Tuesday, February 28, 2006

Hanjelu. Rasa sensi yang matak telmi.


Subhanallah. Sebetulnya sejak jam 18 perut dah keroncongan minta isi. Namun alangkah akan bahagianya kalau berkesempatan makan bersama. Makanya kutangsel saja dengan sebutir tomat merah dan segelas teh panas manis. Sambil berdiskusi dengan Wandi perihal catatan harian RM Sunda 4 Feb 2006, kalau angka 47ribu itu darimana posnya kok bisa ada di catatan serpih yang berbeda dengan keadaan kas dan belanja yang jumlahnya menjadi stat omzet hari itu. Tapi menjelang Maghrib perut terasa melilit minta isi, kayaknya tomat dan teh nasgitel tidak memadai. Taklama terdengar adzan Maghrib, lalu kami bubar jalan buat abdas. Bakdal Maghrib kubaca Surat Qaf. Saat itu waktu menunjukkan jam 17:05 tatkala aku bergeser ke RMS. Lalu berbisik ke Wawan, tolong layani kami dengan baik kalau nanti aku makan malam bersama jeng Fiona. Setelah setil yaqien dengan penampilanku apa adanya. Hp juga kubawa buat persiapan minta nomor, lalu kucantelkan juga jam cantel hadiah milad dari neng Wiena. Weleh, yi Maman yang tengah berbincang dengan Wandi di kursi tunggu ruang warnet, sempat menggodai. Lantas kuberikan satu aksi dengan kode telunjuk dan jempol akan posisi jam cantel. Kalau ada yang sempat memperhatikan jam cantel tentu perhatiannya juga akan seperti diposisi 5cm ke arah kirinya. Tentunya yi Maman tertawa. Lalu aku berdiri ngajanteng dimuka RMS sambil mengarahkan mata kearah jembatan menunggu pesona yang bakal muncul.
Waktu demi waktu berlalu dengan keyakinan kalau Fiona belum pulang. Tiba2 yi Maman menyenggol sikut kanan lantas menghambur kedalam RMS. Disaat aku berpikir mau minta pendapatnya, bagaimana sebaiknya apakah aku menunggunya didepan RMS begini atau diatas jembatan untuk menjemput bola?
Tiba2 tampak Fiona bergerak dari kios roti disudut KK 30 kearah KK 40. Jangan2 dianya sempat memperhatikanku ngebego saat mengawasi arah dari jembatan. Jadi malu hati nih.
Kemarin petang disaat yang sama sekira 19:20 disaat aku ngobrol dengan Ani sambil duduk diatas boks minuman dingin warung bakso, Fiona juga melintas dengan langkah dan wajah yang lembut.
Aku tak menyapanya karena RSM lagi tutup. Dengan langkah dan wajah raut wajah yang sama Fiona juga berjalan tanpa mengisyaratkan apapun. Aku segera menyusulnya. Namun Fiona keburu berbelok ke KK 31 dan mungkin aja dianya melihatku dari sudut matanya saat belok kalau aku berada dibelakang nya. Fiona tetap terjalan yang dalam 3 langkah sudah sampai kedepan warung Betty. Areal yang kujaga untuk tidak menyapa guna menjaga dianya merasa malu. Fiona tampak tetap berlalu dengan tenangnya. Dan harapan untuk makan bersama juga ikut buyar. Salahnya aku, kenapa tidak maksa untuk menyapanya meski sekedar buat menyampaikan salam dan selamat malam. Meski upaya untuk mengajaknya mencicipi hidangan RMS sudah gak memungkinkan. Sensiku sungguh membuatku handeueul.

No comments: