Tuesday, March 07, 2006
Did she thought, I just such a little bunch of garbage things?
Bakdal shalat Magrib, kukenakan jin lusuh yang mungkin aja dah rada bau hangseur. Kukenakan juga hemp kuning sementara kalung juru kunci terpaksa kukenakan dileher. Namanya juga kunci harta CV klo ditinggal takut keselip pas disaat diperlukan andai para kasier butuh tukaran uang kecil.
Lalu duduk bersama mas Harto dan yi Maman. Hehehe, tumben kok juragan Maman minta dipijetin tangannya. Tokoh muda usia 32 tahun ini cukup membuatku bangga kok akan effort buat pengoperasian RM Khas Parahyangannya. Bayangkan di jam 04:00 saja dianya sudah pak-pik-pek di dapur sendirian. Pernah kutengok pagi sekali karena butuh air panas buat nyeduh kopi. E-eh beliau juragan lagi asyik di dapur sendirian sembari jongkok dan kedua tangannya sibuk mengirisi cabe merah keriting buat sambelan. Makanya ketika kupijati seantero lengannya juragan rada melintir lintir karena nyeri. Selesai memijati juragan, tampak Fiona lepas dari ujung jembatan. Lalu kuberikan kode kehadirannya kepada juragan dan mas Harto. Lantas manakala diajeng masuk ke KK40 aku lantas saja menjejerinya rada kebelakang sedikit. Lalu menyapanya perlahan secukup diajeng mendengar saja.
"Selamat malam jeng. Sekarang aja............." Namun diajeng laju terus tanpa perduli.
Hehehe, merah juga sih mukaku. Namun daya pesonanya memang hebat, membuat merahku menjadi kuning.
Masa sih diajeng gak mendengar? Lalu aku kembali ke kawanan para juragan yang masih duduk.
"Gimana pak?"
"Kayak snel-trein Semarang Gambir mas. Laju terus tanpa menoleh sedikitpun."
"Shabar saja pak. Gak salah dong, itulah ciri wanita yang berkualitas."
"Iya sih. Tapi apa penampilanku tampak konyol ya. Busana kayak mentega Blue-band.
Mana berkalung kuning lagi. Kayak kuncen kuburan saja."
"Ya ndak toh pak. Wong lagi tugas centeng kok. Wajar aja klo sambil kalungan kunci brankas."
"Gimana yi?" Tanyaku meminta opini juragan Maman.
"Klo kata abdi, akang memang salah. Tampilan akang memang konyol kok. Berbaju kuning manyala. Make kalung seperti anak muda gelandangan. Buat wanita ayu begitu mana bisa masuk hitungan. Tampilkan dong sosok lelaki berwibawa yang siap melindungi. Pokoknya hindari sikap cengenges."
Walah, opini para juragan itu kontradiktif betulan. Tapi dua2nya patut jadi pertimbangan kok.
Anehnya hatiku juga kian mantap saja untuk memenangkan perjuangan ini. Apapun resikonya.
"Itulah sikap wanita yang berkualitas lahir bathin kang. Dari aromanya tampilan ayunya nyata."
"Aura kalih? Klo aroma mah kapan sempat tercium bau keleknya..." Kekehku.
"Iya aura. Makanya kang mulai sekarang kurangi cengenges. Bersikaplah sebagai akang sosok yang berwibawa. Tunjukan juga wibawa akang kepada jeng Fiona. Insyallah. Menurut feeling abdi jeng Fiona sesampainya dirumahnya akan banyak berpikir pikir yang akan menguntungkan posisi akang."
"Iya, saya juga merasakan seperti itu kok pak. Itulah hebatnya kebathinannya wanita seperti itu."
"Iya juga ya aku salah. Harusnya aku jangan menyapa didepan teman2nya juga didepan teman2ku."
"Nah begitulah maksud saya kang. Jangan rusak rasa ajen diri peribadinya yang mempesona itu."
"Betul kata Lira tuh. Cooling-down selama seminggu lagi. Begitu loh kang." Anjaknya ke warung.
Alhamdulillah, di jam2 sepi begini ternyata masih ada tamu yang memilih untuk makan pepes ikan.
Kontras banget dong. Subhanallah. Apa jeng Fiona kira aku cuma seonggok sampah SOGO bau ya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment