuman cewek cantik mah di wartel juga banyak.







Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesonaan adalah ultima, yang melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Sunday, March 05, 2006

Garo Garova

Minggu sore 5 Maret 2006 jam 17:25. Selagi minum teh panas sehabis makan dengan gule ayam yang dihidangkan oleh Ayu, tampak Garo melintas pintu RM Sunda menuju wartel.
Aku lantas saja memanggilnya dan Garo pun masuk sambil tertawa dengan muka berseri.
"Aduh maaf lho Beh. Hari Minggu itu aku sudah bersiap mau kemari tapi terhalang lagi ada temanku. Bahkan Fiona juga mengajakku buat makan di RM Sunda, asal ditraktir. Aku cuma tertawa aja."
Hemm hemmh hemmhhh, omongannya kok gak sesuai dengan bunyi sms nya waktu aku minta dia ajak jeng Fiona. "Makannya bsk tp gmna ngajak fiona (fie)?". Tulisnya di sms.
"Tapi kayaknya kalo ada babeh disini, jadi penghalang bagi Fiona." Tawanya lagi.
"Duduk dong Garo."
"Aku gak bisa lama nih. Aku udah mesen bakso buat makan bersama Rini."
Jawabnya sambil melirik ke jendela kaca penghubung yang tembus pandang.
Oh itu rupanya yang namanya Rini. Sekilas wajah dengan bentuk hidungnya yang nyaris seperti Yetti temanku semasa di Hotel Kemang 1974 dulu yang berasal dari Singaparna Tasikmalaya.
"Makanya beh, klo nanti kita ketemu dimana aja selagi aku bersama Fiona, kita buat seolah kita gak kenal ya. Nanti Fiona jadi curiga disangkanya aku yang macam macam." Tawanya.
"Bilang aja kamu sering nelepon ke wartel. Makanya jadi kenal sama aku."
"Iya juga sih. Fiona pernah nanya mbak klo ke wartel suka ketemu bapak itu nggak? Aku tanya bapak siapa. Dia jawab pak Eman. Malahan katanya ingin berobat juga setelah aku bilang babeh pintar ngobatin." Heeemmmmhn si garo mah kelakuannya kok gak berubah deh. Kudu waspada aja.
"Terus maksud kamu mau ceritera perihal Jeng Fiona seperti kata sms itu, apa?"
"Bukan, Fiona kan bapaknya sudah meninggal........." Tapi kupotong saja.
"Iya kamu pernah ceritera klo jeng Fiona itu anak Lurah yang meninggal sepuluh tahun yang lalu (1995). Ibunya mewarisi ilmu membatik, makanya sekarang menjadi pengusaha batik."
"Eh iya beh. Jane kan mau pulang ke Inggris bulan April ini. Baiknya kita ngasih apa nih buat kenang2an. Aku kira dia lebih suka batik, lengkap sejak dari taplak meja, seperai sampai ke napkins untuk meja makan. Klo kata babeh apa nih, aku minta sarannya."
"Beliin aja kotak ukir dari Kendari atau Jepara buat nyimpan uang atau barang berharga."
"Wah mana dia mau beh. Jane itu sukanya batik. Gak mahal kok beh klo kita belinya sekarang."
"Batik satu set itu harganya bisa jutaan lho." Jawabku yang membuat matanya tampak berbinar.
"Nggak lah. Kita beli yang murah murah aja..."
"Maksud kamu jeng Fiona suka minta ditraktir nonton itu gimana?"
"Iya tuh, Fiona itu hobbi banget ditraktir nonton. Tapi kita juga nontonnya di Jakarta Theater kok yang karcisnya 25ribu. Aku tertawa aja. Maklum kata Fiona dianya mengalami kesulitan keuangan. Di Pekalongan Fiona mencicil rumah BTN satu setengah juta sebulan yang klo dia pulang nginapnya di rumahnya itu. Makanya dia pusing ngatur keuangannya setiap bulan"
"Bukannya di Pekalongan ada rumah ibunya?"
"Ada sih tapi kan dianya kepingin punya rumah sendiri."
Hemmh pemikiran diajeng ini sungguh bagus. Dengan begitu jerih payahnya selama merantau tak sia2 yang bisa diwujudkannya dalam bentuk rumah tinggal. Syukur lagi klo bisa buat usaha mandiri.
"Punya makanan nggak beh. Tadi waktu aku sama Rini kemari Fiona lagi di kamar mandi. Padahal tadinya Fiona yang ngajak makan di RM Sunda lho." Katanya sambil tertawa.
Huh Garovaaaaa, Garo. Aku yakin kualitas diajeng Fiona tidak seperti itu.
"Babeh rela nggak nyiapin makanan buat aku bawa pulang biar bisa dimakan Fiona?"
"Maaf Garo. Klo jeng Fiona ingin makan silahkan datang aja kemari. Toh aku sudah undang buat mencicipi masakan kami." Klo buat Fiona, cincin kawin bertatah berlian pun aku rela banget.
"Kapan tuh beh. Siang apa malam?"
"Malam Minggu lalu sekira jam delapanan."
"Makanya babehnya jangan dulu negor2 dia. Nanti dianya semakin benci sama babeh." Kekehnya.
"Aku sudah terlalu lama kangen sama senyumannya. Kapan lagi, makanya begitu aku punya peluang buat menyapanya aku langsung lakukan. Kebetulan Fiona tampak sendirian."
Huh kamu gak tahu aja Garo, buat Fiona jangankan aku cuma dicemberutin bahkan diomelinpun aku rela. Asal sikap mendiamkan akunya segera berakhir dengan khusnul khatimah, lalu menjadi teman baik untuk saling isi mengisi dengan jalinan untaian kehidupan yang manis dan harum.
"Ya udah dulu Garo. Kamu kan udah pesan bakso. Dimakan aja dulu nanti keburu dingin."
Garo lalu beranjak menuju ke warung bakso.

"Itu yi yang namanya Garo."
"Saya tahu, kan tempohari pernah diperkenalkan dari jendela nako di ruang belakang."
"Oh iya yah." Tawaku memuji daya ingatnya.
"Asal hati2 ajah kak. Kayaknya justru dia yang ingin beroleh perhatian kakak."
"Iya yi akang faham maksudnya. Justru akang kawatir sikapnya malahan bakal semakin menjauhkan upaya pendekatan akang dari Fiona. Sambil Garo berusaha untuk memanfaatkan akang."
Aku lalu mempersiapkan uang sepuluhribu untuk Garo membeli soto dengan nasi entah bakso yang di KK31, yang Fiona suka juga membelinya dengan dibungkus. Akunya kok menjadi risih sendiri. Tapi klo memang siajeng berhal demikian, sesungguhnya aku punya cara yang Insyallah jauh lebih baik.
"Ada titipan buat Fiona beh?" Tanya Garo menjelang pulang ke kosan. Diiringi satu gadis cilik sekira 4 tahunan. Gadis cilik anaknya bu Ani ini sering ikut minta diajak pesiar,
"Jangan Garo. Nanti aku pikirkan lagi cara yang jauh lebih simpatik bagi jeng Fiona."
Subhanallah. Masak sih selagi aku banyak makanan, masak juga diajengku tengah kekurangan makan??
Seperti saat diajeng pulang menjelang badai itu, klo ternyata lapar mau beli makanan dimana?

Sementara kami mentraktir 13 orang pengamen dangdut keliling yang kedinginan dan kelaparan.
Padahal itulah shadaqoh yang Insyallah afdhal. Memberi makan bagi yang butuh makan. Hatiku sungguh menangis pilu. Subhanallah, sejahterakanlah kehidupan diajeng Fiona yang kusayang.
Padahal penampilan keseharian diajeng Fiona jauh dari kesan yang digambarkan seperti begitu.
Makanya sering timbul pertanyaan klo mengingat segala ceritera Garo perihal jeng Fiona.
Semasa Desember 2005, Garo ini paling bokis ngajak belanja makanan kering seperti Beng-beng atau cookies atau Nescafe Mix ke Toserba, katanya ilmu pikat Lampung klo cinta sama seseorang belilah hatinya dengan makanan yang masuk ke perutnya. Asal rela meskipun dia tak tahu siapa yang membeli kannya. Klo aku sekedar mengantarkannya agar dianya tidak curiga. Namun ketika kebutuhan "Fiona" meningkat kepada uang buat bayar kost, klo memang cinta Fiona buktikan dengan cincin berlian yang diukurkan aja di jari Garo. Fiona juga lagi butuh pinjaman Laptop Toshiba. Belikan aja beh murah ini cuma 27juta. Titipkan sama aku, nanti aku seolah olah meminjamkannya. Garovaaaa, Garo. Apa dia pikir klo lelaki tuwa lagi jatuh hati terpesona itu lantas menjadi dungu kayak anak kerbau yang haus kepingin netek ya? Lantas nurut aja dituntun buat dibawa ke penjagalan buat digorok.

Damarisanti


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesoaan adalah ultima, melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Kok kaget sih?


Sabtu 4 Mar 2006.
Pagi hari aku menemui penjual kue manatahu ada yang nyaman dimakan. Dari kuwe talam perhatianku kepada paket2 plastik berisi nasi kuning yang kata penjual harganya Rp. 2.000,- itu.
Selagi menimbang dengan 3 ujung jari, terasa ada yang memperhatikan. Ternyata gadis berpayung itu Ratih yang kemarin sore juga memperhatikanku. Tampilannya dalam kaos panjang warna kopi, nyurup sama pakulitannya yang mulus. Kayak sekuntum mawar kuning deh. Asal jangan Rafflessia Arnoldia aja dong yang klo kata wong Londo Inggris mah, "such loathing creature." Katanyah. Klo yang cantik mah make busana apa juga tetap aja luwes gandes.
Aneh, kok kantung kresek kuwenya ditaruh kembali diatas gelaran kuwe2 sejak aku memegang bungkus kuwe talam. Pandangannya juga ikut bergeser ketika aku meliwati berdirinya untuk melihat paket nasi kuning itu. Hihhh, aku kok suudhan sih. Maaf ya Ratih klo aku rada ge-er entah sensitif.

Jam 16:25 petang, aku baru aja bangun karena kaki keram dari siesta yang nikmat.
Selagi menyegarkan batok kepala, aku duduk di anjung pemindaian sambil mengunyah sepotong roti. Pengen sih dengarin Dixie nya Louis Amstrong tapi huh males geraknya.
Tiba2 pandanganku tertuju kepada sosok Diana yang dari busananya nampaknya baru pulang ngantor. Kayak isteriku juga yang di hari Sabtu ini ngantor untuk penyusunan neraca keuangan yang kudu rampung di hari Rabu mendatang. Ternyata disebelah kanan Diana, berjalan juga Fiona yang mengenakan kaos oblong putih (seperti yang dikenakannya 21 Agu 2005 itu) dengan rok lurik hitam sederhana yang cantik. Fiona tampak terkejut ketika melihatku diantara kaca nako. Tapi segera menunduk sambil melanjutkan perjalanan pulang ke tempat kosannya. Kok kaget sih jeng? Apa karena melihat simbar dadaku meremang? Atau merasa risih sendiri karena wajahnya tampaknya baru di make-up di arena sales kosmetika? Iya sih Fiona tampak mengenakan eye-shadow hijau, blush-on pada tulang pipi dan lipstik yang red-graves. Bagiku dalam kondisi apapun tampilan jeng tetap mempesona kok. Meskipun tak tampak alas kakimu, karena langkahnya begitu dekat dengan batas pinggir KK31 dan nako.

Ratih?

Sore hari sehabis menyalami Didiet yang baru pulang dirawat karena kolesterol 260.
Sempat kutawarkan segelas rebusan daun salam yang bermanfaat buat menurunkan kolesterol.
"Iya nih oom, Didiet ma Ice mau ke pasar buat beli daun salam."
"Tapi jangan kaget klo Didiet banyak kentut dan gampang b.a.b mana muka berminyak lagi."
"Pantesan Didiet yang biasanya suka sembelit, sekarang b.a.b bisa 2 kali sehari."
Padahal Didiet baru minum segelas 500ml, tentu baik baginya mana kudengar ada gangguan wasir
lagi. Mana murah meriah klo dibandingkan dengan berobat apalagi dirawat yang sangat muahal itu.
Namun segelas rebusan salam kembali dihaturkan kepada Nani melalui kaca nako yang dicopot.
Sebelumnya tampil sesosok gadis cantik berkulit putih mulus belanja ke warung Betty.
Namun aku merasa gadis ini, agaknya Ratih deh teman sekosan Fiona, diam2 memperhatikanku. Ketika aku berbincang dengan Nani, gadis yang tampil ayu dalam busana payama pink ini juga bulak balik didekat kami. Seperti yang sedang berusaha menguping pembicaraan kami. Kemudian gadis ini kembali kearah tempat kosannya. Tumben nih, apa aku lagi jadi tophit di menara gading Fiona? Boleh dong ge-er.

Friday, March 03, 2006

3 gadis cantik?


Kalau cuma tampilan yang cantik, manis, molek, jelita, seksi, feodal, borjuis, gemerlap, pesohor, intelek, agamis, yang enak diajak berbincang apa saja. Perawakannya yang kayak bass-guitar atau bas-betot. Pembawaannya kayak bola bekel atau bola basket. Dari pelbagai kalangan profesi dan kualitas. Di wartel/warnet CV Raisson juga ada saja. Tapi yang sungguh mempesona hanya satu. Jeng Fiona saja yang berdaya magis. Keterpesoaan adalah ultima, melampui segenap perasaan dan emosi kasih sayang apapun di dunia ini. Percayalah Jeng.

Thursday, March 02, 2006

Kemanakah Fiona gerangan?


Biasanya sekitar jam 08:15 Fiona melintasi KK 31 mengarah ke Jl MH Thamrin untuk ngantor. Namun sekali ini sampai jam 08:35 tidak kelihatan. Kemanakah gerangan? Namun doaku semoga Fiona sehat sejahtera tak kurang suatu apapun. Entah kalau lagi datang tamu bulanan dengan rasa nyeri yang hebat karena kondisi pisik yang lemah tersebab terlalu capek lahir bathin. Memang Fiona perlu istirahat yang cukup, makan yang cukup dan berkualitas untuk menjaga kestabilan kesehatan dan kekuatannya.
Penting sekali untuk menjaga ketenteraman emosinya dari kemungkinan gangguan yang tak perlu. (Iya sih punya dong perasaan malu, khawatirnya justru aku yang menjadi penyebab kegalauannya.) Subhanallah, kalau mungkin aku ingin merawatnya agar terjaga kesehatan pisik, psikis dan emosinya. Tapi akankah kesempatan brilian seperti itu mungkin datang kepada kami? Amiiien Yaa Rabb.