Tuesday, April 18, 2006
Dhani dan Rini.
Semalam itu bakdal Maghrib selama sejam aku kok dirundung rasa sedih yang mendalam dan rasa kangen kepada diajeng. Harapanku semoga diajeng sehat sejahtera gembira.
Seringkali hal begitu merupakan isyarat kontak bathin akan kebutuhan perawatan.
Tepat jam 20 rasa murung itu mencair dengan dialog meminta nomor Esia Tata.
Jam 21 aku bertemu pasangan Rini dan Dhani yang kukenal di wartel dengan cara unik.
Kami bertiga terlibat obrolan sereusehubungan peristiwa laka lalin yang dialami Dhani. Katanya beberapa detik sebelum peristiwa Dhani sudah beroleh isyarat awal.
Tentu saja keterangannya perlu kuuji dengan pengalamatan intuisi seperti yang pernah kulakukan terhadap Tata dan Rifa. Hasilnya aku beroleh isyarat kalau Dhani ini ada nasab langsung dengan manusia harimau yang dibenarkannya karena punya kakek dari Solok yang memiliki warisan itu yang menurun ke ibu kandungnya. Sebaliknya Dhani juga mengisyaratkan kalau aku juga punya garis nasab dekat dengan pengagem ilmu kenuragan yang dizamannya disegani masyarakat dan ditakuti oleh kolonial Belanda.
Kakekku Abda Willadirana yang wafat tahun 1935 menurut ayahku memang menguasai ilmu2 seperti itu. Selama 40 hari makamnya dijaga oleh beberapa harimau gunung Ciremai.
Sebagian dari ilmunya menurun ke wak Jaya dari Cinangsi, dengan pesan agar keturunan nya jangan mengenakan gelar Raden karena akan mudah dikenali oleh antek2 kolonial Belanda. Menurut Dhani parit bibirku nyaris rata seperti ciri khas dari manusia harimau di Sumatera. Katanya juga aku memiliki kharisma yang disegani. Wallohu.
Karena minta diobservasi kesehatannya, selagi meringis dan merintih tiba2 Dhani merasa sesak dan punggungnya serasa diganduli beban 200 kilo. Sikapnya juga gelisah katanya sekujur badannya merinding kalau kupegang. Rini dan Wandi juga merasakan bias kemerinding di kedua lengan dan pundak. Aneh sih tapi entahlah. Tiba2 Dhani menunjukkan laku yang kemanjingan dengan keluhan sakit kepala dan punggung. Setiap sentuhan ujung jari telunjukku berakibat rasa nyeri yang hebat bagi Dhani tetapi tidak bagi Rini. Wajah dan rona seputar matanya melegam. Setelah kuremasi pundaknya sambil kubacakan Ayatul Kursi lalu Amana Rosuli keluhan Dhani jauh mereda tepat disaat aku mulai membaca ayat terakhir dari surat Al-Baqarah. "Laa yukallifu....."
Rini yang memanggilku pakcik, bertanya ada apa? Kujawab saja sepertinya Dhani agak kerasukan nenek moyangnya yang hadir untuk menyampaikan salam kepadaku. Subhanallah,
hare gene, ditengah pembangunan Grand Indonesia, dihalaman parkir wartel Raisson yang juga dijual Kebab, masih ada peristiwa ghaib? Wallohu'alam bishawab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment