Thursday, October 20, 2011
Thursday, September 29, 2011
Wednesday, July 20, 2011
'Aini
Nya eta lah jeng 'Aini, kapungkur tea waktos abah edit 'Note' asa katiwasan, rehna anu sakedahna abah tekan Ctrl+D abah malihan klik Publish pedah buru2 bade nyumponan panuhun ka hiji pelanggan warnet Raisone, anu peryogi midamel serat aplikasi dina bahasa Inggris. Atuh kantenan 'Note' anu sakedahna mung kenangan endah ka abah wungkul janten konsumsi publik anu matak jeng wera ka abah oge.
Tapi 'kacilakaan' ieu matak abah terinspirasi ngawangun http://aapalupi.blogspot.com/ kanggo nyimpen teks naon wae pikeun contoh dokumen ka saha wae anu peryogi.
Hehe, ngantosan waleran tur kaasih jeng 'Aini ka abah, raraosan mah dagdigdugplas mani ratug siga pasakitan anu ngantos bade didorhos ku regu tembak. Tapi naha leres abah teroris ka jeng 'Aini kituh?
Tapi 'kacilakaan' ieu matak abah terinspirasi ngawangun http://aapalupi.blogspot.com/ kanggo nyimpen teks naon wae pikeun contoh dokumen ka saha wae anu peryogi.
Hehe, ngantosan waleran tur kaasih jeng 'Aini ka abah, raraosan mah dagdigdugplas mani ratug siga pasakitan anu ngantos bade didorhos ku regu tembak. Tapi naha leres abah teroris ka jeng 'Aini kituh?
Monday, November 15, 2010
Friday, November 14, 2008
Yuliana Malasari
Siti
Dara Kebumen yang kuning ayu mungil imut ini, ortunya tinggal di Bogor. Dianya teman setia Yuni yang suka nemenin klo jalan. Misalnya waktu interview di PIM kemarin dulu itu.
Ajeng dah pindah?
Thursday, November 13, 2008
Oktavia Kurniati
Selagi mo nunggu baby yang kemungkinan pulang cepat, karena ada ancaman bom atas Plaza Inbdonesia. Jam 22.56 di anjungan rohto melintas gadis yang semakin cantik dan seksi aja, Okta. Klo melihat sosoknya rasanya Okta senam. Meskipun dari kesibukannya kayaknya mana sempat. Tapi manatau, kudoakan saja kesejahteraan nduk Yogya ini.
"Selamat malam Okta. Baru pulang?" Senyumku menyapanya.
Dara yang berjins biru dengan kaus yukensi biru juga ini hangat menyambutiku.
"Selamat malam bapak. Lagi ngadem ya. Kok belum tidur?" Tawanya renyah.
"Iya tuh. Sekalian nunggu Okta. Mau ya bapak ambil gambarnya." Senyumku seraya mengarahkan digcam.
"Boleh." Tawanya sembari masang badan. Lalu kuambil sekali. Sekali, lagi close-up.
"Dalam rangka apa nih pak?" Cerianya.
"Kan dulu bapak bikin tulisan tentang Okta. Nah ini pics nya. Okay gak?" Tawaku.
"Okay bapak. Klo gitu Okta pamit dulu ya." Senyumnya melebar. Tapi kuambil sekali lagi dalam posisi portrait.
"Okay Okta. Makasih ya. Selamat beristirahat."
"Bapak juga lho." Lalu dara cantik smp ke kakinya ini lantas berlalu.
Hehe, baru nyadar aku kenapa gak bikin videonya aja sekalian. Tapi pancaran lampu mercury ternyata kurang bagus buat dipakai pencahayaan. Citra video jadi muram. Biarlah lain kali disaat melintas pagi. Tentu Okta akan tampak lebih bugar segar.
Tapi ternyata smp jamm 23.45 baby tak juga tampak melintas bahkan dijanjinya mau mampir sebentar. Aku ingin call, tapi biarlah baby sayangku beristirahat aja.
Wednesday, November 05, 2008
Iwan & Dewi
Maaf. Ini kisah yang membuat saya semakin kagum kepada ilmu ki demang.
Semalam saya kedatangan Iwan yang melaoporkan klo Dewi sudah tidak kos lagi, tapi setiap hari pulang kerumah orangtuanya dengan diantar oleh Iwan.
"Tapi maaf nih Aa. Saya belum boleh datang kerumahnya. Tunggu saat yang tepat, kata Dewi. Tapi mamanya sudah tau kok a." Tawanya jembar.
"Alhamdulillah. Syukur atuh Wan, aa senang mendengar berita baik ini. Iya Wan, aa fahami klo kamu masih risih buat ketemu papanya."
"Tapi doain kami terus ya aa."
"Insyallah Wan."
"Klo gitu saya mo minta tolong sama aa nih. Obervasi dan pijatin saya juga dong a." Seketika Iwan meraung ketika saya melakukan observasi dengan memenceti median telapak tangan kirinya. Padahal seringan ngurut bayi aja tenaga yang dikerahkan diatas benjolan itu.
"Waduh Wan, pantesin aja kamu gak berani kerumah Dewi. Kamu ini sosok yang teramat gak pedean tuh. Terlalu banyak pikiran, sulit ambil keputusan penting, sering mimpi buruk, gak kuat lihat darah, klo ada keributan belum apa2 dengkul kamu yang gemetaran duluan. Kenyi tuh......" Kekehku.
"Aduuuh aa. Terimakasih, karena semua omongan aa betul tuh. Tapi udah aja ah. Membikin saya jadi malu sama si Inez aja nih." Tawanya sembari pamit.
Semalam saya kedatangan Iwan yang melaoporkan klo Dewi sudah tidak kos lagi, tapi setiap hari pulang kerumah orangtuanya dengan diantar oleh Iwan.
"Tapi maaf nih Aa. Saya belum boleh datang kerumahnya. Tunggu saat yang tepat, kata Dewi. Tapi mamanya sudah tau kok a." Tawanya jembar.
"Alhamdulillah. Syukur atuh Wan, aa senang mendengar berita baik ini. Iya Wan, aa fahami klo kamu masih risih buat ketemu papanya."
"Tapi doain kami terus ya aa."
"Insyallah Wan."
"Klo gitu saya mo minta tolong sama aa nih. Obervasi dan pijatin saya juga dong a." Seketika Iwan meraung ketika saya melakukan observasi dengan memenceti median telapak tangan kirinya. Padahal seringan ngurut bayi aja tenaga yang dikerahkan diatas benjolan itu.
"Waduh Wan, pantesin aja kamu gak berani kerumah Dewi. Kamu ini sosok yang teramat gak pedean tuh. Terlalu banyak pikiran, sulit ambil keputusan penting, sering mimpi buruk, gak kuat lihat darah, klo ada keributan belum apa2 dengkul kamu yang gemetaran duluan. Kenyi tuh......" Kekehku.
"Aduuuh aa. Terimakasih, karena semua omongan aa betul tuh. Tapi udah aja ah. Membikin saya jadi malu sama si Inez aja nih." Tawanya sembari pamit.
Kesatria Cimahi
Semalam sekira jam 19 datang Iwan menyalami.
"Malam Aa. Menurut aa gimana wajah saya sekarang?"
"Baik Wan, wajahmu lebih cemerlang dan sorot matamu lebih yakin. Segitu belum aa pencet ya, baru dikasih nasehat aja."
"Iya a, saya telah dalami kebenaran nasehat aa. Saya tambah yakin nih."
"Syukurlah, klo buat Iwan cukup konsul aja. Buat apa coba dipencet segala. kecuali klo mau nungging seperti neng Dewi." Tawaku.
"Nah Aa, saya sama Dewi dah berembuk. Malam ini saya mau antar Dewi pulang ke ortunya. Tapi gak smp rumah, cuma sampai kemulut gangnya aja."
"Hussss, jangan begitu Wan. Jadilah kamu itu sosok kesatria Cimahi napa. Berlakulah perwira, jangan kayak musang yang mengambil dan menurunkan anak ayam di jalanan." Iwan tercenung seraya menatapiku dengan tajam.
"Kami tahu apa itu perwira?" Iwan menggeleng gelengkan kepalanya.
"Huh kamu mah kayak burung ketilang aja." Tawaku menerbitkan senyuman.
"Sikap perwira itu, siap membantu, membimbing, melindungi, mengayomi, mengupayakan kesejahteraan dan menyelenggarakan keamanan. Faham?"
Iwan tampak membisu tapi sorot matanya tengah mikir dengan cepat.
"Aa akan sangat bangga klo Iwan bersikap perwira terhadap Dewi. Kamu antar smp ke keluarganya kehadapan ortunya. Bisa jadi papanya galak. Tapi kan gak akan mungkin aja smp menempelengi kamu yang dah berani2nya anterin putri sulungnya itu. Tapi asal kamunya bersikap sopan. Klo ada nih ya, beli kuwe2 buat adik2nya. Buat menampilkan kesan kepada keluarganya."
"Hehe, iya juga ya a." Tawa pria jantan yang kemayu itu melebar.
"Atuh iya Wan. Dengar nih ya, Dewi itu menaruh harapan besar terhadapmu. Asal kamunya juga jangan lagi2 ajak2 Dewi kluyuran ketempat anak muda mangkal. Sosok Dewi itu memikat lho Wan. Klo kamu dikroyok 5 lelaki aja kamu bisa apa? Kamu kan bukannya kesatria baja hitam. Dan tentu aja akan membahayakan keselamatan Dewi. Sekarang antar Dewi pulang ya, manatau kamu akan segera beroleh restu hub kasih sayang dari kedua ortu dan simpati dari adik2nya. Tapi nikahnya nanti aja klo dah umur 30 ya. Okay Wan?"
"Okay, terimakasih ya Aa." Keloyornya ke tempat kos Dewi.
"Malam Aa. Menurut aa gimana wajah saya sekarang?"
"Baik Wan, wajahmu lebih cemerlang dan sorot matamu lebih yakin. Segitu belum aa pencet ya, baru dikasih nasehat aja."
"Iya a, saya telah dalami kebenaran nasehat aa. Saya tambah yakin nih."
"Syukurlah, klo buat Iwan cukup konsul aja. Buat apa coba dipencet segala. kecuali klo mau nungging seperti neng Dewi." Tawaku.
"Nah Aa, saya sama Dewi dah berembuk. Malam ini saya mau antar Dewi pulang ke ortunya. Tapi gak smp rumah, cuma sampai kemulut gangnya aja."
"Hussss, jangan begitu Wan. Jadilah kamu itu sosok kesatria Cimahi napa. Berlakulah perwira, jangan kayak musang yang mengambil dan menurunkan anak ayam di jalanan." Iwan tercenung seraya menatapiku dengan tajam.
"Kami tahu apa itu perwira?" Iwan menggeleng gelengkan kepalanya.
"Huh kamu mah kayak burung ketilang aja." Tawaku menerbitkan senyuman.
"Sikap perwira itu, siap membantu, membimbing, melindungi, mengayomi, mengupayakan kesejahteraan dan menyelenggarakan keamanan. Faham?"
Iwan tampak membisu tapi sorot matanya tengah mikir dengan cepat.
"Aa akan sangat bangga klo Iwan bersikap perwira terhadap Dewi. Kamu antar smp ke keluarganya kehadapan ortunya. Bisa jadi papanya galak. Tapi kan gak akan mungkin aja smp menempelengi kamu yang dah berani2nya anterin putri sulungnya itu. Tapi asal kamunya bersikap sopan. Klo ada nih ya, beli kuwe2 buat adik2nya. Buat menampilkan kesan kepada keluarganya."
"Hehe, iya juga ya a." Tawa pria jantan yang kemayu itu melebar.
"Atuh iya Wan. Dengar nih ya, Dewi itu menaruh harapan besar terhadapmu. Asal kamunya juga jangan lagi2 ajak2 Dewi kluyuran ketempat anak muda mangkal. Sosok Dewi itu memikat lho Wan. Klo kamu dikroyok 5 lelaki aja kamu bisa apa? Kamu kan bukannya kesatria baja hitam. Dan tentu aja akan membahayakan keselamatan Dewi. Sekarang antar Dewi pulang ya, manatau kamu akan segera beroleh restu hub kasih sayang dari kedua ortu dan simpati dari adik2nya. Tapi nikahnya nanti aja klo dah umur 30 ya. Okay Wan?"
"Okay, terimakasih ya Aa." Keloyornya ke tempat kos Dewi.
Dara Medan itu bernama Devi
Dara Medan itu bernama Devi. Cowoknya berasal dari Cimahi bernama Awan. Keduanya terlibat saling sayang. Dara yang berpididikan SMK Kebidanan ini ortunya tinggal di Kebayoran. Tapi atas sugesti temannya dia kos, alasannya lebih dekat ke tempat kerja.
Dirawati sambil duduk, dianya banyak curhat dan sesekali berlinang airmata. Asal selesai tugas, dianya menghabiskan seluruh malam ditempat tempat anak muda mangkal. Sosoknya tentunya teramat mudah menarik perhatian.
"Habis klo teman2 priaku datang kerumah, papa selalu bersikap galak dan kasar." Atuh gimana gak galak ya, lha wong dara ini yang sulung dengan tujuh orang adik2nya. Dari pendidikannya papa sama mamanya mengharapkan dia bisa bantu mengasuh dan merawat adik2nya. Lagian siapa papa yang suka dara cantiknya berlaku gak karuan dirumahnya yang selalu sibuk itu.
"Jangan putuskan hub dengan ortu dan saudara2mu ya Wi. Saranku segeralah kamu pulang. Cium tangan kedua ortumu sambil minta maaf telah membuat mereka khawatir." Pesanku sesaat mendengar dia dah 3 minggu gak pulang, yakni selama dia kos. kebayang dong kayak apa khawatir ortunya.
"Jangan lupa Wi. Bisa aja ortumu berharap kelak kamu dapat jodoh yang baik yang bisa ortumu jadikan sandaran ekonomis mengingat beratnya kehidupan papamu dalam berjuang membesarkan dan mendidik kamu dan adik2mu. Tapi agar hal itu bisa terwujud, seharusnya kamu jadi anak rumahan yang baik. Jangan kayak sekarang kamu malahan jadi anak jalanan yang salah2 buatan biasa aja menjadi korban mainan para lelaki. Tentu kamu gak mau kan?"
"Dah kebayang betapa marahnya papa sama mama, klo tau aku minggat karena desakan pacarku itu." Jeritnya ketika kutekan median tangan kirinya.
"Klo kamu pikir perlu, aku bersedia mengantarmu pulang dan bicara kepada ortumu. Manatau papamu mau kurawat darah tingginya. Jaga jangan sampai papamu kena stroke lho Wi. Kalau hal itu terjadi kasihan mama kamu yang akan kerepotan sekali mengurus papa dan adik2mu." Dia mulai menangis sesenggukan seraya rebahan dipangkuanku.
"Kos disini kamu tentu harus bayar sedikitnya 600. Klo kamu pulang pergi dari rumah ke hotel akan makan ongkos 250ribu sebulan. Bagi mama kamu selisih yang 350 itu akan sangat berharga buat ikut meringankan beli makanan bagi adik2mu. Kamu juga masih bisa bantu dengan tips yang kamu peroleh bukan?"
Hehe, si Dewi tampaknya tengah berkalkulator di wajahnya yang mulai kendur.
Sebagai finishing-touch malam ini, kutekani juga ceruk atas titik temu antara jari 1 dan 2 dikedua kakinya. Penting buat menjaga agar gangguan lever akan lebih baik. Ini tersirat di bola matanya yang kekuningan itu.
Selang sejam teman cowoknya datang menanyakan apakah Dewi sudah datang menemuiku. Ketika kuiyakan, dianya langsung call Dewi via hp.
"Gak bisa A. Kayaknya hp nya dimatiin deh." Wajahnya tampak kecewa.
Subscribe to:
Posts (Atom)