Monday, December 11, 2006

Menaragading. dari Nike sampai Etty.


"Wahai Hyang Jagad Dewa Nata (begitulah kira2 doa lutung kasarung), hamba punya tiga bebajikan hari ini, Klo kuceriterakan semoga akan menjadikan aku manusia kembali ya Mbaaaah." Kayak Sihono.
Hehehe dah gila kalih aku. Tapi iya kok rasanya ada kisikan didalam hati agar aku menceriterakan nya saja. Manatahu ada manfaatnya buat satu bikang mempesona di leuweung Menaragading.

Satu.
Pagi Shubuh tadi aku kirim sms ucapan selamat ulang tahun buat neng Nike. Jawabannya bukan sms tapi disore hari aku melihat senyuman sungguh manis terkembang dari balik kaca turun sendiri dari frame jendela Katana. Sambil berujar, "Makasih. makasih." saat kuungkapkan ucapan selamat kepadanya. Mana temannya (pacarnya?) bilang ginih, "Selamat malam pak. Makasih." Ujarnya sembari manggut2 dibalik roda kemudi. Lalu roda Katana kembali bergelindingan kearah Menaragading.

Dua.
Tadi sore dari dalam ruang warnet aku melihat satu sosok khas melintas dibonceng motor. Rasanya sih dia. Hebat banget daya magis dan magnetnya, sampai tanpa sadar kakiku melangkah melalui pintu kaca lalu ke lobang pintu gerbang. Iyalah biar lebar rumah gak sampai 5 meter itu asal make pager besi tentunya dah boleh dong klo jalan masuknya kusebut gerbang. Habis mau siapa lagi coba yang akan mengapresiasi lubang jalan masuk karena pintu besinya yang selebar 2x 60 senti itu dah pada dicopot lalu disimpan (sementara) dibalik kamar mandi dengan wc duduk bernuansa biru itu. Iya sih memang dia Fiona digonceng sama Yana yang baru nyupir motor bebek Yamaha merah darah. Dari sejarak sampai gerbang utama Menaragading, Fiona tampak bening segar kayak yang baru mandi sore. Busana nya berwarna biru denim beraksen gelap kelabu tampaknya sederhana banget namanya juga lagi dirumah. Tapi penampakannya dengan rambut diikat itu aksennya Pekalongan malahan semakin mancur. Dengan shabar motor yang tadinya kukira ojek itu ditungguinya sambil memegang handel gerbang yang telah dibuka lalu menatapi motor yang masuk ke halaman penjemuran Menaragading.

Tiga.
tadi sekira jam 22 setelah warnet tutup, aku dan Wandi ngawangkong sambil duduk berhadapan di bangku beton depan pager melinger kayak ular hitam gepeng. Tadi temannya Maman datang kemari mau ngetik, Tapi dianya bingung tak terbiasa ngetik. lalu pencet hape lalu bicara sama Lina dengan menggunakan Loud Spk. "Jadi Wandi ikut nguping semua pembicaraan Etty dengan Lina. Cuma gak tahu Lina yang mana?" Aku mendengarkannya dengan saksama. Iya klo dengar Menaragading disebut aku lantas aja mendengarkan dan memperhatikan dengan se saksama2 nya.
Lalu Etty yang kukenal waktu Ayi Maman mengoperasikan Rumah Makan Sunda Parahyangan itu sedari awal Maret sampai akhir Juni 2006 lantas saja bicara dikuping Wandi.
"Lin gue mau ngetik nih tapi nggakl bisa. Panggilin Fiona dong buat nemenin."
"Emangnya elu dimana?"
"Di warnet sebelah."
"Kan diatas ada laptop?"
"Nggak ah gua pengen ngadem disini. Makanya panggilin dong Fiona biar dia bantu ngetikin."
"Iya deh ntar gue bilangin."
"Iya gue tunggu nih jangan lama2 ya."

"Tapi karena siajeng Fiona lama gak datang2, akhirnya Etty pulang dan tidak kembali."
Kata Wandi menutup kisahnya sambil berdiri buat ngandangin Thunder125. Kurang ajar banget motor Suzuki ini. Dianya aja barunya cuma 12 juta Rupiah. Masa kandangnya yang harga sekennya aja 400 jutaan. Iya sih aku juga kenal Etty tapi sebatas wawuh munding aja. Klo jumpa saat melintasi warnet dan kebetulan akun lagi ada didepan, kami saling angguk sambil saling mengucapkan "Selamat pagi/siang/sore/malam." Silahkan pilih sendiri multiple-choise ini sesuaikan dengan saatnya.
Tapi sampai saat ini kami gak pernah sampai ngobrol. Meskipun aku jadi kepingiiiiiiin banget. Setelah disuatu Minggu sore Etty melintas bertiga bersama jeng Fiona mau membeli makanan.

Gak tahu juga deh, klo sekarang Etty jadi tahu klo aku pernah bikin dosa yang tak termaafkan Fiona. Buktinya sejak 15 Okt 2005 dianya entah marah entah benci entah jijik kepada gigiku. Padahal akunya dah berkali mencoba menyapanya klo perlu mempet dia saat lagi beli soto daging dulu. Buatku asal dia kasih senyum langsung aja, maka segala masalah dengannya akan beres. Aku juga pernah kirim pesan indirek melalui teman kos selantainya, "Klo Fiona mau akan aku ciumi kakinya asal dianya mau menjelaskan apa masalah diantara kita dan apa salahku" Namun Dhani segera saja memitesku, "Jangan lah pakcik sampai menciumi kaki mbak Fiona segala kalo hanya buat memperbaiki hubungan dan keadaan. Pakcik ini sosok yang kuhormati ilmunya lho." Tegasnya kereng. Iya sih. Meski bisa juga klo jeng Fiona memandangku cuma sebangsa lutung kasarung doang.

No comments: